Mencintai Monster yang Kupanggil Suami
pening karena terlalu lama bersandar di kaca jendela yang keras. Dia melihat keluar, hanya ada deretan ruko tua dan aroma laut yang tajam b
a tujuan. Dia hanya berjalan menyusuri trotoar yang retak-retak sampai matanya tertuju pada sebuah papan kayu kus
k yang warnanya sudah pudar. Namanya Bu Ratna. Dia menatap Ela
ayak orang kota, kok nyasar ke sini?"
celos. "Saya mau cari tempat tinggal, Bu. Saya baru saja p
ma ada kipas angin butut. Kamar mandi di dalam tapi airnya payau
di mal mewah. Tapi sekarang, uang itu terasa sangat berharga. Dia menghitun
a Elara sambil menyerahkan le
unggung. Dia meletakkan kopernya di sudut ruangan, lalu merebahkan diri. Tidak ada sprei sutra, tidak ada bantal
anya menetes, tapi dia segera menghapusnya dengan kasar. Dia sudah
n, mencari kerja ternyata tidak semudah yang dia bayangkan. Selama ini dia hanya tahu cara men
. "Maaf, apa di sini butuh tenaga bantuan? Cuci piring at
k tangan Elara yang halus. "Tanganmu tangan orang kaya, Neng. Yakin mau kerja kasar
kasih saya kesempatan," pinta E
k piring-piring berminyak di bawah kucuran air yang dingin. Kakinya lecet karena terlalu lama berdiri, dan tangannya mulai kasar terkena sabun cuci yang keras. Se
mobil hitam mewah melintas di jalan kecil itu. Jantungnya hampir berhenti berdetak. Mobil itu terlalu men
-mana. Dan Julian... Elara tidak tahu apakah pria itu mencarin
enghilang. Dia sudah mendatangi setiap hotel, setiap vila milik keluarga Elara, bahkan rumah te
an," kata Clara saat berkunjun
akan, dan ada lingkaran hitam di bawah matanya. "Aku tidak bisa fokus, Clara. Ayah Elara m
kau hanya peduli soal perusahaan? Baguslah. Biarkan saja dia hilang.
Julian tiba-tiba, membuat Clara terlonjak kaget. "Dia pergi cuma bawa satu
u kau bilang dia beban! Kau bilang kau muak melihatnya! Sekarang setelah dia pergi
bahagiaannya? Julian terdiam. Dia tidak bisa menjawab. Dia sendiri tidak tahu apa yang dia rasakan. Yang dia tahu, ada rasa
ku mau sendiri,"
ng dia tahu. "Cari dia. Jangan gunakan jalur utama. Cek semua terminal bus kecil dan penginapan kelas bawah di luar kot
hal. Selama ini Elara adalah bayang-bayang yang selalu ada di belakangnya. Dia tidak pernah menghargai bayanga
menatap ombak yang pecah di bawah kakinya. Pikirannya melayang pada Julian. Apa pria itu sedang maka
agi, Elara," gumamny
i di pasar pagi tadi dengan sisa upahnya. Ini adalah barang pertama yang dia beli dengan hasil keringatny
noleh dan melihat beberapa pria berpakaian rapi sedang menunjukkan foto di ponsel mereka kepada
ujur tubuhnya. Mereka
a harus pergi lagi. Kota ini tidak lagi aman. Dia kembali ke Wisma Bahari dengan terbu
sebulan?" tanya Bu Ratna heran m
mbil saja buat Ibu," kata Elara sam
gelap di pinggir jalan, naik ke mobil pertama yang akan berangkat tanpa peduli tujuannya ke mana. Mobil itu
asa seperti buronan. Ironis, dia melarikan diri bukan karena melakuka
jejaknya di sebuah kota nelayan di selatan, Tuan. Tapi dia baru saja per
ng bahkan tidak pernah mencuci piring maka
kini berubah menjadi rasa sakit yang aneh. Dia membayangkan tangan halus Elara
n dengan suara bergetar. "Aku s
suatu yang baru saja dia sadari di tengah kesunyian rumahnya: bahwa dia mungkin benci pada apa yang dilakuk