Istriku, Jaminan Bisnis Ayahku
a. Bukan karena suhu AC, tapi karena lapisan
fira, enggak ada aroma lotion tubuhnya, dan enggak ada kebiasaan Safira yang selalu memu
menyelamatkan segalanya, pikirnya sinis. Setidaknya di kantor, ada
Dia enggak perlu bangun pagi karena enggak ada yang harus dia kerjakan. Sejak insiden itu, Sa
ja menatap kulkas. Di sana, tertempel sebuah sticky note kecil yang sudah lusuh, ditulis dengan tulis
. Safira yang selalu menjadi personal assistant pribadinya
k sticky note itu, membuangnya ke tempat sampah. Dia harus
mbali pada pertengkaran semalam. Safira bilang, "K
as pelan. "Aku mengerti l
kursi kulitnya, menyalakan komputer. Tapi dia enggak membuka spreadsheet atau laporan k
ua dokumen
n operasi, summary psikiater, dan yang paling men
teknisnya, dia bisa menemukan satu kalimat, satu kata,
afira yang mengemudi, Elias tertidur. Truk di depan mereka mengerem mendadak.
. Elias cuma memar da
dalam laporan medis: "Trauma fisik ringan, namun trauma psikol
t mereka beri nama. Anak yang kehadirannya sudah mereka rayaka
kan Safira, membawa istrinya ke rumah sakit terdekat. Dia ingat s
umah sakit, merasa dunia runtuh. Dia bukan cuma kehila
aat itu, Safira enggak pernah membicarakan bayi itu. Enggak pernah. Setiap kali Elias mencoba,
jika dia enggak mengemudi secepat itu, atau jik
ahnya. Tapi Safira enggak mau mendengarkan. Dia mengubah rasa bersalah itu menjadi dinding es yang memisa
gejala depresi situasional berat, rasa bersalah kronis, dan mekan
ca kata itu dengan pahit. Begitu form
ali, dia masih hadir di acara keluarga. Tapi jiwanya? Jiwanya suda
menyalahkan Safira. Rasa sakit kehilangan itu nyata dan dalam. Ta
pasangan (Safira membatalkan di menit terakhir), bahkan mencoba membica
sia-sia, mencoba menyelamatkan ses
rdering. Panggilan dari ka
mengubah nada suaranya dari putus a
up telepon, Elias menyadari betapa jauh lebih mudah memecahkan masalah multinasional da
a pergi. Dia melirik jam. Pukul tu
ia berdiri di ambang pintu, menatap koridor yang menghubungkan ka
umahnya sendiri, yang harus berhati-hat
gga. Saat melewati ruang makan, m
a dan rambutnya masih acak-acakan. Dia sedang minum teh. Ek
nya tenang, seolah pertengkaran
berpisah, lalu besok pagi salah satu akan mencoba berperilaku
," jawab Elias, menunju
ehnya. "Aku dengar kamu
tapi pernyataan.
ng. Seperti yang a
. "Aku mengerti. Aku minta maaf soal semalam.
eksi Elias. "Kamu menjadikan aku samsak emosi kare
ng pucat. Dia menun
usaha, Elias. Aku
h kali ini. Dia sudah terlalu sering luluh. "Aku sudah memohon kamu untuk b
ma memutar-mutar cangkirnya. K
"Aku pergi. Aku ada b
lagi?" tanya Safira, suaranya
ntung. Kalau aku merasa rumah ini lebih nyam
itkan, tapi dia sudah enggak peduli lagi dengan rasa sa
s enggak menoleh ke belakang. Dia langsung masuk ke mob
rannya dipenuhi gambaran laporan kecelakaan dan w
bersalah, Safira yang menjauh. Elias yang mencoba, Elias yang lel
enggak bisa diisi dengan uang, enggak bisa diisi dengan kekag
wa keranjang besar penuh buah-buahan, rambutnya dikepang sederhana, dan dia tersenyum lebar p
ada kesederhanaan hidup gadis itu. I
menginjak gas, meninggalk
s profesional. Dia punya
sesuatu. Dia sedang mencari celah, sedikit cahaya, s
pi pencarian itu sudah dimulai. Kepergian dari kamar utama semalam adalah langkah pertama. La
an selanjutnya. Takdir yang akan memberinya senyum
suki ruangan yang dindingnya terbuat dari kaca, menghadap ke
komputer lagi. Kali ini, dia enggak membu
Dia enggak tahu berapa lama dia bisa bertahan dalam kebekuan ini, tapi yang jelas, malam ini,
poran keuangan yang baru saja dicetak. Aku cu
bisa bertahan hidup: berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja, sampai ada ses
n dari Safira. Mereka sudah resmi hidup dala