Istriku, Jaminan Bisnis Ayahku
/0/30628/coverbig.jpg?v=dda731e13e8af975c20a6d366c2f4586&imageMogr2/format/webp)
u berbaris rapi, menerangi mobil mewah hitam yang baru saja berbelo
memekakkan telinga, bukan karena tidak ada suara, tapi karena suara yang
umah ini megah, dingin, dan kaku, persis seperti museum di mana setiap sentuhan bisa merusak keindahan pals
k ada aroma masakan sisa makan malam. Hanya lampu remang-remang di ruang tengah
fir
ebih karena kebiasaan da
si sore tadi. Semua orang di sana menatapnya dengan kekaguman. Elias, si jenius finansial, yan
uali satu
lah suami. Safira adalah istri. Mereka berbagi nama bel
. Dia membelakangi Elias, menatap kegelapan di luar. Sebuah buku tebal terbuka di pangkuannya, tapi Elias ta
ias, suaranya berusaha terde
unya yang bergerak samar, entah
wab Safira, suaranya
ai. "Aku bilang tadi aku pulang
ilang, aku t
s, tapi dampaknya menghancurkan semua. Safira yang periang, yang selalu menyambutnya dengan pelukan dan bau sampo yang manis, hila
mencoba mengabaikannya. Malam i
makan sesuatu?" tan
ini buku di pangkuannya ditut
Kunci pemicu. Trivial
u, pakai acara nungguin aku, terus jawab ketus kayak gini?" Elias enggak bis
bukan marah, tapi terluka-dan luka
ca-kaca, tapi tatapannya menusuk. "Aku tungguin suami
engan jawaban yang akan membuatku merasa bersalah karena sudah pulang selarut ini!" Elias maju, berdiri di depan
e lantai. "Aku istri kamu, Elias. Bukan boneka yang bisa kamu simpan, ka
at dirimu! Kamu yang membentengi diri! Kamu yang mengunci diri di kamar
. "Kamu enggak pernah tahu bagaimana rasanya... kehilangan. Kamu enggak pernah mencoba!
tapi yang paling menyakitkan. Insiden itu, yang merenggut senyum Safira dan kehangatan rumah mereka, a
istriku! Aku kehilangan rumahku! Aku kehilangan masa depanku! Tapi apa yang aku lakukan? Aku tetap b
api dia buru-buru menyekanya, seolah tangisan it
ima aku yang sekarang, Elias," ujar Safira, suaranya berubah sedih dan m
tiap malam sebagai medan perang emosional!" Elias menunjuk ke arahnya. "Dua tahun, Safira! Dua tahun aku be
fira lebih keras daripada bentakan. Matanya
am, berusaha menguasai dirinya. "Kalau ini semua sa
i adalah undangan yang selalu dilemparkan Safira setiap kali mereka bertengkar. Undangan untuk menyer
alam ini, dia sudah samp
tenang. Ketenangan yang menakutkan, seperti badai yan
tidaknya berbalik dan pergi ke dapur untuk meredakan amarah. Tapi kali ini, Eli
a sedikit goyah, menyiratkan secercah ket
n kamu. Aku enggak akan melanggar janji pernikahan yang aku ucapkan. Tapi aku enggak bisa lagi berbagi k
k, berjalan m
eh. "Aku butuh bernapas. Aku butuh ketenangan yang
bisa pakai kamarmu. Lakukan apa pun yang
yang tebeku tadi, kini terlihat kosong. Dia berd
, dan rencana masa depan, Elias berdiri di depan lemari besar. I
a bingkai foto di nakas. Itu foto pernikahan mereka. Safira tersenyum lebar, matanya penuh janji. Eli
pantulan di kaca, bukan pada foto Safira. "Kamu yang memi
foto itu, membiarkannya
uara kunci itu bukan suara Safira mengunci dirinya di dalam,
nuju kamar tamu yang jarang dipakai, yang
elemparkan ranselnya ke lantai. Dia menyalakan lampu, yang si
yang menghasilkan jutaan dolar, yang dihormati di setiap ruangan, kini terasingkan di rumahnya sendi
ar sebentar. Tidak ada panggilan. Tidak ada pesan dari Safira. S
arau. "Setidaknya kita berdua da
ah itu ya
saat ia sibuk, tapi kini, dalam keheningan k
ma dua tahun, Safira menolaknya, tapi setidaknya dia masih ada di bawah satu ata
yang lama, yang ceria, yang suka melompat k
akit perut karena lelucon bodoh. Saat Safira pernah membawakan bekal makan siang ke kantornya, lengkap dengan surat
ia sudah memutuskan. Ini adalah malam pertama kemerdekaan
ng paling andal: angka. Dia tahu dia enggak akan tidur malam ini. Rasa
teringat lagi Safira. Apakah Safira
urusannya lagi. Safira memilih untuk me
aksakan perhatiannya pada grafik dan spreadsheet. Dia adalah
emilih untuk menyerah pada kebekuan rumah tangganya sendiri. Dia membiarkan dirinya hanyut dalam pekerjaan, sebuah tirai
. Bertahan sampai aku bisa menemu
yang polos, dan itu akan membawa konflik yang jauh lebih besar daripada sekadar perpisahan kamar. Ta
ntara kehidupannya sendiri berantakan dan tak berbentuk. Itu adalah puncak kebekuan, di mana dua