Dikhianati di Ranjang Pengantin
/0/30174/coverbig.jpg?v=3fce10af200491cc19356ae3f7a2b9fa&imageMogr2/format/webp)
tasi. Jenderal Wirya Atmaja, si empunya nama, sedang mengadakan jamuan besar-besaran, menyambut para kolega militer dan investor
m yang sederhana-pilihan termurah yang bisa dia temukan tan
enarik perhatian. Tapi bukan itu yang Aurora takuti. Yang dia takuti adalah mata s
saudari tiri yang usiany
rahan yang dia lontarkan. Sabrina mengenakan gaun merah menyala, mahal, dan jelas-jelas sengaja menyaingi sem
h kehadiran Aurora di pesta itu hanyalah noda yang tak sengaja tumpah di karpet mahal. Setelah Jenderal menikah
endirian
s untuk dipercaya. Aurora menoleh dan melihat Sabrina
ahat, Sab," jaw
eral, kita harus tampil ramah," kata Sabrina sambil meraih gelas champagne yang Au
Aku nggak minum alko
i," desak Sabrina, kali ini menyodorkan gelas baru berisi cairan kuning keemasan yang terlihat seperti
ina kali ini, entah kenapa, tampak tulus. Tulus
h," bisik Sabrina, m
. Dia tahu ayahnya benci melihatnya murung. D
idahnya, tapi disusul dengan sensasi hangat yang aneh, berbeda dari alkohol biasa. Rasa h
berbalik pergi untuk menyambut dua orang peting
h ringan. Tapi sensasi ringan itu dengan cepat berubah menjadi sensasi be
ini? pikirnya sambil men
raksasa yang kehilangan kendali. Suara orang-orang berdengung, seperti kawanan lebah yang
armer dingin, berharap hawa dingin itu
di pinggangnya, membantu menaha
uara Sabrina terdengar panik, tetapi ad
ucap Aurora terbata, berusaha fokus pada
h lihat, dia pasti marah. Kita ke kamar kamu
Mereka berjalan perlahan, melewati lorong mewah yang dipenuhi lukisan-lukisa
rlalu efektif. Aurora tidak bisa berpikir jernih. Satu-satunya
jati yang diukir rumit. Kamar Aurora ada di sayap timur, lebih dekat ke tangga pelayan. Kamar ini-k
tirahat yang tenang. Kamar ini kosong. Ayo, m
dominasi warna gelap-marun, emas, dan navy. Kamar itu dipe
kan sinyal bahaya terakhir yang mampu menembus kabu
bali ke nada aslinya yang keras dan ding
a sudah direncanakan, dan kamu, Aurora, kam
. Senyum itu mengandung dendam selama bertahun-tahun, cerminan
-kata kejam itu, Sabrina sudah menin
a sen
. Sensasi panas di tubuhnya kini tidak lagi pusing, melainkan berubah menjadi hasrat yang tak dapat dijela
uhnya jatuh ke atas seprai sutra hitam yang dingin. Se
angan gelap me
erlalu tenggelam dalam kabut hasrat yang menyiksa. Dia hanya mel
luhan. Wajahnya diselimuti bayangan, hanya matanya yang tajam dan gelap yang terlihat. Aurora tidak bis
lari, berteriak, atau minimal menutup dir
" Aurora berhasil ber
pi ranjang, menatap Aurora yang kini tak lebih d
uasi yang sudah tak bisa diselamatkan. Air matanya mulai mengalir, bukan ka
, dan kepanikan bercampur menjadi satu. D
ngar berat, seperti dia juga terjerumus dalam masalah yang tidak dia inginkan. Tapi dia
musk maskulin yang kuat, sentuhan tegas yang tidak memberi kesempatan, dan rasa sakit yang dengan c
k dari sela-sela tirai tebal mem
m, seperti dia baru saja ditabrak truk dan ditinggalkan di te
untuk menyadari dirinya tida
ampak kusut dan memiliki lipatan yang tidak seharusnya ada. Ada aroma pa
istrik. Sensasi panas. Sabrina. Gel
gera bangkit, gemetar ketakutan, dan menyadari bahwa dia be
akannya dengan tergesa-gesa. Air matanya mengalir deras, membasahi
kotor. Aku bena
mutar kunci. Terkunci. Dia mengetuk, memukul-mukul pin
apai puncaknya, pintu
sendiri. Di belakang mereka, berdiri dua orang pengawal pribadi Jendera
u, keras, dan penuh amarah. Matanya gelap, menatap Aurora s
ina, acting terkejut luar biasa. Suaranya diatur pada nada p
idak memeluk. Justru, dia meraih seprai sutra
si pria itu), dia pergi pagi-pagi sekali karena ada urusan mendadak
han, putriku! Kenapa kamu senekat ini,
ku. Dunia te
unci, tentang tipu daya Sabrina. Tapi suaranya tercekat. Bagaimana dia bisa membela diri k
ih Aurora, menatap ayahnya dengan
-nyala. Dia melihat ke belakang Aurora, ke arah kam
berbahaya, dan mematikan. "Saya besarkan kamu dengan kehormatan. Saya berikan kamu segalan
Aku tidak ta
mu putri yang murahan!" Jenderal Wirya melangkah maju. Ekspresinya tidak menunjukkan
nggelengk
juga selamanya. Bawa dia keluar dari rumah ini! Jangan biarkan dia
gkeram lengan Aurora. Kekuatan mere
ng melakukan ini!" teriak Aurora, berusaha meraih tangan a
a melewati lorong-lorong megah yang tiba-tiba ter
nyum kemenangan yang dingin dan kejam. Senyum y
ah. Dia diseret keluar, hanya dengan gaun hitam yang terkoyak
osot ke tanah. Tangisan histerisnya perlahan mereda, diga
ta, memeluk lututanmu, Sabrina. Dan aku akan mencari si
ang lama mati, digantikan ole