Surgaku Tak Lagi Sempurna
epala dan kakiku. Sayup – sayup ku dengar suara lantunan ayat – ay
dah dari semua suara yang pernah
membacakan surah – surah al qur'an dengan lelehan air mata di pipinya. Suaranya terkadang
nya adalah dua bulan yang lalu, saat aku pulang ke Jogja dan mengabari orang t
oleh mas Abyan aku merasakan ada sorot mata lain dari keduanya, seolah ada sesuatu yang be
tang pada acara keluarga mereka, hari itu tiba – tiba bapak dan ibuk menjadi t
patkan perlakuan yang begitu sangat baik, sama seperti orang tua yang lain, dimana mereka pasti akan sangat bangga saat men
liki menantu seorang dokter? Tentu saja orang tuaku juga menginginkan itu. Tapi mulai dari hari itu mereka sadar jika kami memi
na sempat mengenyam Pendidikan hingga sekolah menengah pertama meski
nti dari profesinya saat melahirkan anak kedua, dan papa mas Abyan adalah seorang pegawai negeri pada kementrian keuangan, anak pertama mereka yaitu mbak Arhesa lulusan S2 bisnis
buk dan bapak yang begitu senang karena keluarga mas Abyan mengundang mereka untuk da
, ibuk serta Syifa adikku melewati jalan panjang serta memakan waktu berjam – jam hingga sampai di Jakarta. Meskipun
nnya kala itu, "Kan mau bawa banyak oleh – oleh, moso (masa
perti para tetangga – tetangganya di Jogja yang kebanyakan adalah seorang petani atau paling banter yang mereka ang
julang tinggi hingga orang lain hampir tak dapat melihat bangunan rumah di dalamnya itu. Bapak dan ibuk seolah terdiam menatap r
"oleh – oleh" yang mereka bawa dibantu dengan pakde Bowo. "Oleh – oleh" berupa sekarung beras, satu tandan pisang dan beberapa mak
k. Mereka terheran dengan semua barang – barang yang dibawa oleh bapak dan ibu, seolah bertanya – tanya untuk apa datang
yan sendiri sangat baik serta ramah pada bapak dan ibuk, mereka berusaha untuk selalu melayani dengan baik bahkan sela
memang sangat tidak pantas berada di dalam lingkungan itu, hal yang lebih membuat para kerabat mas Abyan mencibir adalah saat dima
rta, pada malam harinya bapak memutuskan untuk langsung kembali ke Jogja tanpa meng
a saat setiap aku menelponnya. Bapak lebih memilih untuk menanyakan tentang perkembangan skri
i salah satu universitas negeri di Jakarta itu, kelulusanku yang semakin memantapkan mas Abyan untuk m
ee
rdengar di samping telinga kananku. Meski masih samar namun aku sangat mengenaln
disini Dee,
k barang seinci pun bahkan untuk menggerakkan ujung jariku pun ak
hingga kurasakan lagi sebuah aliran hebat pada kepalaku d
dan