Antara Dua Hati
hidangkan. Dengan sedikit gugup dia meletakan kembali cangki
i, Maida?" tanya lelaki paruh baya yang duduk berseberangan
g asing lagi bagi kedua orang tua Maida. Semenjak dulu, mereka telah mengenal Razi beserta latar belakangnya. Namun, menerima lama
atu-satunya, tetapi ... pernikahan bukanlah hal sembarangan. Ini terkait soal j
n tujuan pembicaraan Pak Rob
enyunggingkan senyum. "Kami tidak mengatakan bahwa Nak Razi tidak pantas bagi anak kami karena status
ur dari mulutnya, dia tiba-tiba membisu. Dia sadar akan keadaan dirinya yang hanya pegawai biasa di perusahaan papa Maida. Di situlah
n yang dikenalnya sejak SMP itu tak menunjukkan batang hidungnya. Padahal pemuda itu telah m
●
ngan dengan putri dari atasannya. Sejak SMA, keduanya sudah saling suka, dan teru
ebih tinggi dari Razi itu menghampiri. lalu mengajaknya k
aida sembari menatap waj
pa mengalihkan pandangan da
ah bilang kepadamu untuk menunggu dua atau tiga tahun lagi k
engembuskannya kasar. "Jadi itu
u menikah, bukankah kamu akan memaksaku memakai jilbab? Lantas aku harus hamil, mengurus
al yang lucu. "Jadi begitu ... baiklah. Bagaimana jika aku menikah dengan
u percaya hingga detik ini kamu masih mencintaiku, dan kamu ti
a. "Aku sudah mengajukan cuti selama seminggu
a mend
encanakan ini
●
p Bu Ratna seraya menempelkan kedu
Bu. Baru sekara
senang. Ayo duduk, ibu sudah
rolan santai pun mengalir antara keduanya sembari menikmati nasi liwet dan ayam
agaimana?" t
inumnya. Pemuda itu mengambil napas dan mengembusk
bisa menimang cucu," lanjut wa
. Wanita paruh baya itu mendesak putranya untuk segera menikah. Bahkan dirinya akan
bu ini bicara apa, sih? Ibu masih sehat, kuat, ibu ma
Ibu mohon, segeralah menikah!"
tak mau segera menikah, tetapi wanita yang dicint
damping hidup, ibu ingin menikahkanmu dengan Hana,
an
sini. Dengan telaten dia merawat ibu setiap hari. Ibu sudah menganggapnya sepert
na. Gadis berjilbab lebar itu bukan orang asing baginya, dia adalah
zi?" tanya Bu
sendiri? Apa dia mau
akin d
●
tak begitu sering dilewati kendaraan. Sekumpulan anak yang baru pulang mengaji berlari riang melewatinya. Dari k
," gu
sosok lelaki yang berdiri tak jau
lang?" t
as baginya setiap sore, dia mengajari
tanya gadis berj
i si
it pulang. "Kalau gitu, Hana p
aikumu
●
rparas tampan itu tak juga bisa terpejam
Lelaki itu bimbang, antara harus menuruti permintaan sang ibu, atau mem
itu mengurungkan niat untuk me
●
gan maskawin seperangkat alat salat dan emas seberat lima g
ah
ah
ikir, pemuda itu pun m
Ratna. Keinginan yang selama ini
i seperti pelarian baginya. Rasa sakit karena ditolak wanita yang dicinta, dan keinginannya untuk membahagiakan sang
pernikahan, maka berarti keduanya harus siap dengan segala konsekuensi dan tanggung jawab. Karena