Jangan Pernah Mengkhianatiku
/0/29395/coverbig.jpg?v=dcfb7aaab60b671da9ef4d6eecb60e1f&imageMogr2/format/webp)
erapa bagian. Suara hujan yang menimpa daun-daun hutan terdengar begitu keras, namun itu lebih ringan dibandingkan suara hatinya yang berdegup kencang kare
elalu seperti cambuk, setiap tatapan adalah hukuman, dan setiap sentuhan hanyalah pengingat bahwa ia hanyalah boneka dalam kehidupan orang lain. Arvella masih ingat malam itu:
u yang basah membuatnya tergelincir di jalanan licin, tapi rasa takut dan kemarahannya lebih besar daripada rasa sakit. Ia tidak pedupohonan tinggi menjulang seperti tembok alam yang menutupinya dari dunia yang kejam itu. Aroma tanah basah dan daun yang membusuk menguar di udara
s bertahan... aku harus kuat..." gumamnya pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh suara hujan dan angin. Namun, tu
ngan jelas. Dari balik bayangan pepohonan, seorang lelaki muncul. Tinggi, tegap, dengan tatapan tajam yang seakan menembus kegelapan. Tubuhnya berotot, dan ger
u," ucap lelaki itu pelan, tapi cuku
a menegang. "Si... siapa kamu?
neh tapi menenangkan. "Namaku Kael. K
uaranya nyaris berbisik. Ia merasa malu, meneteskan
ia tetap menjaga jarak. "Kamu tidak bisa tinggal di sini sendirian
uatu dalam tatapan Kael membuat hatinya sedikit tenang. Ia pun mengangguk perlahan. Kael mengangkat alisnya, kemudian m
Arvella dengan hati-hati, menenangkan setiap langkahnya. Suara hujan mulai mereda saat mereka masuk lebih dalam ke hutan. Di ten
esok, kita akan mencari tempat yang lebih aman. Tapi
kasih... Kael..." suara itu hampir berbisik, tapi terasa penuh rasa syukur. Ia mer
jebakan sederhana untuk menangkap hewan kecil, dan memahami tanda-tanda alam. Arvella belajar lebih cepat dari yang ia kira, meski tubuhnya masih ser
ntang masa lalunya, tapi caranya melindungi dan menuntun Arvella membuat hatinya perlahan terbuka. Ia mulai merasakan perasaa
vella menatap wajah Kael yang terpancar cahaya senja. "K
erbeda. Ada sesuatu dalam dirimu yang tidak boleh hilang begitu saja. Ka
api yang selama ini terkubur oleh penderitaan. Ia ingin mempercayai Kael, ingin belajar dari lelaki ini, ingin
buahan liar, bahkan belajar menahan rasa lapar dan dingin. Namun, di balik semua pembelajaran itu, pikirannya tidak pernah jauh dari m
han yang ia simpan selama bertahun-tahun kini menjadi bahan bakar untuk bertahan hidup. Ia ingin mencari jawaban
orang yang perlahan mencuri hatinya. Arvella merasa campur aduk: takut kehilangan lelaki ini, t
an berbisik pada dirinya sendiri, "Aku akan bertahan... Aku akan menjadi kuat... dan suatu hari, aku
untuk menemukan dirinya sendiri, menghadapi trauma yang menahan langkahnya, dan bersiap untuk menghadapi dunia yang penuh tipu daya dan ba
hu apa yang menunggu esok hari, tapi satu hal yang pasti-ia tidak akan membiarkan dirinya hancur lagi