When We Were In Love
ngat kontras dengan matanya yang berwarna coklat hazel. Bentuk hidungnya terpahat sempurna dengan bibir tipis dan rahang tajam. Tubuhnya yang tin
wajah. Ia memang terkadang bersikap manja dan kekanak-kanakan tapi nilai olahraga dan prestasi akademiknya selalu mas
gkuh jika mereka sadar kalau dirinya tampan. Tapi setelah mengenal sosok Douglas selama tiga tahun, Alice tahu kalau ia adalah pria y
_
_
Al
. Tidak ada lagi air mata yang menetes. Semua sudah tumpah saat menemani ibuku di rumah sakit selama berbulan-bulan.
gguk dan tersenyum lemah. Lalu Chloe memelukku erat seperti mencoba untuk menguatkanku. Aku tahu pelukannya tulus tapi entah k
melihat sekeliling. Rumahku sudah sepi. Hanya tinggal beberapa kerabat yang ma
hku. Ayahku hanya mengangguk dan tidak banyak bertanya, m
nuju sebuah pohon besar yang rindang. Aku duduk di sana sendirian, hanya diam
menadahkan tanganku ke atas, berusaha untuk menggenggam tetesan airnya me
membuat dadaku terasa sesak. Air mata yang aku kira sudah habis ternyata hanya tertahan dan akhirnya tumpah. Aku menangis sesenggukan di bawah hujan, melipat
i membasahi tubuhku. Aku mendongakkan kepala dan terkejut melihat sosok Douglas yang sedan
ar kedinginan. "Bodoh, sedang apa kau di sini?" ter
tidak menghiraukan permintaanku. Ia meng
edang bersedih aku tidak punya tenaga sama sekali. Akhirnya aku pasrah mengikutinya berlari. Kam
ar. Douglas menghampiriku dan mengeluarkan sapu tangan
perti yang biasa dilakukannya
erbuat dari apa si
ebodoh ini" lanjut Douglas
pohon saat hujan besar seperti ini. Apa
membantah perkataannya sama sekali seperti yang biasa aku laku
dan mengambil sapu tangan dari tanganku. Douglas mengusap pipiku yang basah. Enta
n berbuat sesuatu yang bisa membahayakan nyawamu sendiri." Nada su
saat ini situasinya tidak seperti ini mungkin aku akan
unggungnya yang lebar. Tidak mengerti apa yang sedang ia lakukan. "Jangan men
punggungku untukmu. Kau bisa menangis sepuasn
ang sudah berhenti akhirnya keluar lagi. Aku menyandar
rasa sesak. Douglas tidak mengatakan apapun dan hanya menatap ke depan. Kemejanya
urku. Douglas mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Dia mengatakan akan mengantarku pula
ampai di depan rumahku, sudah sadar de
pa mandi air hangat" sa
Douglas sama sekali tidak berger
tanyaku
apa yang tahu kalau kau akan pergi lagi dan melakuk
ra masuk ke dalam rumah, sebelum menutup pintu aku melambaikan tanga
ua dan melihat Douglas yang berjalan pulang. Aku memperhatikan sosoknya sampa
uglas tidak masuk s