Suamiku Menghamili Sahabatku
/0/28888/coverbig.jpg?v=4e31289b508bd6e19661a8b1cabe847f&imageMogr2/format/webp)
-hari sebelumnya, penuh dengan perjuangan. Pekerjaan paruh waktunya di kafe tidak cukup untuk menutupi tagihan bulanan, apalagi kebutuhan sehari-hari. Dompetnya tipis, dan
: "Aku punya rencana, tapi aku butuh kamu. Bisa nggak kamu bantu aku?" Kara menghela napas panjang. Sejujurnya, dia tahu rencana
Kali ini, rencananya lebih berani daripada sebelumnya. Nadia ingin menjaga keluarganya tetap utuh. Ayahnya, Ryan, yang sudah bercerai dari ibu Nadia be
ang ramai beberapa hari lalu. Matanya bersinar dengan tekad yang sama seperti ketika mere
n membuatnya ragu terhadap calon istrinya. Imbalannya? Uang yang cukup besar untuk menutu
ahabatnya sendiri? Tapi, saat pulang dan melihat tagihan listrik yang menumpuk, telepon yang te
" gumam Kara pada dirinya sendiri di
paruh baya yang tampan dengan aura tenang dan penuh wibawa, sedang duduk di bangku sambil membaca koran. Rambutnya sedikit be
emulai dengan suarata cokelat hangat. "Ya, kamu sia
tersenyum sehangat mungkin. "Nama
jah Ryan. "Oh, Nadia. Aku d
n kecurigaan. Mereka berbicara tentang hal-hal ringan-cuaca, taman, bahkan kopi yang baru dibeli Kara di kafe terdekat. Namun, di balik kata-kata itu, Kara
ekadar berbincang di taman. Setiap interaksi kecil diperhitungkan, setiap senyum atau tawa dimanfaatkan untuk membangun kedekatan. Kara mulai merasakan
Kara berbunyi, dan di ujung sana terdengar suara sahabatnya yang te
awa ketika melihat anak-anak bermain di taman, atau cara dia memperhatikan orang-orang di sekitarnya dengan penuh k
ra percakapan mereka semakin pribadi. Ryan bercerita tentang masa lalunya, tentang perceraian yang menyakitkan, tentang rasa sepi yang ia rasakan meski dikelilin
ta Ryan dengan suara rendah, seolah berbicara pada dir
isa saja digunakan sebagai alat dalam rencananya, tapi rasanya mustahil u
ersalah yang mendalam karena merencanakan manipulasi. Di sisi lain, ada ra
on Kara, bertanya pendapatnya, bahkan meminta saran tentang hal-hal pribadi. Kara merasa berada di posisi yang berbahaya. Setiap senyum
akstabilan sahabatnya melalui pesan-pesan singkat yang tidak seperti biasanya. Suatu malam, Nadia mengirim pesa
cang. Ia tahu ini peringatan terakhir dari Nadia, t
im piatu yang dekat dengannya. Saat berada di ruang tamu yang luas, Kara menyadari sesuatu: kedekatan mereka sudah melampaui sekadar "strategi". Sentuh
sini," kata Ryan tiba-tiba, su
i perasaan yang mulai sulit ia kendali
idak lagi jelas. Perasaan yang seharusnya tertahan kini mulai menuntut perhatian. Persahabatan dan rencana Nadia berada di ambang kehancu
ati Kara, badai baru justru mulai terbentuk. Sebuah badai yang akan menguji batasan moral, persahabatan