Aku Menikah dengan Pria yang Masih Mencintai Mantannya
an dari orang-orang yang dilewatinya di jalan seperti menembus hatinya, menilai, menghakimi. Gosip te
diri, mengingat kata-kat
uhi keputusanmu. Ini tentang hidupmu, bu
dan melangkah ke mobil. Hatinya berdebar saat memikirkan hari yang akan dihadapinya: rapat p
impati yang dipaksakan. Beberapa terdengar berbisik ketika ia lewat, seakan membicarakan setiap gerak-geriknya. Al
gan ekspresi khawatir. "Alik... kau s
ku harus. Aku tidak bisa t
ng, dan Alika harus menjadi wakil perusahaan. Ketika ia memasuki ruangan rapat, b
ka," bisik salah satu ko
n air mata. "Mari kita fokus pada rapat hari ini," katanya tegas. Sua
ar membuat beberapa rekan kerja dan atasan mempertanyakan profesionalismenya. Ia merasa ter
erti dunia menentangnya dari segala arah. Ia menutup laptop, menarik napas panjang, dan menatap fot
lega tidak bertahan lama. Di jalan, seorang tetan
ar... apakah benar kau
ami sudah memutuskan ini. Semo
tanyaan yang menusuk hati. Alika merasakan tekanan
a cepat. "Daffa... kita harus bicara. Kau harus menjaga citramu,
di dadanya. "Ayah... aku tahu. Tapi aku tidak bisa memaksa
fa. Dunia ini tidak mudah. Setiap langkahmu akan
i muncul. Kata-kata yang tertahan selama beberapa hari ki
eperti dunia menentang kita! Setiap orang menatap kita,
Daffa! Aku harus menghadapi tatapan, komentar, dan bisik-bi
k jam dinding. Mereka duduk diam, menahan napas, menyadari bahwa pertarungan ini
nyebarkan komentar yang tidak sepenuhnya benar, dan anggota keluarga tetap menekan mereka untuk mengubah keputusan. Al
elap-kelip. Rintik hujan menempel di kaca jendela, membasahi sedikit rambutnya. Ia merasakan dingin menem
sa jauh, tapi ia tahu, cinta yang pernah ada tidak akan hilang begitu saja. Ia menut
"Alik... Daffa... apakah kalian benar-benar yakin dengan keputusan ini? Duni
"Kami siap. Ini keputusan kami,
ihatin. "Aku hanya berharap kalian bisa bertahan. Dunia di luar sana tid
a sinis, tetangga menyebarkan gosip, dan anggota keluarga tetap mencoba memengaruhi keputusan merek
ta yang berkelap-kelip. Ia merasakan dingin menembus tulangnya, tapi juga a
foto itu tampak seperti kenangan dari dunia lain. Ia menutup mata, mene
n meniru ketegangan yang membelenggu hatinya. Alika duduk di meja makan, menatap secangkir kopi yang mulai dingin. P
t... untuk diriku sendiri," gumamnya. Suara hati yang bergetar itu
Alika mengangkatnya dengan tangan gemetar.
ai ke media sosial dan grup-grup keluarga besar. Beberapa ora
kan dadanya. "Aku tahu... dan aku tidak bisa terus l
rtanyakan profesionalismenya, dan beberapa klien mulai memberi komentar samar yang menimbulkan rasa malu. Ia men
ya sendiri. "Kenapa keputusan pribadi ha
ri biasanya. "Daffa... kau harus bicara dengan keluarga dan tetangga. Mereka ingin
... aku sudah melakukan yang terbaik. Tapi aku tidak bisa mema
engerti, dunia ini tidak mudah. Setiap langkahmu akan diperhatikan, dan set
arak mereka terasa begitu jauh, meski secara fisik duduk berdampingan. Kata-kata yang te
Aku harus menghadapi tatapan, komentar, bisik-bisik
! Tapi kau juga harus mengerti bagaimana rasanya berada di posisiku
menambah suasana mencekam. Suara rintik hujan di jendela, gemericik
nada ingin tahu, beberapa rekan kerja bersikap canggung, dan komentar samar menyebar di mana-mana.
apakah kalian benar-benar yakin dengan keputusan ini? Dunia akan men
"Kami siap. Ini keputusan kami,
ihatin. "Aku hanya berharap kalian bisa bertahan. Dunia di luar sana tid
n menempel di kaca jendela, membasahi sedikit rambutnya. Ia merasakan dingin menembus tulangnya,
sa jauh, tapi ia tahu, cinta yang pernah ada tidak akan hilang begitu saja. Ia menut
foto lama, komentar samar, dan rumor mulai menyebar ke berbagai grup keluarga, kantor, dan tetan
terasa hancur oleh komentar dan gosip yang beredar. R
ruhi keputusanmu. Ini tentang hidupmu, bukan tentang apa yang
ku tahu, Rina... tapi rasanya dunia ini terlalu kejam. Se
perpisahannya, beberapa rekan kerja bersikap sinis, dan beberapa atasan memberi komentar samar yang me
n nada lebih tegas. "Kalian harus bicara dengan publik. Dunia ingin tahu, dan kalian tidak
kanan biasa. Dunia luar menuntut mereka membuat keputusan yang tegas, d
n pertarungan batin yang berat. Alika belajar menahan rasa sakit, menjaga citra, dan menghadapi tata
a. Ia menutup mata, merasakan dingin menembus tulang, tapi juga ada ra
han mereka, menutup mata, dan berbisik, "A