Aku Menikah dengan Pria yang Masih Mencintai Mantannya
/0/28886/coverbig.jpg?v=990aa4b0743153405a92edba20938b8d&imageMogr2/format/webp)
rdengar detak jam dinding yang tak beraturan dan sesekali suara mobil melintas di jalan depan rumah. Tapi bagi Alika, keheningan itu le
tertawa lepas, kini menjadi sumber luka yang tak terlihat. Ia ingat hari-hari awal mereka menikah, ketika setiap senyum Daffa seolah menyinari seluruh dunianya.
irnya terdengar dari rua
us menakutkan. Ia menutup matanya sejenak, mengumpulkan keberanian. "Aku di sini
atap Alika tanpa berkedip. Ada kerutan di dahinya, tapi bukan marah. Lebih pa
anya akhirnya, suaranya ren
a... kita perlu bicara, Daffa. Tenta
jendela, menatap keluar seolah mencari jawaban dari lang
Aku merasa kita... kita sudah terlalu jauh berbeda. Aku sudah mencoba bertahan, mencoba mengerti, tapi
u yang berubah di Alika, sesuatu yang membu
tubuhnya. "Aku ingin mengakhiri ini... perni
antam jendela hatinya, pecah menjadi ribuan kepingan kecil. "Berpisah... maksudmu sudah memikirkannya panjang. Aku tidak bisa lagi terus hidup dalam
tetap tinggal, tapi hatinya sendiri juga sedang bergelut. Mereka menikah dengan cinta, bukan karena keterpaksaan. Dan cinta
katanya akhirnya, suaranya serak. "Tapi... ak
iapa yang gagal. Kita hanya... tidak cocok, itulah kenyataannya. Kita terlalu
k menyangka kau akan berkata seperti ini. Aku selalu berharap kita bisa me
n rasa hormat dan sayang yang tersisa, meski hatinya remuk. "Daffa... aku tetap menghargaimu. Aku tetap p
memerah, suaranya serak. "Kau...
rtahan... tapi aku lelah. Aku ingin hidup dengan tenang, tanpa terus mera
a-kata Alika yang membuatnya sadar bahwa memaksa hubungan ini tetap bertahan hanya akan
ga, sedih, dan hampa sekaligus. "Terima k
eheningan yang berat, penuh penerimaan. Keduanya tahu, perjalanan rumah tangga mereka telah sampai di ujung
"Aku... aku akan tetap peduli padamu,
. "Aku juga, Daffa. Aku juga akan tetap pe
hit yang harus diterima. Dan di luar jendela, malam menyelimuti rumah itu dengan dingin, seakan mene
an yang tersisa, dan menghadapi kenyataan bahwa ia tidak akan lagi melihat Daffa setiap hari. Setiap langkah terasa bera
ap kali melihat Alika, hatinya terasa tersayat. Ia sadar bahwa perpisahan ini adalah hal terbaik, tapi itu tidak membuat rasa sak
bergolak. Kadang Alika menangis diam-diam di kamarnya, merindukan kebahagiaan yang dulu mereka miliki. K
eka, melainkan awal baru. Mereka harus belajar hidup tanpa saling menyakiti, menghargai waktu
reka akan mampu memandang satu sama lain dengan damai, tanpa dendam, tanpa penyesala
lip pelan, seolah memberikan ketenangan yang ia butuhkan. Ia menarik napas d
dingin. Ia menatap ke luar jendela, menatap langit yang sama, dan dalam hatinya
apan. Sebuah perjalanan panjang yang akan menguji keteguhan hati, kesabara