Aku Menikah dengan Pria yang Masih Mencintai Mantannya
nya, seakan alam pun menahan napas, menunggu ledakan emosi yang mungkin terjadi. Alika duduk di meja makan, menatap secangkir teh yang mulai dingin. P
fa masuk, wajahnya kusut dan lelah. Alika menatapnya, mencoba menah
k yang nyata antara mereka, meski sec
erlu bicara... tentang kemarin. Tentang semua
adi. Gosip, tatapan, komentar... semuanya membuatku tersiksa. Tapi aku tidak b
au terluka... tapi aku juga tidak bisa menahan diri saat mendengar koment
ini seakan menilai kita, bukan keputusan kita sendiri.
u tidak tahu bagaimana caranya tetap tenang saat semua orang m
u juga tersiksa... tapi kita tidak bisa membiarkan dunia menghan
etar keras. Sebuah pesan mas
pisah dari Daffa? Kenapa? Apa yang terjadi pada kalian berdua? Kau
up mata, menarik napas dalam-dalam. "Ini tidak mudah
. Ini keputusan yang tepat untuk kami
n Daffa menatap satu sama lain sebelum Daffa berdiri dan membuka pintu. Ternyata, Hendra Ard
izin. "Aku tidak bisa membiarkan hal ini berlarut-larut. Alika,
ku menghargai perhatian Bapak. Tapi keputusan ini adalah ke
uarga, reputasi, dan masa depan Daffa-semuanya bisa rusak jika keputusan ini terus dijalankan. Kau pikir oran
in memuncak. "Ayah... aku tahu ini sulit. Tapi aku tidak bisa mem
au benar-benar memahami apa artinya ini? Kau akan menjadi pusat perhatian, gosip, bahkan
ndra. Aku hanya ingin hidup dengan tenang... tanpa
n amarah dan kesedihan sekaligus. "Ayah... aku tidak ingin k
ingin kalian sadar akan risiko yang kalian ambil. Dunia ini tid
ak. Tapi aku tidak bisa terus hidup dalam p
dengar samar dari beberapa orang, dan gosip mulai beredar lebih cepat daripada yang mereka duga. Alika mer
ruang tamu. Daffa merasa tekanan dari luar semakin berat, sementa
ama kalinya sejak minggu-minggu terakhir. "Setiap orang menatap kita,
harus menghadapi tatapan, komentar, dan bisik-bisik orang-orang... tapi kau t
ku peduli... tapi aku juga manusia, Alik! Aku bukan ro
am dinding yang begitu nyata. Mereka tahu, pertengkaran ini bukan hanya soal kata-kata,
berani digenggam. "Aku... aku hanya ingin kita tetap tegar, Daffa. Mesk
rasanya begitu sulit. Dunia ini menekan kita terlalu keras, dan aku t
tahu, pertarungan emosional ini baru permulaan. Dunia luar, gosip
eka akan menemukan cara untuk tetap kuat, belajar menerima kenyataan, dan me
mpel di kaca jendela. Ia merasakan dingin menembus tulangnya, tapi juga ada ke
n. Senyum mereka di foto itu terasa jauh, tapi ia tahu, cinta yang pernah ada tidak akan hilang begit
tik membuat jalanan basah licin. Alika berdiri di jendela, menatap jalan di bawah rumahnya, menya
ar. Sebuah pesan
udah sampai ke beberapa orang penting. Mereka mulai membicarakan ka
u... dan aku sudah menyiapkan diri. Ta
seakan diiringi tatapan penasaran, komentar samar, dan bisik-bisik tetangga. Ia menunduk, menahan rasa malu dan sakit hat
nghadapi pertanyaan dari rekan kerja dan atasan. Beberapa komentar yang terdengar santai namun pe
harus bicara. Aku dengar beberapa orang mulai mempertanyakan keputusan kalian. Kau h
di foto itu tampak jauh, seakan milik dunia lain. Ia merasakan rasa sakit yang
il melewati tatapan orang-orang, tapi lelah karena tekanan yang terus menghantui. Begitu sampa
yang dipaksakan. "Alik... aku dengar kabar... apakah
gar. "Iya... kami sudah memutuskan in
seperti ini akan terus berdatangan. Dunia luar seolah m
mu, wajahnya terlihat tegang dan lelah. "Alik... kita harus bicara. Aku tidak bisa lagi mena
sama, Daffa! Tapi kita tidak bisa saling menyalahkan. Dunia luar a
n deras, menimbulkan luka yang lebih dalam. "Kau tidak mengerti rasaku, Alik!" ter
i kau tidak peduli bagaimana rasanya menjadi pusat perhatian, menjadi bah
dinding yang semakin terasa. Mereka duduk diam, menahan napas, menyadari bahwa pertarun
uarga memberi komentar yang seakan menghakimi, dan teman-teman di kantor bersikap canggung atau bahkan sinis. Alik
iapkan makan malam, ponselnya berg
ebarkan cerita yang tidak benar tentangmu. Ja
atnya benar. Dunia luar tidak akan membiarkan keputusan mereka b
sa jauh, tapi ia tahu, cinta yang pernah ada tidak akan hilang begitu saja. Ia menut
udutkan. "Alik... Daffa... apakah kalian benar-benar yakin dengan keputusan ini? Kau tahu, ini ak
"Kami siap. Ini keputusan kami,
ihatin. "Aku hanya berharap kalian bisa bertahan. Dunia di luar sana tid
ngga mulai menyebarkan gosip yang tidak sepenuhnya benar, dan beberapa anggota keluarga tetap mencoba memengaruhi keputusan me
i kejauhan. Rintik hujan menempel di kaca jendela, membasahi sedikit rambutnya. Ia merasakan dingin menem
foto itu tampak seperti kenangan dari dunia lain. Ia menutup mata, mene