Gundik Suamiku
a suamiku," ucapku pada Ibu-ibu arisan yang biasa disebut Jeng. Seraya
Kepo dong kita-kita, iya nggak Jeng?" sahut Jen
ang, cuman 400 jutaan harganya,
paham dong mana yang asli dan mana yang bukan." kali ini Jeng Marisa yang menimpali. Di
n dengan percaya diri menunjukkan cincin ini pada mereka. Biar bungkam mulutny
t cincin ini. Tak segan. Aku pun me
an benda cantik itu ke telapak tangan Jeng
saat kemu
k beda gitu, kalau asli mah udah terpancar cetar gitu, meski nggak pake
g mengejekku. Aku pun tak percaya dengan yang dibilang Jeng Selin. Nggak mungkin cincin ini pa
n asal ngomong ya, nggak mungkin suami sa
a saya yang salah menilai ya, Jeng." Jeng Selin bicara lagi. Sedangkan
k aku berad
mit pulang dulu, gerah la
a ngobrol-ngobrol lagi ya
apinya deng
Tujuanku hendak ke toko berlian. Untuk mema
an toko berlian yang cukup terkenal di ko
u palsu?" tanya
bisa tahu harganya dan di mana belinya," tambah
emakin menjadi. Kuputuskan untuk
ega sekali Mas Ari membe
an surat itu padaku. Jikalaupun ada, pasti ini asli. Dan jika tak ada, memang dia
di sini. Kebetulan juga Mas Ari sedang di kantor. Aku jadi le
tam pekat tersebut. Tepat di saku sebelah kiri. Ada sesuatu yan
arna merah membu
n membuat mata ini hendak
cin berlian? Ini untuk siapa? Kenapa mirip sekali denga
a Marisa? Marisa siapa? Jangan-jangan Mas Ari selingkuh sama Marisa lagi? Lagian tadi dia
dah jelas. Mas Ari
ya, tapi ini
ini. Dan merogoh lagi saku
Lantas aku membacanya. Dengan
ima puluh juta di sana. Le
Ingin sekali membogem mul
ingkuhan. Bagiku lelaki tukang selingkuh i
ini kembali ke tempatnya semula. A
i berbeda dari aslinya. Atau ... lebih baik aku ukir saja cincin KW milikku dan menukarnya. Enak saja! Aku dikasih barang palsu. Sedang
ma pulangnya. Cepat kusambar tas yang tergelak di atas meja rias. Dan memasukan cincin ini ke dalamnya. Aku harus buru-buru pergi ke tempat temanku
n juga, akan kupermalukan Marisa dengan cincin palsu yang nanti kutukar ini. Biar tahu rasa dia! Aku juga baru ingat, besok 'kan ad
gi ke tempat temanku. Yang jaraknya lumayan de
pai di toko aksesoris, alias toko emas KW yang
adifa, teman semasa kecil dan hingga sekarang kami masih berhubung
ya menggapai cincin yang sedari tadi menggambang di awang. Ia me
surat palsu yang sama dengan surat ini." jelasku rinci. Nadif mengangguk paham
membeliak melihat nama yang tert
Namun, inikah rasanya mengambil barang diam-diam. Kalau dibilang maling sih, bukan. Tetapi, apa ya, namanya? Jika mengambil barang tanpa izin. Ah, biarlah, kurasa ini hakku. Enak
nya Marisa?" tanyanya lagi. Ampun deh, selain bawel, w
jelasin. Ini menyangkut ma
ia berhenti nyerocos dan mengerjakan keinginanku. "tunggu ya, aku
lang di depanku. Namun sama sekali tak mengurangi getir di dalam hati. Toko milik Nadif lumayan besar, ia punya lima karyawan. Tad
unanku terbuyar mendengar suara Nadif yang agak cempreng. Gegas kuh
an
'kan? Nadif gitu loh." ia
emariku sibuk mengangkat cinci
adif. Kuakui, semua memang mirip sekali. Rasain kamu Marisa, pake barang KW. Ngga
r!" decih Nadif s
u-buru pulang nih," semua barang-barang penting ini
ar teriakan Nadif sebelum
ini membelah jalanan k
utempati. Mobil Mas Ari sudah terparkir di sana. Itu a
sam