Gundik Suamiku
buncah. Hingga kuputuskan un
Benakku terus bertanya, ada apa an
lama. Pak Slamet menutup sambungan teleponnya.
h sa
yang s
lu menyalakan mesinnya. Terlihat ia
segera bergeser ke arahku. Cepat kulangkahkan kaki men
ar dari pagar dan terp
tuk mengambil kunci mobil. Rencanaku adalah, mengi
tas berlari cepat menuju bufet yang berada di ruang tengah
ke garasi depan. Kalau tidak cepat, bisa-
lingukan memperhatikan jalan yang bercabang. Sosok Pak Slamet
al! Jika aku kehilangan jejaknya. Maka aku juga akan
gusar, kecewa dengan keadaan yang tak berpihak. Karena sudah hampir
ihat seseorang yang mirip Pak Slamet beserta motornya. Lelaki itu me
kini, aku tengah menguntiti motor itu. Untuk me
, kini posisiku agak dekat dengan Pak slamet. Hanya terhalang sat
atikan
Pak Slamet. Kebetulan
lega sekarang. Apa yang seda
la berwarna merah berubah menjadi hijau. Pak Slam
lakang Pak Slamet dengan
Pak Slamet belok
lu pernah aku di rawat di rumah sakit ini karena
a. Sebelum ia masuk rumah sakit, lelaki berba
t! D
iba-tiba bergetar diiringi nada der
ulur hendak merogoh tas yang tergelak di bangku samping. Tetap dengan mat
ta isinya. Semua isi dalam tas itu berserakan di kolong bawah, termasuk gawaiku yang masih berbunyi. Gegas kuraih benda pipih yang
g kedua kalinya. Kuedarkan pandangan mata ke seluruh penjuru
masuk rumah sa
ke gerbang depan rumah sakit. Di seberang dekat lorong, ada admin bagian rese
gan busana syar'i yang tak asing lagi. Karena memang sebelumnya, kemarin
mat yang tepat menggambarkan keadaan saat ini. Di mana aku tengah
osca. Wanita yang tak lain adalah resepsionis rumah
ng. Marisa nampak mengangguk pa
anyaan. Pak Slame
jung kelihatan jug
a ruang
ng di telinga. Lantas kuberb
ula. Karena seseorang yang berbicara tad
rsama dengan Pak Slamet. Untung saja aku mem
di gerbang depan. Pantas saja aku ta
amet menunjuk jalan yang tepat berada s
an wajah datar nan rupawan. Meski Mas Ari jarang tersenyum, namun ketampanann
Entah ke mana tujuan mereka. Yang jelas, sudah sekitar sepu
mengacungkan telapak tangannya ke arah pin
amun ia lantas masuk ke dalam ruangan s
Situasi ini yang membuatku kian bingung. Pasalnya, tak ada cela tempat
ikirkan, bagaimana cara agar aku dapat mengetahui apa yang sedang berlangsung di antara me
ertutup gorden berwarna biru. Menelisik rinci
awat tengah melaju ke arah sini, sembari membawa nampan berisi obat-obatan. Gegas ku
dalam ruangan dan m
r masuk ruangan, di mana dalam ruangan i
tidak menutupnya rapat. Hingga hembusan hawa dingin AC d
membuat bibirku mengatup rapat. Hatiku begitu tersayat melihat orang-orang di depan sana
pelupuk mata tanpa kupinta. Jelas aku terluka akan hal ini. Karena di ruan
g di atas bangsal. Tepat di tengah-tengah orang-orang itu. Sedangkan Marisa, k
erawat tadi memberikan beberapa
ngguk. Dan Marisa membantunya mengangk
selang oksigen yang terpasang di hidung wanita renta y
ang. Sebelum waktu Ibu habis." lirih wanita yang menyeb
pat. Jika Mas Ari mengiyakan permintaan ibunya Marisa. Benar-benar lelaki tak tahu diuntung dia
i, sukses menghancurkan hatiku. Meski aku sudah berusaha tegar semenjak kutemukan cincin itu. Kend
idak diinginkan karena Pak Ari tidak izin istri pertama Anda, itu bukan urusan saya," tukas penghulu menjelaskan. Jadi, Mas Ari hanya menikah siri. Pan
gerti." jawab Mas A
meski sudah lumayan lama tangan lelaki berpeci itu mengambang di udara. Dan juga, perawat itu mungkin masih kerabatn
aku masuk dan mengobrak-abrik semua. Menggagalkan pernikahan Mas Ari. Tanganku juga sudah meng
muanya. Toh, semua harta juga
jang. Bersiaplah
saya nikah
p!" tarikan keras di lengan kan