Hancur Karena Cinta yang Berkhianat
/0/28486/coverbig.jpg?v=e6aa0b59babc32dbe139f109022f00c5&imageMogr2/format/webp)
kencang, campuran antara kegembiraan dan ketegangan. Tiga tahun menikah, tiga tahun ia menunggu saat y
an perutnya yang mulai membulat, seakan ingin memastikan bahwa kehidupan kecil di dalam s
yang hangat, rumah yang dipenuhi tawa anak-anak. Namun, Aluna selalu menahan diri. Kariernya di dunia periklanan baru saja menanja
hagia itu secara langsung, bukan hanya melalui telepon atau pesan. Ia memilih pakaian sederhana-blus putih dan rok midi hit
a masuk melalui pintu utama dan menyapa satpam dengan senyum hangat. "Selamat sia
lu mengangguk. "Silakan, Bu Aluna
pada Raka-suaminya yang dingin tapi penuh pesona, sosok yang selalu membuatnya merasa aman.
tubuhnya membeku. Ruang kerjanya luas, dengan meja kayu besar di tengah. Cahaya matahari masuk
ngkuannya, seorang gadis kecil duduk sambil tertawa riang. Rambutnya hitam
"Apa... apa yang aku
mbil sesekali menatap gadis kecil di pangkuannya. Ada tawa ringan yang terdengar, momen han
adanya. Ia merasa perutnya seperti dihantam gelombang badai. Perlahan, ia
, tapi bukan rasa bersalah yang terlihat. Hanya kejutan yang dingin, kosong. Ia me
ada nada yang tajam di ujungnya.
ku hamil," suaranya hampir tak terdengar, tapi penuh harap.
g ia bayangkan. Raka menatapnya tanpa berkedip, lalu menatap wanita dan gadis
n nada dingin, memutus kata-kata Aluna
k yang akan segera hilang. Tapi kenyataan menamparnya begitu keras. "Berpisah...
... aku tidak bisa lagi berpura-pura," katanya. Tidak ada penjelasan,
untuk tidak menangis di depan mereka. Ia harus tetap kuat. Ia berjalan mundur perla
lemas, tapi pikirannya masih kacau. Bagaimana bisa Raka, suami yang selalu ia percayai sepenuh hati, mengkh
merasakan gerakan kecil di perutnya, hatinya campur aduk antara rasa sayang dan sakit. Ia menyadari satu hal yang mengerik
lam kekosongan kasih sayang. Ia harus kuat, harus mandiri, dan suatu hari nanti
setiap rasa sakit yang ia rasakan, berubah menjadi tekad yang tak tergoyahkan. Ia a
us. "Tenang, Nak. Ibu akan selalu ada untukmu. Tidak pedu
hanya menghancurkan pernikahan mereka, tapi juga membuka jalan bagi kekuatan baru dalam dirinya-seorang w
terasa pahit, seolah mengingatkan Aluna pada kekosongan yang kini memenuhi hidupnya. Ia duduk di tepi tempat tidur, menatap tangan yang me
sejak ia menyaksikan suaminya tersenyum hangat pada wanita lain dan anak kecil yang bukan darah dagingnya sendiri. Hati Alun
, menyapu lantai, dan menata kamar tidur dengan rapi. Setiap gerakan sederhana itu memberinya rasa kontrol, sesuatu ya
mbawa semua energi dan perhatian ke kantor. Tubuhnya lelah lebih cepat, dan kadang rasa mual muncul tiba-tiba, membuatnya harus menepi
akukan pemeriksaan rutin ke dokter kandungan. Dokter selalu tersenyum ramah dan memberinya dorongan. "Aluna, jangan terlalu khawatir. J
yang ia lihat di kantor, dan masa depan anaknya sendiri. Bagaimana mungkin ia bisa membesarkan seorang
encatat perubahan yang ia rasakan. Ia mulai menulis jurnal, menumpahkan semua rasa sakit, harapan, dan ketakutannya di atas
il yang selalu ia pangku di meja kerja itu, kini bermain sendiri di sudut ruangan. Senyumannya yang biasanya hangat kini memudar ketik
ngikuti kata hatinya. Namun sekarang, rasa lega itu berganti menjadi kebingungan dan penyesalan yang tajam. Ia mulai bertanya-tanya-apakah ia sudah melakukan hal
"Apakah aku benar-benar tahu apa yang aku inginkan? Apakah aku sudah kehilangan sesuatu yang seharusnya tak boleh
embaca buku tentang kehamilan, dan bahkan mencari kelompok dukungan online untuk ibu hamil yang menghadapi tantangan sendirian
abatnya, Dina. Suara Dina terdengar lembut namun khawatir. "Aluna,
ktu untuk menyesuaikan diri." Suaranya tegar, meski di balik i
jaga diri, Aluna. Jangan sampai terlalu menekan d
um tipis. "Aku tahu, Din. Te
anak dari wanita lain, tetapi sebagai cermin dari konsekuensi keputusannya sendiri. Setiap tawa gadis itu, setiap momen hangat yang ia bagi, menginga
mantan istrinya aman. Namun, setiap kali melihat Aluna menjalani hidupnya dengan tegar, ia merasakan rasa kagum yang bercampur dengan rasa bersalah. Al
ring lelah membuatnya harus menyesuaikan ritme kerja. Namun, ia menolak untuk menyerah. Ia terus berjalan dengan kepala tega
ari perutnya, dan tersenyum hangat. "Ibu janji, Nak. Kita akan melewati semua ini bersama. Tidak ada yang bi
i menghindar dari konsekuensi keputusannya. Ia mulai menyadari bahwa meninggalkan Aluna bukan hanya me
u untuk memperbaiki semuanya? Atau apakah ia harus menerima kenyataan bahwa
, menghadapi rasa sakit, dan menyadari bahwa kekuatan sejati bukan datang dari orang lain, tapi dari k
kini berhadapan dengan kenyataan yang tak bisa diubah: hidup telah bergerak maju, dan Aluna telah menemukan kekuatannya