Air Mata Seorang Pengasuh
wajah Arya yang tertidur lelap di sampingnya. Suara napas bayi itu yang lembut membuat hatinya terasa hangat, sekaligus memberi rasa tan
ya soal gaji besar, tetapi juga tanggung jawab tinggi. Setiap sudut apartemen harus dijaga kebersihannya, dan tentu saja, keselamatan Arya menjadi prior
eperti biasanya, dengan ponsel di tangan, rapat demi rapat, dan telepon-telepon yang tidak pernah berhenti mas
harus dibawa jalan-jalan sebentar di sore hari. Udara segar penting unt
ngan orang seperti Tuan Hadi menuntut disiplin, tetapi bukan hanya itu-
sar, penuh rasa ingin tahu. "Lihat, Arya... ini Jakarta," bisik Amara lembut, sambil tersenyum. I
tak henti, dan dengan rasa penasarannya sendiri tentang ayah kandungnya. Namun, di balik semua itu, muncul perasaan baru-perasaan hangat yang sulit i
, Fathir berdiri dengan wajah kusut dan mata merah. "Amar
ng tamu, Arya bermain dengan mainannya di dekat mereka. Fathir me
us bilang apa. Aku... merasa bersalah karena selama ini tidak bis
a aman dan dicintai. Itu saja. Saya tidak di sini untuk menilai atau menekan
endiri. "Terima kasih, Amara. Kau... kau sepert
u, ikatan dengan Fathir dan Arya mulai terbentuk, m
Pesan masuk dari nomor tak dikenal: "Berhati-hatilah, Amara. Tidak semua orang di sekitar Tuan Hadi bisa di
tahu tentang kegiatan Amara dan Arya. Bahkan, beberapa tamu yang datang ke apartemen tampak menatapnya dengan tatapan tidak
akarta, dengan nama yang hampir mirip dengan pria dalam foto. Amara merasa ini adalah petunjuk pertama yang bisa ia ikuti. Malam-malamnya kini tidak hanya
enghadapi dunia Jakarta yang keras. Setiap tangisan Arya adalah ujian kesabaran, setiap telepon Tuan Hadi adalah
h kandungnya. Apakah pria dalam foto itu akan menerima keberadaannya? Apakah ia akan dianggap sebagai anak haram
ta yang berkelap-kelip. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Aku harus kuat,
ngkapkan rasa terima kasihnya. Gadis muda ini, yang baru beberapa bulan di hidup mereka, telah membawa perubah
n menunggu kesempatan untuk menciptakan masalah. Pesan misterius yang diterima Amara hanyalah awal dari tantangan baru yang akan ia hadapi. Ia haru
a mulai belajar sedikit demi sedikit tentang kebutuhan Fathir, membaca perilaku pria itu yang kadang mudah marah, kadang murung, kadang hangat tanpa didug
n selalu mampu membuat hati yang paling berat sekalipun terasa ringan. Amara sering menggendong Arya di pagi hari, menata
Setiap petunjuk, sekecil apa pun, harus dicatat dan dianalisis. Kota besar ini penuh dengan kemungkinan, tap
catatan alamat, dan beberapa surat dari Mbah Tini ia periksa dengan seksama. Ada rasa haru yang sulit dijelaskan-ia
ih panjang dan berliku, ia merasa lebih siap dari sebelumnya. Setiap tangisan Arya, setiap senyum Fathir, setiap pesan mis
lebih baik, semoga ia menemukan jawaban atas pertanyaannya, dan semoga keluarga k