Air Mata Seorang Pengasuh
/0/27523/coverbig.jpg?v=785dc1ae4488623a639c3d9874eafaf0&imageMogr2/format/webp)
kibat kurang tidur semalam. Wajahnya menatap jauh ke arah gang sempit yang biasanya ramai oleh anak-anak tetangga bermain, namun kali ini s
ti yang dulu selalu menemani pagi dan sore kini hanya tinggal kenangan. Air mata Amara menitik di pipinya, tak tertahankan lagi. "Mbal. Surat-surat, foto-foto lama, dan beberapa benda peninggalan Mbah Tini terserak di lantai, seolah memintanya untuk memilih apa yang akan ia bawa ke masa
arta. "Ini... ayahku?" pikirnya, jantungnya berdetak lebih cepat. Mbah Tini selalu berkata bahwa ia punya ayah kandung yang tinggal di kota besar, dan jika
Dengan tekad yang membara, Amara berkemas. Ia hanya membawa beberapa pakaian, amplop berisi dokumen ayahnya, dan dompet tipis berisi uang hasil menabung selama
am itu, pikirannya terus dipenuhi bayangan masa lalu: tawa Mbah Tini, aroma masakan khas Solo, dan beberapa kata yang
kecil, hampir tersesat di antara keramaian yang tak henti. Namun, matanya berbinar. Ia tahu, setiap langkah kecil di kota ini adalah bagian d
ng lain, mengantarkan lamaran, berharap ada yang mau memberinya kesempatan. Akhirnya, sebuah perusahaan besar menerima lamaran kerjanya untuk posisi cleani
di pantry, mengatur dokumen kecil, dan sesekali membantu resepsionis dengan tugas ringan. Meski lelah, ia menikmati setia
bayi untuk cucu Tuan Hadi Pratama. Gaji menarik, lokasi apartemen mewah." Mata Amara membesar. Gaji yang ditawarkan jauh lebih tinggi daripada pek
dengan Tuan Hadi. Ia berdebar, namun menutupi rasa gugupnya dengan senyum ramah dan sikap sopan. Tuan Hadi
alaman menjaga anak?" tanya
pengalaman formal, Pak. Tapi saya bisa belajar cepat, dan saya sangat
au bisa mulai minggu depan. Tinggal di apartemen saya, sehingga bisa fokus menjaga Arya. Istr
uga soal mendapatkan pengalaman baru dan tempat tinggal yang aman di Jakarta. Ia menu
harus sigap menggendong, menenangkan, dan menyiapkan susu. Suara tangis bayi yang awalnya membuatnya gugup, kini menjadi panggilan yang ia sambu
ena ditinggal istrinya, perlahan mulai membuka diri. Kehadiran Amara memberikan ketenangan, bahkan saat Fathir masih diliputi rasa sakit hati
ni. Foto-foto pria yang diyakini ayahnya, alamat lama, dan petunjuk-petunjuk kecil membuatnya terus berharap. Ia tahu p
hangat, aman, dan nyaman yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia sadar, meskipun ia datang ke Jakarta hanya dengan tuj
Lampu-lampu kota berkelap-kelip, suara kendaraan tak henti bergemuruh di bawah. "Aku akan menemukannya, Mb
baru hidupnya di Jakarta. Sebuah perjalanan yang tak hanya tentang mencari ayah, tapi juga tentang menemukan
atanya dengan hati yang penuh harapan. Besok adalah hari baru, denga