Bukan yang Pertama
dan Ibu mencicil utang sama anda."
. Malah seringai menyebalkan dari pria bangkot
eg di pasar itu, huh? Mana bisa! Buat makan sehari saja tidak cukup. Apalagi untuk bayar
banyak dan terlalu lama. Saya tidak bisa men
-ta
n Ina dengan cepat. Sengaja tak ingin m
r hutang dengan uang, silahkan.
! Itu tida
yum culas mempermainkan Ina. "Kamu harus rela menikah dengan saya saat ini jug
ambil keputusan apa saat ini? Kedua pilihan itu seperti ne
gaimana
Ina membayar hu
tuk orang tuanya pun, itu dapat dari pemberian tetan
rcuma. Menghutangkan saja, Ina sudah sangat bersyukur. Yang
kan lebih tua dari ayahnya. Sungguh, ti
ya saja ... demi Tuhan. Ina ti
tatapan menghiba. Meminta belas kasih dari mereka, yang
n yang bersedia menolong. Semuanya menunduk prihatin, bah
rdayaannya ini. Tuhan ... apakah hidup Ina
us menjadi istri ke tuju
saja yang bisa menolong Ina. Ina benar-benar tidak
sekarang?" Seringai menyebalkan itupun kemb
janji akan melunasi semuanya." Ina mulai menghib
ini. Belum di antar ke rumah terakhir mereka, dan
sudah muncul dan
kan tenggang waktu sedikit l
urusan pemakaman selesai. Agar In
an berpikir tenang, bernap
enapa kau t
" Jawaban Pak Joko pun makin
akdir harus seke
Joko mulai tak sabaran. "Pokoknya kalau kamu ingin membayar hutang.
Ina tid
mana ini? Ina bingung sekali. Ina
lu setelahnya, karena merasa b
na. Udah! Ikut saya
Ina, dan menyeretnya begitu saja keluar dari t
a saja yang bersedia menolongnya. Namun tak ada satu pun
na menghiba. Mereka semua seakan tutup tel
s se
a, tanpa adanya aral yang menghambat. Membuat Ina akhirnya pasrah,
ittt
ikenal sebagai salah satu ojeg di daerah
pakaian mahal pun turun, sambil menyala
knya galak, sambil menerjang maju dan mencoba melerai cekal
merasa asing padanya
ukan urusan Anda!" balas P
ali. Dia malah menatap Pak Joko sengit
Jelas ini urusan saya. Karena yang
p
pas dengan kaget mendengar pernyataan wanita
iapa? Ina? Tapi
oko, menyuarakan isi kepal
Ngapain anda tarik-tarik seperti itu. Anda pikir Ina
calon istri muda saya?" Namun ternyata,
ah seperti anda mau menikahi Ina. Ingat umur, Pak. Udah tua, sebentar lagi mati. Harusnya yang di
cegah. Membuat wajah Pak Joko langsung merah padam, sambil melaya
sekali saat ini, kare
tinya!" Murka Pak Joko, seraya mengangkat
iiinnn
atang, sambil membunyikan kla
u
ngan, dan langsung melayangkan tinjuan keras