Intuition
yahnya. Gadis kecil itu, duduk di sisi ranjang, dan berusaha mena
a heran melihat keadaan rumahnya yang berantakan. Rasa penasaran, semakin menyelimuti hatin
antai. Seketika wajah putihnya menjadi pucat. Dengan gemetar, Hanna memegang handle pintu, memb
ebelah kiri Stephanie, ibunya. Hanna mematung, melihat kondisi orang tuanya, dan tidak tahu harus berbhingga dia tersungkur dan jatuh luruh ke lantai. Setelah mengumpulkan tenaga, dia memberanikan diri, dan merangkak lebih dekat. Di sentuhnya tubuh
ebih dekat, saat melihat bibir ibunya komat-kamit, seperti hendak mengatakan ses
ir mata yang jatuh di pipi, dengan ujung tangan, lalu mendekatkan telinga, ke bibir wa
!" ucap Step
bai-lambaikan tangan, menyuruh putrinya pergi. Hanna memandang tubuh ibunya dengan air mata yang meleleh membasahi wajah, dan bajunya. Dia menggeleng kua
*
ut, dalam keadaan terikat, di hadapan seorang pria lain, yang memakai pakaian ser
nuskan sebuah samurai ke depan wajah pria yang sedang
h dahulu, hah!" pria paruh baya, bernama William, yang tak lain adalah suami
girim anak dan istrimu ke neraka di depan matamu." Pria itupun m
rikat di tangan dan kaki, tidak bisa bergerak dengan leluasa. Dia hanya bisa pasrah, sa
e arah kamar tidur William dan Stephani
tuk bersembunyi di kolong ranjang. Hanna menggeleng keras. Dia
mpat tidur, tepat saat pria bertopeng itu, masuk ke dalam kamar. Hanna yang ingin berontak, la
at memandang Putri nya, dibawah ranjang. Air mata wanita itu menetes dari sudut matanya yang lebam dan mengeluarkan
k keluar dan mengintip dari celah pintu. Di sana, dia melihat ayahnya merangkak, berusaha menggapai ibunya, yang
liam mengutuk pria bertopeng i
gkin sekarang, istrimu yang cantik ini masih bernafas." Pria bertopen
ma-sama tahu, bahwa kau di perintahkan un
tidak perlu lagi bermain-main denganmu." Selesai berkata begitu, p
ru
Darah segar memercik ke segala arah, dan mengucur deras dari leher William. Melihat ayahnya
ntu dan mencari benda yang dapat dipakai sebagai penahan, ag
brakk,
rias ibunya. Dia lalu mendorong meja itu, dengan sekuat tenaga. Keringat bercucuran dari da
a singkat. Petugas itu menyuruh Hanna untuk tenang, dan menanyakan alamat bocah itu. Setelah memberikan alamatnya, petuga
ponsel di telinga. Gedoran dan dobrakan di pintu semakin kuat, sedikit demi sedikit meja itu mulai bergeser. Daun
ayang! Aku tau kau ada disana. Hehehe!" s
s, dan menjatuhkan ponsel di tangan. Dia b
pria di luar, berteriak kesakitan.
baru saja membunuh ayahnya itu. Ada sebuah tato dengan bentuk matahari, setengahnya saja. Saat bengong seperti itu,
Ternyata kepalanya mengeluarkan darah. Pandangan Hanna menjadi bu