Little Brother
erkas. Pandangannya teralihkan oleh kedatangan mereka di lantai lobi. Namun Irena hanya terpaku tatapannya pada satu pria di barisan ke dua, tepat di belaka
nya Irena sama sekali tidak merasa ketar-ketir disuruh datang ke ruangan general manajer itu. Justru dengan hati senang dia bangkit dari kursi. Irena me
m punggungnya membentur dinding, dan dalam sekejap dia sudah terkurung oleh tubuh seorang pria tadi. Mata Irena membeliak kaget. "Zen..." bisiknya. Irena tidak me
ang kau katakan semalam i
t manis. "Apa maksudmu, Zen?" Irena tidak mengerti. Oleh sebab itu dia bertanya sepolos ini. Namun, pertanyaan itu menambah kegeraman Zen. Zen memukul tembok di samping kepala
ertengkaran mewarnai pertemuan mereka. Irena tidak suka bertengkar. Dia tidak ingin tersudutkan oleh sesuatu yan
Irena sedikit paham. "Putus?" Tetap saja berusaha memahami, Irena tidak mendapatkan pot
ri yang mengirim pesan padaku dan sekarang
si chatting dan memeriksa pesan semalam. Saat itu dia tertegun. Irena terdiam mematung membaca pesan
etik ini b
r. "Tunggu, kalau bukan kau..." Zen menyadari sesuatu. Zen sudah kenal Irena lama. Tidak mungkin
tu. Zen mendengarkan dengan seksama. "Kemungkinan besa
k tahu menahu tentang adik laki-laki Irena. Irena mengangguk. "Aku sudah pernah cerita
rinya yang tidak mengetahui rupa si adik laki-laki. "Jadi, semalam aku chatingan dengan adikmu?? Kenapa dia usil sekali?" Zen mendengus berat. Sebagai anak tunggal, dia tidak merasakan bagaimana kesalnya se
adikmu? Bukan kau?" Zen bertany
" kata Irena mengukir senyum manisnya. Senyuman yang dapa
*
secara reflek dia bersin seketika. "Hatchuu!" Lalu dia menggos
ti dan memutar tumit ke belakang. Tampak seorang gadis berlari
kau berkeliaran di taman," kata gadi
kan sebelah alisnya. Nadanya terdengar
menempel pada Yohan. Lelaki itu tidak menyukai sikap Liliana yang terlalu dekat dengannya. Risih. Namun, bahasa tubuh Yohan mungkin diabai
perti itu?" kata Lilian
gilah bersama teman-
ya kau temanku!" Liliana mengatakannya d
ng ditatap tetap mempertahankan cengirannya. "Berhentilah mengikutiku, Liliana!" tegas Yohan geram. Tidak peduli jika kata-katanya melukai hati seorang gad
*
ke kursinya. "Yang habis berbunga-bunga, aku
ang sudah terisi laporan. Dia berpura-pura tidak mengerti perkataan Kayla. Tapi wanita itu tahu. Kayla meny
r yang menarik perhatian Kayla. Ditatapnya Irena dengan rasa pena
ah terjadi. Tapi sekarang, hari ini, setelah mereka LDR lumayan lama, pertemuan mereka dibu
nggu," ba
*