Little Brother
i
ngkan rambutnya dengan hair dryer, dan beralih meraih ponsel pintar. Membaca satu nama kontak te
at mengetikkan balasan. Mengatakan bahwa dia juga merindukannya. Long distance relationship membuat mereka tidak dapat bertemu
dahkan ke meja. Beberapa camilan cookies terlihat berbaris rapi di permukaan loyang. Tampak renyah dan menggiurkan. Lalu dia menyiapkan piring. Memindahkan satu per satu
mengetuk. Dari pintu, dia melongok ke dalam. Yang dia lihat rupanya wanita itu sedang senyam-senyum dengan ponselnya di depan cermin rias. Yohan tertarik untuk mengetahui al
uju pada ponsel milik Irena yang ditinggalkan di meja rias. Didorong rasa penasaran, Yohan mengambil ponsel itu. Mencari penyebab Irena tersenyum-senyum mencurigakan. Yohan tidak perlu lama menjelajah ponsel, karena begitu layar menyala tiba-tiba
an kita bisa bertemu lagi berdu
Ide lain membuat jemarinya bergerak di
enganmu! Jangan pernah menca
rena nomor ini milik Irena, Zen pasti mengira yang menulis pesan ini adalah Irena. Hal tersebut bisa menjadi awal sebuah peperanga
r jendela menunjukkan hujan turun di langit malam dengan intensitas rendah. Tawa Irena berhenti ketika tubuh Yohan berdiri tiba-tiba
ngin melewatkan adegan di televisi. Namun, pemuda itu tidak juga berpindah dari hadapannya. Membua
rnah bertemu secara langsung. Zen adalah teman sekampus Irena dulu bersama Kayla. Hanya
dia tidak pernah membahas orang lain. "Zen? Tentu saja kami masih berkomunikasi," juju
a mengeryit heran. Tetapi dia segera teringat tentang si pengirim pesan tadi, Zen. Ekspresi wajahnya berubah seketi
ntak. "Apa maksudmu?" tanyanya polos. "Dia ora
m, ada kesalahpahaman yang tidak dimengerti Yohan. Akhirnya Irena berdiri. Meraih kedua tangan lelaki itu dengan lembut. Irena mengenal adik tirinya ini. Meskipun mereka tidak sedarah, Irena
eni gejolak emosi Yohan. Hanya itu satu-satunya cara agar dia tenang lagi. Hanya dirinya yang bisa meredakan amarah Yohan. Dan lelaki itu sela
yang konyol. Jangan marah lagi, ya?" sahut Irena, menggenggam kedua tangan lelaki ini. Memberi kekuatan bahwa dia tidak akan meninggalkan Yohan sendirian. Benar, itulah yang
lihat itu dan tersenyum. "Um! Aku berjanji," katanya sembari mengaitkan kelingkingnya k
era masuk ke kamar Irena dan berbaring di kasur tipe single itu, dengan selimut menutupi pundak keduanya. Mereka berbaring miring dengan saling berhadapan. Irena belum menutup matanya ketika memperhatikan wajah Yoha
ekarang giliranmu menggantikanku," bisik Irena di leher lelaki itu. Dia tersenyum kecil. Bahagia. Yohan tidak lagi marah. Dia berhasil meredakan kecemburuan Yohan dengan memanjakannya seper