Terjebak Gairah Terlarang
, kini terpampang jelas di hadapanku. Cahaya senja yang menerobos jendela ruang tengah menyoroti wajahnya yang ayu, memberikan sentuhan keemasan pada kulitnya yang halus. Mata
a rasa penasaran, keberanian
a. Dengan tarikan lembut namun pasti, aku mengangkatnya. Kedua kakinya menekuk, membuka jalan ke sebuah pemandangan
dan keibuan yang selama ini kukenal, melainkan sebuah tatapan yang penuh gairah dan sedikit gugup. Rona merah menjalar di pipinya yang putih, merambat hingga ke lehe
ma ini, Tante Namira adalah personifikasi dari kesantunan dan kealiman. Setiap gerak-geriknya terpancar kelembutan, setiap perkataannya t
ak terbendung, pasti ada sisa-sisa rasa jengah dan malu atas permainan terlarang yang sed
nya. Bukan penetrasi yang kuincar saat ini, melainkan sebuah permainan sentuhan yang membakar. Aku menggosokka
nya, suaranya bergetar antar
ahkan. Ujung kejantananku menari di atas bibir-bibirnya yang lembut, menyentuh gerbang yang kini terbuka lebar, basah oleh ca
lihat bagaimana ia menyambut sentuhanku, bagaimana tubuhnya bereaksi, aku tahu jawabannya. Ia duduk di hadapanku tanpa sehelai benang pun
epat. Wajahnya kembali merona merah, kali ini lebih dalam, lebih membara. "Ter
nya secara gamblang. Namun, bahasa tubuhnya, tatapan matanya, dan intonasi bisikannya sudah cukup untuk membaka
lah masih membutuhkan konfirmasi, padahal kejantananku s
tan hasrat yang tak terucapkan. Lalu, ia kembali memalingkan wajah, mengg
a di hadapanku. Napas kami berdua tercekat. Momen ini adalah puncak dari hasrat ya
uhan sesuatu yang lembut, basah, dan panas. Se
ntap namun terkendali, kejantananku m
ang sengaja memasukkannya perlahan, menikmati setiap momen pergesekan, setiap inci penyerahan dirinya. Karena wilayah pribadinya sudah basah
dinding-dinding miliknya. Karena ukuran kejantananku memang di atas rata-rata, tidak se
r sepenuhnya, hanya menyisakan pangkalnya yang masih t
i lebih keras, lebih bergairah. Tangannya mencengker
adian. Aku menikmati sensasi luar biasa ini, kejantananku yang perkasa terperangkap di dalam kehang
cahaya redup, aku bisa melihat kejantananku telah dihiasi oleh
bali me
semakin berat, bibirnya sedikit terbuka,
cari dan menemukan puting payudara sebelah kirinya yang menegang. Aku menyedotnya dengan lembut, sementara jemariku yang bebas meremas puting payudara sebelah kanan, memberikan stimulasi
k. Awalnya, aku mengira gerakan tubuhnya itu adalah reaksi dari ciumanku yang membuatnya semakin terangsang. N
bawah, sedemikian rupa sehingga lembah kenikmatannya terasa seperti mengocok kejantananku dengan sempu
bergantian antara kanan dan kiri, menikmati setiap sentuhan dan desahannya. Sementara itu, kedua tangannya kini berada
mengikuti irama hasrat yang membara. Cahaya lampu tidur menyorot keringat yang mulai membasahi dahinya, membuatnya semakin terlihat mempesona dalam gelora n
nku dengan kekuatan yang tak terduga. Setiap sentuhan, setiap gesekan, mengirimkan ledakan kenikmatan yang membuatku hampir kehilangan akal sehat. Aku merasakan sesuatu yang mendeka