Terjebak Gairah Terlarang
semakin berani. Tanganku menyelusup ke balik daster, menyent
i tubuhnya. Perlahan, aku menggeser dasternya sedikit lebih tinggi, m
ih sensual, lebih menggoda. Jemariku menari-nari di kulitnya, men
uhanku. Aku bisa melihat bulu matanya yang lentik berg
ku menyentuh bagian bawah dadanya, tepat di bawah garis bra ya
-dalam. Tubuhnya sedikit menegan
enyentuh sisi dadanya. Bentuknya yang bulat
ya lagi, kali i
napas kami yang terdengar di ruangan itu. Aku bisa merasaka
enatapku dengan mata yang sayu dan penuh gaira
Jul," bisiknya, dengan
membuatku mengerti bahwa ini bukan lagi sekadar pijatan biasa. Ini adalah awal dari sesuatu ya
Kalau pakai kaos mungkin bisa diangkat kaosnya supaya aku mijatnya lebih enak." Ucapan itu melunc
Detik-detik berlalu dalam keheningan yang terasa begitu berat. Aku bisa merasakan tatapannya yan
ggu ya?" tanyanya, nada
gak maksimal karena ada kain yang menghalangi. Aku jadi gak bisa merasakan lekuk tubuh tante dengan sempurna." Kat
anya, menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan, "...aku buka dastern
ka pintu, melangkah keluar untuk menutup gerbang rumah dengan bunyi berderit pelan. Saat dia kembali masuk, aroma parfumnya yang lembut menyapa indra penciumanku. Dia menutup pintu dengan h
"Sebentar tante mau ambil minum buat kamu." Dia berjalan menuju dapur, langkahnya ringan dan
n dalam rumah. Ruang keluarga itu terasa nyaman dengan sofa empuk dan bant
katanya sambil tersenyum, menyodorkan kaleng minuman itu padaku. Tatapannya lembut, namun ada sesuatu ya
garkan di tenggorokanku yang tiba-tiba terasa kering. Aku meletakkan kaleng minuman di me
. Sejujurnya, aku hanya berharap dia mengangkat sedikit dasternya, mungkin sebatas pinggang, agar aku bisa memijat pung
gira akan melihat kain lain di baliknya. Pakaian dalam, celana
u melihat sepasang paha yang putih mulus, berkilauan lembut di bawah cahaya lampu ruangan. Kulitn
membuat napasku tercekat. Rimbun halus berwarna gelap, membentuk segitiga misterius yang me
ana dalam! Kejutan itu terasa seperti sengat
tas. Di sana, terpampang sepasang bukit kembar yang mengacung penuh, menantang gravitasi. Sepasang bukit yang bulat dan besar, dengan puting merah muda yang me
dangan di depanku. Daster itu akhirnya melewati kepalanya, jatuh ke
ang membuatku semakin penasaran. Dengan gerakan anggun, dia membuang daster itu ke belakang sofa,
-pori kulitnya, bulu-bulu halus di lengannya, dan lekuk lehernya yang jenjang. Dan yang paling utama, pemandangan dadanya yang telanjang, hanya bebe
Namira. Tante yang selama ini kukenal sebagai sosok yang sopan dan ramah, kini hadir tanpa sehelai benang
intas di benakku kalau aku sedang bermimpi, atau berkhayal, atau bahkan berhalusinasi. Tapi sentuhan angin lembut yang me
yentuh punggung telanjangnya yang terbuka. Kulitnya terasa halus seperti sutra, hantak mungkin aku bisa merasakan kehalusan punggung
n?" Terdengar suara Tante Namira, lembut namun penuh godaan. Suarany
bata-bata, masih terpukau de
amun dengan sensasi yang jauh berbeda. Jika tadi obyek yang kupijat adalah pung
an otot-ototnya yang sedikit tegang. Kemudian, jemariku turun ke bagian punggung, mengusapnya dengan gerakan
e Namira melakukan ini? Apakah ini sebuah jebakan? Atau dia benar-benar menginginkanku? Pikiran-pikir