The Fate That Bind Us
uu
a berpikir panjang, ia buru-buru mengusap noda itu dengan tisu yang ada di tangannya. Namun, seperti yan
rat seorang pria terdengar dar
buhnya, dengan wajah yang seakan diukir sempurna. Mata cokelat terang pria itu menatapnya penuh rasa bersa
cap pria itu, kali ini
negara. Sejak ia tiba beberapa hari yang lalu, telinganya hanya dipenuhi dengan bahasa asing-Italia, Inggris, dan beberapa bahasa lai
gan sedikit gugup, ia menjawab, "Tidak ap
kejut. Lalu matanya beralih ke noda kopi di bajunya, dan ia terl
nya, sambil menyodor
ok," jawabnya, sambil menarik jaket tipis dari dalam tas. Ia tidak ingin ter
blazernya. "Baiklah," ucapnya singkat. Namun, dari sorot matanya
a?" tanya Freya sambil melirik pakaian pria it
hat merek Armani yang tertera di jas
r habis, apalagi kalau harus mengganti jas semahal itu!" pikir Freya, me
u dengan tenang. Ia melirik jam tang
kkan sesuatu. Tidak lama kemudian, ponselnya berbunyi. "Itu nomor
ertanya, pria itu melanjutkan, "Kalau nanti ada yang perlu diganti atau saya pe
um tipis dan berbalik, meninggalkan Frey
Indonesia? Tapi kenapa ada di Venezia?" gumamnya pela
*
t, Freya kembali ke penginapan kecil tempatnya menginap. Sambil merebahka
Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan memeriksa itinerary perjal
pelan. "Tapi kenapa dia ada di sini? Dan kenapa
rtemuan tadi hanyalah sebuah kebetulan yang tidak akan terjadi lagi.
*
depannya terdapat beberapa rekan bisnis yang sedang membahas kontrak pentin
ngung namun tetap ramah, serta caranya mencoba menghilangkan no
nya?" pikirnya. Namun ia s
ng tidak penting," gumamnya pelan, mencoba mengembalikan
dirinya membuka daftar kontak di ponselnya. Nama yan
amun akhirnya mene
*
dikenakan keesokan hari ketika ponselnya berbunyi. Ia menga
ab Freya, s
ahkan kopi Anda," suara di ujung telep
da apa ya, Tuan?" tanyanya,
k saja," jawab pria itu. "Dan juga, saya ingin b
ya sudah membersihkannya, dan semuanya
belum ia melanjutkan, "Tapi mungkin, jika Anda tidak keberatan,
a. Tawaran itu terdengar tidak biasa, terut
-pikir dulu, ya," j
a bisa menghubungi saya," kata
Freya menatap ponselnya dengan ca
*
tindakannya tadi cukup spontan, bahkan mungkin sedikit aneh. Namun, ia
nya pelan, sambil me
ari Freya. Gadis itu tidak seperti wanita lain yang pernah ia temui-ter
lam hatinya, ia tahu bahwa ini lebih dari sekadar rasa penasaran. Ia merasa seperti ada ikat
ang mengalami kekacauan kecil. Senyum itu tetap memancar hangat, dan
een, meskipun hatinya sedikit ragu. Tetapi
e Con