Antara Dendam & Penyesalan
a ia hindari lagi-waktunya sudah hampir habis. Kanker yang merenggut tubuhnya semakin ganas, tak memberi ampun. Rasa sakit yang dulu datang perlahan kini datang begitu cepat dan meny
a untuk membalas dendam. Mungkin ia terlalu naif, terlalu berharap, terlalu mempercayakan hidupnya pada seseorang yang tak pernah ada di sisinya. Setiap kali ia mencoba untuk mencari kedamaian, setiap
-bunga yang mekar di halaman rumah, langit yang cerah, suara burung yang berkicau-semuanya terlihat begitu jauh. Seperti ada tembok besar yang memisahkannya dar
bagi mereka untuk saling berbicara. Adrian mungkin sudah merasa bahwa semua yang ia lakukan takkan bisa diperbaiki. Sofia tidak lagi membu
uk tubuhnya. Setiap gerakan terasa begitu berat, seolah ia sedang berjalan di bawah beban yang tidak bisa ia angkat. Tetapi yang paling menyakitkan
iam diri di dalam, dengan merenung tentang semua yang telah terjadi. Ia berjalan perlahan ke arah taman kecil di belakang rumah, tempat yang dul
saan yang tak bisa ia ungkapkan-sebuah perasaan yang jauh lebih dalam daripada kata-kata. Perasaan yang menyakitkan, yang menghimpit dada, yang memb
an semua rasa sakit, kemarahan, dan penyesalan yang telah lama terkubur di dalam hatinya. "Kenapa, Adrian?" ia berbisik, seolah meminta jawaban pada angin
embunyikan, kini keluar begitu saja. Keinginan untuk lari dari kenyataan begitu kuat, tetapi di sisi lain, ia merasa bahwa ia sudah terlalu lelah untuk terus melawan. W
apas yang ia hirup seakan semakin sulit untuk ditahan. Semua yang terjadi, semua yang ia alami, terasa seperti beban yang terlalu be
khiri semuanya. Surat yang ia tulis dengan tangan sendiri, sebagai bentuk perpisahan terakhir. Ia menatap surat itu sejenak, merasakan segenap perasaan yang terkumpul dalam setiap kata yangung itu telah lama menjadi simbol bagi kehidupannya yang rapuh, simbol dari segala penderitaan yang selama ini i
tepi gedung, ia menatap ke bawah, melihat dunia yang tampaknya begitu jauh. Semua yang ia tinggalkan di bawah sana, semua orang yan
ah-olah semua beban yang selama ini menekan tubuhnya akhirnya terlepas. Tanpa suara, tanpa
u, penderitaa