Janda Bertemu Dengan Duda
di kursi kayu tua di teras apartemennya, memandangi jalanan yang basah di bawah. Ada bau tanah yang segar, bercampur dengan aroma hujan yang baru
rita. Sonia tahu, anak-anaknya berusaha mengerti tentang dunia yang berputar cepat ini, yang kadang tampak begitu rumit bagi mereka. Tapi, di setiap senyum mereka, So
, seolah ada energi di udara yang membuatnya gelisah. Seperti ada sesuatu yang menun
nitas yang akan diadakan sore itu. Sonia bisa mendengar suara tawa dan obrolan ringan dari luar pintu. Anaknya, Alif, berlarian ke sana ke mari, mem
Ada keceriaan di wajah Hana, yang membuatnya sadar betapa pentingnya saat-saat seperti ini. Ia ingin a
ugupan kecil di dalam hatinya. Ini adalah pertama kalinya ia benar-benar bergabung dengan acara di apartemen, di mana semua orang berkumpul dan berbagi kebersamaan. Di satu sisi, ia merasa senang bisa me
k yang berlarian, bermain dan tertawa. Sonia melihat sekeliling, mencoba menenangkan dirinya, tetapi pandangannya tertuju pada Yudha yang
. Matanya yang tajam berkilau saat ia tertawa, membuat Sonia teringat pada sore itu ketika mereka pertama kali bertemu, saat Yudha menany
anak-anaknya yang antusias. Ia melihat Hana sedang duduk di meja permainan, bersama beberapa anak yang sedang bermain kartu
ekatnya. Sonia menoleh, terkejut melihatnya sudah berada di sampingnya. Ad
merasa malu, seakan kata-katanya tak cukup untuk mengungkapkan rasa terima kasihny
kehadiran orang lain," jawab Yudha, nadanya penuh keyakinan, tetapi ada keraguan di balik matanya. So
erkata lebih lanjut, suara tawa Alif dan Hana memanggilnya. Mereka sedang berlari ke arah Sonia, wajah mereka berseri-se
enang!" teriak Hana
a dengan lembut. "Kalian memang heba
ajahnya. "Anak-anak yang hebat, Bu Sonia
kenangan lama saat Rizal, suaminya, pernah berkata bahwa mereka berdua-ia dan Sonia-adalah tim yang tak terkalahkan. Kata-kata
, seakan merasa ada sesuatu yang tak bisa diungkapkan di antara mereka. Sonia tahu, Yudha
an anak-anaknya duduk di kursi, menikmati kue-kue kecil dan teh hangat yang disediakan. Yudha berdiri tidak jauh dari mereka, berbica
Sonia terkejut, tetapi merasa ada kenyamanan dalam tawaran itu. Ia tidak tahu mengapa, tetapi ada
ra yang lebih lembut dari yang ia kira. Yudha mengangguk, mema
mbalas dengan senyum penuh terima kasih. Mereka berempat berjalan keluar dari ruang
membelai kulitnya, membawa serta aroma hujan yang masih menempel di udara
adang datang deras, kadang hanya rintik-rintik. Tapi selalu ada p
yang terbungkus dalam rasa sakit. Di malam yang sunyi itu, di tengah sepi yang menyelimuti mereka, S
h makna. Sonia tahu, perjalanannya belum berakhir, tapi kali ini, ada ses