Dikhianati Saudara Tiri
kannya, mendesir seperti bisikan yang mengingatkan pada malam-malam buruk yang pernah ia alami. Kiana menutup pintu dengan perlahan, menarik napas dalam-dalam seaka
n yang semula ia anggap penting. Semua itu kini tampak tak berarti. Di tengah dunia yang penuh dengan kemewahan dan kesuksesan, hatinya yang hancur justru mengingatk
nak itu tumbuh dalam lingkungan yang penuh kasih, bukan dalam kebingungan dan pertengkaran. Tetapi di sisi lain, ada rasa tak
at Haidar berdiri di ambang pintu, mata cokelatnya yang bulat memancarkan kebingungan.
u hanya sedang berpikir," jawabnya, mencoba terdengar tenang. Ia mempersilakan Haidar mendeka
Haidar berkata sambil memeluk Kiana. "Apakah it
ahu, Haidar, pahlawan itu bukan hanya orang yang datang untuk menyelam
an aku," kata Haidar, menatap Kiana dengan penu
n mengizinkan masa lalu menghantui mereka atau memberanikan diri untuk menerima kemungkinan yang belum jelas. Bagaimana ia bisa me
andang ke arah amplop yang ditinggalkan Alif di meja, tak mampu menahan rasa penasaran yang membara di dalam dirinya. Dengan tangan gemetar, ia membuka amplop
enyesal meninggalkan Kiana dan Haidar lima tahun lalu. Ia mengakui kesalahan besar yang telah dibuatnya dan mengungkapkan keinginannya untuk hadir dalam hidup Haidar, unt
malam itu, ia merasakan seolah ada pisau yang menembus jantungnya, mengingatkan bahwa kepercayaan pernah dihancurkan begitu s
dari wajah Alif dan kata-kata dalam surat itu. Haidar, dengan keceriaan dan tawa kecilnya, menjadi penyeimbang dalam hi
ar dari pikirannya. Ia tak tahu bagaimana cara Kiana akan merespon niatnya, tetapi ia tahu satu hal: ia tak bisa
benar pada saat itu, namun kini menjadi penyesalan seumur hidup. Kiana adalah wanita yang tak pernah berhenti men
erius. "Aku tahu ini sulit untukmu, Kiana. Tapi aku tidak bisa terus berdiri di luar, menunggu tanpa t
akah ia akan membuka hati untuk pria ini dan memberi Haidar kesempatan untuk mengenal ayahnya?
iana. Tapi aku ingin memperbaikinya. Aku ingin Haidar tahu bahwa dia punya ayah yang mencintainya. Aku
g layak mendapat kasih sayang dan perlindungan. "Jika aku memberi kesempatan ini, aku ingin kau tahu satu hal, Alif. Aku akan melind
nggenang di matanya. "Aku akan bu
imulai, penuh harapan, kebingungan, dan janji yang sulit ditepati. Namun, di sana, di antar