SUAMIKU SAINGANKU
terngiang di kepalaku, membayangi setiap langkahku. Berbicara tentangnya seolah tak pernah ada uju
emu dengannya, bagaimana dia tanpa ragu menawarkan bantuan ketika aku kebingungan mencari kelas. Sejak saat itu, perhatian-perhatiannya ta
pikiranku. Cara dia dengan mudah menyuapiku dan tatapan hangatnya saat aku merasa lemah tadi... ap
ku sendiri, suara keluhanku tereda
asa yang sulit aku pahami. Tapi aku tersentak, diingatkan oleh kenyataan pahit yang tak bisa aku
aimana aku bisa tetap bersikap biasa di sekolah, menjalani hari-hariku seperti tak ada yang
u sendiri. Di sekolah, kami tampak seperti musuh. Di rumah
ong?" tanya Silvia
tersenyum, meski tidak b
kepalaku. Hari ini adalah pelajaran Matematika, dan aku tahu
aikan soal di papan tulis ini?" Pak Arya,
gu, aku mengangkat tangan bersamaan dengan Arga. Aku tahu dia juga melih
ta lihat siapa yang bisa menye
elahku, tatapan dinginnya tidak pernah meninggalkan soal. Dia selalu begitu, tenang, dingin,
ingan final yang ditunggu-tunggu. Suasana kelas mendadak sunyi. Hanya ada
umamku pada diri sendiri
ir menyelesaikan langkah terakhirnya. "Tidak mungk
kkan kapur, menoleh ke arahku dengan
beberapa detik setelahnya,
a detik yang terasa seperti selamanya, sebelum akhirnya beliau ang
i ini kau menang, Arga," aku membatin. Ta
Arga benar, aku tahu tidak ada yang sempurna. Mata ini sudah terlatih untuk mencari celah
berjalan ke papan tulis dan mencoret satu angka ke
rangkat. Tatapannya masih dingin, tetapi
" katanya deng
retanku. "Angkamu salah di sini. Seharusnya 0,8, bukan 0,9. K
menyipit sesaat sebelum akhirnya dia m
h," gumamnya tanpa menatapku
sedikit. "Bukannya cari masalah, aku hanya... membant
anpa memberi ruang untuk perde
ahnya sedikit, merasa lebih b
alu kembali fokus pada b
ggu, bersaing, tapi tak pernah benar-benar selesai. Aku kembali ke tempat dudukku, masih dengan se
begitu hening. Mungkin seharusnya aku bicara,
alan menuju pintu depan dengan langkah yang sama, tapi dengan jarak yang terasa begitu jauh.
bu Arga sudah duduk dengan tenang, mertuaku yang jarang sekali berkunjung. Pandangannya la
?" Arga langsung bertanya, sua
ga dan ibunya memang tak pernah memiliki hubungan yang hang
rdua, jadi..." ibunya mulai berbicara dengan nada lembut,
bil menaiki tangga, tak sedikit pun meno
rus berkata apa. Ibu Arga menatap ke arahku dengan senyum tipi
saja?" tanyanya, menco
uasana tegang yang ditinggalkan oleh Arga. Sungguh, hidup dengan seorang s