SUAMIKU SAINGANKU
ri menuju ruang kelas dan melihat Arga berdiri di depan pintu, dengan ekspresi yang sama cema
kan?" tanyaku, berusa
natap jam tangannya dengan serius
terlambat seperti ini,
nuh ketegangan. "Kalau saja kamu tidak menghabiskan wakt
la, kamu juga tidak memberikan penjelasan tenta
ku juga tidak tahu kamu akan berganti pakaian sebanyak
ami berdua berdiri di sana, saling menatap dengan marah. Tidak ada yang mau mengalah. Sam
pangan. Keterlambatan kalian aka
nggalkan kelas menuju lapangan. "Bagus sekali, kit
untuk menyelesaikan masalah kita," jawab Ar
lari dan melakukan berbagai gerakan, ketegangan di antara kami mulai mereda. Arga, mesk
i. Kita hanya perlu bertahan sedikit lag
asa terima kasih. "Kamu juga tidak perlu terus-menerus me
emas. Latihan fisik pagi ini sangat melelahkan, dan aku berusaha keras untuk
tetapi semuanya terasa lambat se
buatku tidak bisa bergerak dengan cepat. Bola itu mengenai tubuhku, dan
ahku dengan panik. Dia segera memba
an keseimbanganku. Dunia terasa berputar, dan pandanganku
Kepalaku terasa sedikit berat, tapi yang lebih mengejutkan adalah sosok pria berseragam basket yang
ranya agak serak. "Sorry ya, tadi gue nggak sengaj
sedikit oleng. "Aku ngga
tanya lemah karena belum makan, ya? Gue beliin makanan buat lo, sekalian tanda
kamu, Kak." Aku menunduk
mataku bertemu dengan tatapannya. "Santai aja. Ini semua
ah terpaku, menatap wajahnya lebih lama dari seharusnya. Ada sesuatu di balik
n padaku? Apa dia melakukan hal ini
urnya, mengembalikan
alihkan pandangan, mencoba menyembuny
n menghapus sisa-sisa momen yang terasa hampir sempurna. Padahal, di
s?" tanyaku, menghentikan sendokan mak
beneran nggak apa-apa
lan. "Aku udah ba
masuk kelas sekarang." Dia
... terima kasih, ya. Udah nolongin aku lagi," ucapku tul
ya. Jaga diri lo baik-baik." Dia berlalu, meninggalkan jejak perhatia
ang bergejolak di dalam hatiku. Antara rasa syukur, bin
uara Arga yang datar tiba-tiba
anpa ekspresi. Tatapannya dingin seperti biasa, tapi kali ini ada sesu
lan, masih bingung
n pandangan tajam tapi tenang. "Liatin aja, ternyata ya
idak memutar mata. "Aku
kkan kekhawatiran yang mungkin tersirat. Dia seperti biasa,
asih sedikit tersisa. "Ngapain sih? Nggak a
cuma pengen tahu, udah nggak ada masalah lagi, k
nunduk sedikit, merasa kesal karena n
tar. Dia tidak bicara apa-apa lagi, hanya m
u, membuatnya be
kan kecil sebelum meninggalkan ruangan, m
pada saat-saat seperti ini. Aku bisa merasakan, m