Mantu Kurang Ajar
eristirahat. Aku pun langsung menuju dapur untuk menyiapkan bahan-bahan
dagangan di warung, terdengar suara I
siapa tahu dia butuh sesuatu, mung
perasaan kesal yang mulai tumbuh. Dal
os air panas dan gelas yang aku letakkan di meja dekat ranjangnya." Demi menghormati
tadi mendengarkan dari dalam warung, terdengar menghela napas panjang, seakan tak setuju dengan jawaban
ng mengganjal di hati. Setelah selesai menata barang dagangan, aku memutuskan untuk kembal
ejut mendengar Bapak mertua sedang
il saja, Bapak, ya. Bapak akan a
ki ini rumahnya, aku tetap butuh privasi, dan kamar itu adalah ruang priba
ungkin, Bapak, bisa menunggu di ruang tamu saja. Di sini, saya yang akan menjaga Bang Ha
n raut wajah yang tegang. Tanpa berkata apa-apa, ia
ar bahwa mereka mungkin merasa aku kurang perhatian pada Bang Hanif. Meninggalkan suamiku yang sedang
udah biasa mandiri, karena sudah jadi suami orang. Namun, di mata orang
asik bermain ponsel. "Kamu sud
an kalau kamu baik-baik saja. Tapi sepertinya kamu memang sudah lebih enakan, ya?" A
Tar," katanya lembut. "Kamu dagang aja, Abang, ud
ati. Meski tadi sedikit jengkel dengan sikap berlebihan bapak dan ibu mert
enak memastikan semua yang ia butuhkan ada di dektanya. Melihat termos air panas,
-hati di luar, Tar. Jangan terlalu
ringan. Namun, saat aku hendak menutup pintu kamar, aku mendapati Bapak mertua duduk di
gelisah. "Bang Hanif bilang sudah merasa enakan, jadi saya ke to
wajahnya. "Ya sudah, per
i ke toko, tapi di sisi lain, interaksi singkat dengan Bapak mertua tadi menyisakan perasaan ganjil. Mungkin b
kan pikiran dengan mencari kesibukan, berharap