DI ANTARA DUA LELAKI
tampak selalu sibuk dan tenggelam dalam pekerjaannya. Ponselnya lebih sering menjadi pendamping Ardi daripada dirinya. Ketika mereka berbincang, pembicaraan itu selalu tentang hal-hal p
rsiap-siap untuk berangkat ke kantor. Ia tahu bahwa jika mereka
sekali ya?" tanya Lina, mencoba
natap sekilas. "Iya, kerjaan lagi banyak ba
Aku merasa kita jarang ngobrol sekarang. Mungkin kit
ulit diartikan. "Lin, aku benar-benar sibuk sekarang. Nanti
h tas kerjanya dan berkata, "Aku pergi dulu, ya.
erasa perih. "Hati-hati, ya," ucapnya
n menunggu kepulangan Ardi dengan penuh antusiasme, menyiapkan makan malam yang spesial, atau menonton film bersama d
n, sementara Lina semakin kesepian. Kehadiran Ivan yang kembali dalam hidupnya justru membuat Lina semakin sadar akan kekosong
uka di tangannya-meski ia tidak benar-benar membacanya. Ardi masuk, tanpa kata, lalu langsung menuju kam
si. "Ardi!" panggilnya, menahan gej
alan, menoleh dengan tata
a penuh luka. "Apa kita ini masih menikah? Apa kamu
anjang. "Lina, aku sudah bilang, aku sibuk. Semua ini aku la
merasakan kehadiran kamu. Kita jarang bicara, jarang menghabiskan waktu bersama. Apakah kamu bahkan masih pedu
nya dingin. "Lina, jangan dramatis. Semua pasangan melewati f
ku, soal hubungan kita yang semakin hari semakin menj
kah masuk ke kamar, meninggalkan Lina berdiri terpaku dengan perasa
npa bisa ia tahan lagi. **Apakah ini yang disebut pernikahan? Apakah memang begin
, ponselnya berbunyi.
pikiran obrolan kita kemarin. Giman
an bisa berbahaya bagi pernikahannya. Namun di sisi lain, Ivan adalah satu-satunya orang yang membuatnya merasa hidup ke
ampur aduk, Lina
ni aku free. Ki
u bahwa pertemuan dengan Ivan bisa mengubah segalanya. Tapi pada saat itu, Lina merasa tidak puny
rapan akan kehangatan yang ia rindukan. Tapi Lina juga sadar, bahwa seti
ina untuk mencari perhatian di luar rumah. Dan Ivan, dengan segala kenangan masa lal
uk merasakan kembali hangatnya perhatian. Satu sisi dirinya ingin memperbaiki hubungannya dengan Ardi, tapi sisi lain merasa te
ti angin segar di tengah kesepian yang ia rasakan bersama Ardi. Sementara itu, Ardi semakin sering pulang larut m
i menunggu dengan harapan seperti dulu, melainkan dengan keheningan yang terasa dingin. Ardi masuk k
malam lagi. Tadi
ali memandang ke luar jendela.
pa-apa. Ia hanya mendengus pelan, lalu membuka d
lagi menyimpan perasaannya. "Ardi, apakah
. "Lina, aku sudah bilang-aku kerja keras buat kita. Semua ini u
tidak ada lagi kehangatan di antara kita. Kamu selalu sibuk, dan aku meras
n akhirnya, ia hanya berkata dengan nada datar, "Kita sudah dewasa, L
tai aku, Ardi?" Lina menatapnya, ber
apas. "Lina, jangan tanya hal-hal yang nggak perlu," ucapny
, tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi dinginnya hubungan mereka. Ia merasa sendiri dalam pernik
, tempat yang cukup nyaman untuk berbincang tanpa terganggu. Saat Lina tiba di sana, Ivan sudah men
t saat ia tiba. "Sena
berdebar dengan perasaan bersalah. "Aku ju
rita tentang kehidupannya di luar negeri, pekerjaannya, dan perjalanannya ke berbagai negara. Sementara itu, Lina lebih banyak men
ada di pikiranku, meski kita terpisah jauh. Rasanya aneh, ya? Dulu aku sering bertanya-
"Aku juga sering ingat kamu, Van. Ada banyak k
Kadang aku berpikir, kalau dulu aku tidak pergi, mungk
yang tak pernah benar-benar ia tutup. "Ya, mungkin," jawabnya pel
a merasakan bahwa perasaan lama yang pernah ada kini mulai muncul kembali, meski ia tahu itu salah. Ia mencintai Ardi-atau setidak
ktu," kata Ivan pelan, memecah keheningan. "
kah," ucapnya dengan nada bingung, seperti mengingatkan d
n menatapnya dengan serius. "Apakah
adi satu di dadanya. Ia tahu, Ivan adalah pelarian dari rasa sakit yang ia rasakan b
lanjut Ivan, suaranya lembut. "Ini
enaknya, saat ia menatap Ivan dengan perasaan yang berkecamuk. Di satu sisi, ada Ardi-suaminya, lelaki ya
ia pilih nantinya, tida
ambu