PEMBUNUHAN DI GEDUNG TUA
h mereka, berdiri menjulang dengan keangkeran yang memancarkan aura masa lalu. Cahaya bulan yang samar memantulkan bayangan menyeramkan dari jendela-jendela
menatap bangunan itu dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, tempat itu menyimpan kenangan masa muda yang
u menenangkan; Rudi, yang dulu selalu menjadi pusat perhatian dengan leluconnya; Sinta, yang pendiam
ya Raka, suaranya terdengar s
t ini penuh dengan kenangan... dan beberapa di
"Ah, jangan serius-serius amat. Kita di sini untuk reun
elangkah ke dalam halaman yang dulu dipenuhi dengan anak-anak berlari dan bermain, kini hanya ada rumput
ding-dindingnya ditutupi dengan coretan dan kertas-kertas usang yang masih menggantung. K
pernah menjadi bagian dari hidup mereka. Tapi, di tengah nostalgia itu, ada perasaan tak nyam
anya pelan dan nyaris tak terdengar. Ia berdiri di depan se
n masa lalu kembali berputar di benak mereka. Tawa,
atanya menerawang jauh. "Rasanya se
ki dari ujung koridor. Mereka semua t
a bergurau, meskipun jelas ia tak
yang awalnya penuh nostalgia kini berubah menjadi menakutkan. B
engambil alih situasi. Mereka berjalan bersama, me
di sana. Hanya pintu kelas lain yang sedikit terbuka, m
jauh lebih mengerikan. Gedung tua itu tidak hanya menyimpan kenangan, tetapi juga raha
Semua mata tertuju pada pintu yang berderit pelan, seolah dipaksa oleh angin
ar. Tangan kecilnya meremas lengan Dina, mencari rasa am
yang berderit, pintu itu terbuka penuh, memperlihatkan ruang kelas yang sudah lama ditinggalkan. Bangku-bangku berserakan, sebagian besar
sesuatu yang tergeletak di atas meja guru. Sebuah foto lama, terbingkai dalam pi
lah foto mereka saat masih duduk di bangku SMA, penuh senyum dan kebahagiaan. Mereka semua ada di sana,
ahnya kabur, seolah-olah sengaja dirusak atau terhapus. Seorang s
atanya tak bisa lepas dari
yang masuk akal. Mereka semua tahu setiap orang dalam foto itu-mereka adalah teman-teman dek
Dina akhirnya, suaranya geerubah menjadi ketakutan yang nyata. Foto itu, sosok itu-semua terasa seperti peringata
mencoba meredakan suasana, meskipun nadanya terdengar tid
an sosok di foto tersebut terus menghantui mereka. Setiap canda tawa yang mereka coba
a adalah tempat mereka mengadakan acara sekolah-pentas seni, upacara, dan perpisahan. Kini
sini?" tanya Dina dengan senyum pudar.
Seolah-olah ada bagian dari masa lalu merek
tanya Sinta tiba-tiba, suaranya seperti berbisik
k seorang pun yang berani menjawab. Perasaan aneh yang me
Dina akhirnya, suaranya hampir berbisik. "
rkedip-kedip, dan kemudian padam sepenuhnya. Kegelapan menyelimuti
Ia meraba-raba saku jaketnya, mencari senter kecil yang selalu ia bawa. Cahaya kecil dari senter itu
membuat darah mereka membeku. Di dinding belakang aula, tertulis d
akan kembali. Satu demi
at, dan perasaan bahwa reuni ini baru saja berubah m
edung tua itu, reuni yang seharusnya penuh dengan tawa dan nostalgia kini berubah menjadi malam yang penuh ketak
ambu