PEMBUNUHAN DI GEDUNG TUA
ang. Lorong-lorong gedung tua itu kini terasa semakin sempit, seolah-olah ingin menelan mereka hidup-hidup. Hanya cahaya senter Raka yang bergetar menembus
dak ada balasan, tidak ada suara langkah kaki yang mereka denga
dengan suara pelan, seolah takut suaranya akan memancing sesuatu yang tidak diingin
"Tunggu, apa itu?" bisik
yang terbuka sedikit-pintu yang seharusnya tertutup rapat saat mereka lewat sebelumny
gumam Sinta dengan nada cemas, mengik
intu, lalu dengan satu tarikan, dia membukanya lebih lebar. Udara dingin seger
uanya tampak tak tersentuh selama bertahun-tahun. Di ujung kelas yang ge
, seolah-olah terkejut oleh sesuatu yang tak bisa ia hadapi. Darah mengalir dari mulutn
ntara Sinta jatuh terduduk di lantai, terisak. Arman
rasa kaget dan takut yang begitu besar. "Bagaimana ini bi
ngan hati-hati. "Dia sudah mati," katanya dengan suara
kini berubah menjadi teror nyata. Seseorang-atau sesuatu-berada di antara mereka. D
nik. "Ini sudah gila! Seseorang akan membun
Sinta, air matanya tak berhenti mengali
s takut. Kemungkinan itu muncul, walau terdengar tak masuk akal
ya dengan tempat ini. Ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar perselisih
atu," kata Arman perlahan. "Sesuat
tan. "Kau pikir dia tahu rahasia yang tersembuny
t sesuatu yang seharusnya tidak dia li
elas terdengar-seperti langkah kaki yang pelan, bergerak menjauh. Suara itu
" bisik Raka. "Dan kita
hu, apa pun yang mereka hadapi, ini bukan lagi sekadar reuni. Gedung tua ini menyimpan lebih dari sekadar kenan
ut-larut dalam ketakutan," katanya dengan nada serius. "Kita harus tetap bersatu, apa pun y
n. Pembunuhan Rudi adalah peringatan bahwa apa pun yang mengintai mereka, belum selesai. Dan saat malam
nya dengan langkah pelan. Gedung tua itu kini terasa seperti labirin yang penuh dengan jebakan, s
uaranya pelan dan dipenuhi rasa takut. "Aku meras
berubah. Rasanya setiap sudutnya berbeda dari yang kita ing
tegas. "Ada seseorang di sini. Seseorang
yang bergerak cepat di balik bayangan. Semua orang terdiam, mata mereka me
mecah keheningan. Tidak ada jawaban, han
"Kita harus memutuskan apa yang akan kita lakukan. Kalau kita temencari jalan keluar, atau paling tidak, kita
kita akan mencari tahu. Tapi kita harus
ngin. Gedung tua itu terasa seperti memerangkap mereka dalam atmosfer yang semakin men
. Cahaya senter Raka menembus celah pintu, menyoroti isi ruangan yang tampak seperti ruang ke
, sedikit mengendurkan ketegangannya. "Aku pernah
pi oleh debu tebal, tapi anehnya, tidak ada tanda-tanda kerusakan besar di ruangan ini. Buku-buku tua
Dina dengan nada bingung. "Seperti... masih
dari rak dan membukanya, tapi halamannya kosong. "Ini tidak masuk akal," katanya sambil meneliti
ah bingkai foto yang tergeletak di sudut meja. Dengan tangan gemetar, dia mengamb
an suara nyaris tak terdengar. "
jah mereka masih polos dan penuh semangat. Itu adalah mereka saat masih sekolah dulu. Namun, ada sesuatu ya
na, panik. "Siapa yang tahu kita ak
ari lorong di luar ruangan. Kali ini, langkah itu terdengar lebih j
rsembunyi di balik meja dan rak buku. Jantung me
bergerak, hanya menatap celah-celah kecil dari tempat mereka bersembunyi. Suara langka
tidak ada siapa pun di sana.
an yang tak terlihat. Suara pintu terbanting terdengar dari arah lorong, dan sek
ni," bisik Arman. "Kit
il dari dalam ruangan. Rak buku di sudut ruangan jatuh dengan keras, hampir me
a yang terjadi?
bunyian. "Tidak ada waktu lagi. Kita harus ke
, kini berubah menjadi tempat yang penuh ancaman. Mereka tidak tahu apa yang menunggu mereka di ujung lorong berikutnya,
ambu