PEMBUNUHAN DI GEDUNG TUA
kat untuk menginap di sana, meskipun suasana sudah terasa aneh sejak mereka tiba. Seb
ubah menjadi tempat tidur sementara. "Ini seperti camping waktu sekolah, kan?" katanya, berusah
k ada yan
utnya erat, merasa tidak nyaman. "Rasanya aku tidak bis
menatap lorong-lorong gelap yang mengelilingi aula. "Aku bersumpah, aku m
sama. Tempat ini penuh dengan kenangan, tapi juga dengan... sesuatu yang
ikan samar. Rudi yang duduk agak jauh, menghela napas panjang, mencoba fokus pada teleponnya meskipun sinyal terus-me
emua terlonjak. Sinta menutup mulutnya, berusaha menahan teriakan. Semua orang menatap
u?" bis
ungkin hanya angin... atau binatang." Tapi dari nada
pas tertahan. Cahaya senter memotong kegelapan lorong, tapi tidak ada yang terlihat.
matanya tidak lepas dari bayangan-bayangan di
menelusuri lorong yang semakin sempit. Mereka mengikuti
kan langkah kaki. Suara langkah yang pelan tapi pasti, seolah mengikuti mereka. Suara itu ber
an panik, matanya mulai dipenuhi air mata. "Se
u dinding-dinding berdebu. "Siapa di sana?!" teriaknya, berha
kita," kata Rudi, suaranya bergetar
mpat ini terlalu besar, terlalu banyak tempat yang tidak kita ta
reka berdebar kencang. Namun, saat mereka kembali, suasana di aula terasa berbeda
. Di dinding belakang aula, yang sebelumnya kosong, kini terdapat tulisan besar yang
ak seharusn
apur itu masih segar. Mereka saling memandang den
ta," bisik Dina, tubuhnya gemetar. "
lebih tegang dari sebelumnya. "Kita harus t
menghantui gedung tua itu, semakin nyata. Suara-suara, langkah kaki, dan pesan-pesan aneh terus muncul, s
mulai tumbuh, menyelimuti mereka satu per satu. Malam pertama di gedung tua ini baru saja dimulai-dan mereka ta
Kalian tidak seharusnya kembali" tampak mengancam, seolah-olah ditulis oleh seseorang yang mengenal mereka. Sinta tak bisa lagi menr. "Bagaimana mungkin ada yang bisa masuk ke sini
r kecilnya. "Ini masih segar," katanya, jari-jarinya menyentuh beka
Rudi, wajahnya pucat. "Ini sudah gila. Ini bukan tem
u lebih dulu apa yang sebenarnya terjadi. Kalau kita pergi tanpa tahu apa-a
sini, di tempat yang jelas-jelas berb
emua takut, tapi kita harus tetap tenang. Kita harus mem
n, "Mungkin... mungkin ini bukan sekadar peringatan. Bagaimana jika
dangan bingung. "Apa maksudmu?
kejadian aneh yang dulu pernah terjadi. Mungkin... rahasia yang kita lupaka
ka bertanya, mengingat pem
nya itu. Ada lebih banyak lagi yang kita tidak tahu.
reka coba abaikan, kini tampak seperti benang kusut yang siap terurai. Apa yang te
jelas. Suara itu tidak lagi terdengar seperti langkah lambat-melainkan
rdegup kencang, menunggu apa yang akan muncul dari kegelapan. Langka
rteriak histeris. Namun, tidak ada siapa pun di sana. Loro
akutan. "Aku tidak peduli lagi dengan rahasi
Rudi, jangan!" teriak Dina, mencoba menghentikannya, tapi terlambat. Rudi sudah me
gkah kaki Rudi semakin menjauh, hingga akhirnya hilang sama sekali
a Arman, nadanya cemas. "Kala
gar, menggema di sepanjang lorong. Tawa itu tipis, nyaris se
Dina, matanya m
pak ragu, namun telinganya
g bermain-main. Semakin lama, suara itu semakin dekat, dan perlahan-lah
a mulai mengalir. "Apa yang terjadi di tempa
nerpa tubuh. Gedung tua yang sebelumnya tampak hanya sunyi dan menyeramkan kini berubah menjadi
k tak kembali. Apa pun yang mengintai di tempat ini, mereka tidak bisa menghindarinya lagi. Masa lalu yang mer
erbicara kepada dirinya sendiri. "Dan kita mungkin t
ambu