Tuan Psikopat
an di bangku belakang, membuat perasaan Mozayya sedikit tak tenang. Apalagi Artha yang t
emicingkan sebelah matanya. Melihatnya dar
lakang, sedangkan Mozayya duduk dengan posisi te
, kemudian memilih untuk menatap jalana
in
notifikasi. Segera Mozayya mengecek ponselnya, namun tidak ad
ingnya. Mozayya memberanikan diri untuk menoleh ke arahnya
embali menatap suasana jalanan yang semakin terang-bendera
. Selain jauh dari kedua orang tuanya, ia juga takut karena bakalan satu atap dengan p
inya sudah berhenti. Ia menoleh ke sampin
ursi pengemudi, dan juga tidak menamp
tok
ik ke arah pintu mobil, dan menampakan pria yang tadi b
a keluar tanpa sepengetahuanku." Mozayya membuk
sampai mobil berhenti saja tidak sadar." gumamnya, kemudian melang
a?!' Sayangnya bentakkan itu ha
lai mengikuti langkah kaki Arth
hi dengan bunga-bunga yang aromanya memang cocok dihidung. Mozayya membalikan tubuhnya singkat, menatap ger
ang itu. Perasaan, ia tak melihatnya sejak bera
ran yang tak berguna itu, Mozayya
nggalan jau
mengejar Artha yang s
natap Artha dalam. Terdengar suara
atap Moza
alu norak!" tegasnya, menatap Moz
Artha punya rencana lain di balik usulan pernikahan itu. Terlih
ang memang ada benarnya, Mozayya m
ekarang ia lihat. Ini bukan di negri dongeng, tapi,
spresinya se datar mungkin. Ia tak
yya yang sadar akan tatapan itu.
aman, kan?" tanyanya, diakhir
tha datar, "Gak, biasa aja!" jawabnya, yang t
gumamnya, yang masih terdeng
l
g berada dekat samping handle
han, pintu itu terb
ia lihat didepan kedua matanya sendiri. Enam orang wanita seten
m manusia itu, mereka semua sontak
n keningnya, mencubi
r-bener nyata," gumamnya, yang tak b
rang itu, atau bisa dibilang Maid. Masih berdiam diri d
engar helaan nafas kasar dari mulutnya, kemudian berja
i, kali ini bukan Cengkraman, mel
ain, tapi sebisa mungkin
alikkan tubuhnya lagi, menatap mereka satu persatu
ng pelan tubuh Mozayya, hingga posisi Mozayy
ningnya, menolehkan ke
ya; "
kata-katanya, Artha terlebih dahulu
enatap satu persatu Maid di s
tap Artha yang masih
akut ked
ak ngerti!" tegas dan cep
ari mulut Artha yang ke sekian
ya, lalu mensejajarkan p
id baru disini! Saya harap kalian bisa mengajarkan dia sampai menjadi
it terbuka, dengan
arusnya, calon ... Ah
Oh, ia, namanya Mozayya, pan
amar atas, yang bersebrangan dengan kamar saya!" lanjutnya, den
kepalanya singkat, "Ayok, ikut saya." lanjutnya, l
naknya, Mozayya melangkahkan kakinya, mengik
Artha maksud, sebelum Ma
i?" tanyanya, dengan ekspresi yang sulit
memperkenalkan dirinya sebagai pembantu, bukankah mereka akan seger
kan kepalanya, lalu menatap sekelili
ali ini ada Maid yang langsung dapat kamar paling
menyukai kehadirannya. Ah, si4l Artha hanya memperkenalkannya sebagai pembantu, coba kalo sebagai calon i
lisnya, "Memangnya Maid-Maid
lah, dengan luas se ala k
menampakkan ketidaksuk
tipisnya, lalu menatap Maid Li
gimana ya? Y
ng menatap tajam
ada hal yang bersangkutan dengan pekerjaan!" Benta
n perasaan kaget masing-masing, l
, Maid Ling segera menu
ya permisi." ucapnya, kemudi
h tak terlihat, Artha
kl
itu, yang hanya diberi warna putih polos. Menatap Mozayya d
, mendapatkan tempat tidur yang nyaman, dan sepertinya kamu akan betah lama-l
mah ini." ujarnya, menatap tajam Artha, "didepan ayah dan ibuku, kamu
nya, lalu berjalan menghampiri Moz
iringnya. Mozayya yang sudah kenyang dengan senyuman
lalu menghempaskan tubuh Mozayya hing
enatap nyalang Artha. Meremas kuat se
am Mozayya, sambi
; "Maum
"Mauku,
Ma--maksdu
ksudku, me
kan keningnya, "
n Mozayya, hanya mengedikan bahu, lalu tepat d
sudah berada dalam tanganku!" Setelahnya Art
Artha. Menatap dalam pintu yang sudah tertutup rapat. Sep