Tuan Psikopat
r sederhana, namun tidak menjadi penghalang mimpi-mimpinya. Karena suk
ia pegang, tentunya atas dasar paksaan sang Ayah. Mau tak mau Artha harus menuru
g tidak memiliki hati nurani. Tidak banyak orang tau pribadinya tentang hal ini, hanya sebatas teman dekatnya dan orang-orang suruhannya
gdor
intu. Mozayya memasuki rumahnya dari pintu belakang, berjalan menuju pintu depan sambil
kl
pannya, menatapnya tanpa kedip, serta
, kok, main masuk aja!" bent
terus menerobos masuk lebih dalam lagi. Tanpa banyak un
begitu menggelegar di rumah yan
am pria itu, sambil
eninggikan suaramu di rumah orang! Anda fiki
ketika pria itu lagi-lagi seper
ya; "
UP,
ia membalikan tubuhnya, menatap orang yang barus
edang dalam ekspresi loading. Ini kali pertamanya
tap Pak Angga penuh kebinguan. Kembali ia menatap p
an suaranya di rumah kita? Bahkan dengan tidak sopannya dia me
atap Mozayya sendu. Terlihat jelas di mata Pak Angga
a, memilih untuk menatap kembali pria bertubuh besa
ah saya? Apa kamu mengatakan sesuatu sehingga ayah jadi seperti ini
maaas! Ka
berlari kecil ke arah Pak Angga, d
selaku ib
ozayya, mengusap lembut kepalanya, me
Nak?" tanyanya sambil meng
anya, namun tatapannya masih mena
pa?!" tegas Mozayya,
enggelengkan kepalanya pelan, kemud
ngan Bu Ningsih, lalu keduan
gga; "
r
a banyak waktu untuk berlama-lama berada di ruma
u terdengar paling menggelegar dar
atap pria yang lebih menyeramkan
an itu tak lai
eadaan sekarang, kenapa rumahnya tiba-tib
enang, Mozayya kembali menatap
di rumah kita? Apa mereka fikir ini stadion, yang bisa teriak sekencang-kencangnya?!" Cec
u ditunggu beberapa tahun kemudian juga orang tuamu tidak akan perna
nghampiri Pak Angga. Melepaskan tangan Bu
a orang yang bersikap semena-mena terhadap ayahnya, ditamb
oba melepas rangkulan itu, dengan terus
! Dia lebih tua darimu! Seharusnya kamu bisa menghormati orang yang lebih tua!"
r
Mozayya tersungkur sempu
egas menghampiri Mozayya yang sedan
apal dengan isyarat dari Artha, sege
hat kedua orang tuanya diperlukan s
diri, setelah sudah terlihat tegak.
EPASKAN ORA
ninggikan suara di hadapan saya, hm?" Begitu lembut suaranya, yang
Artha. Walaupun dalam hati yang paling dalam, Mozay
dua orang tuanya, Mozayya tak s
mulia! Tolong lepaskan kedu
mengatur nafasny
tua saya. Tapi, apakah harus dengan cara kasar seperti, ini? Kamu
arah Mozayya. Mozayya sedikit memundurkan posisinya.
a dari atas hingga b
ak mata Artha, dengan
dang kamu perhatikan?!" te
uga." Tentunya tak luput
, serta memicingkan kedua matan
juga. Sebelum saya mengusir kalian dengan cara k
kalian berdua!" Ucapnya, menatap sinis Pak Angga dan Bu Ningsih bergan
Bu Ningsih, memegang sebe
a khawatir, sambil terus menulu
senyum, "Ibu, gapapa." jawabnya, mengelus tang
memegang pundak sang istri lembut,
mpak menatap
kap dada, sambil menga
mu minta, tapi tolong beri saya waktu lebih lama lagi, un
emalingkan wajahnya singkat. Ke
k tahu apa permasalahannya. Hanya, berdiam
s sekali ucapanmu itu. Dalam sebuah kurung, hanya untuk mering
p Mozayya dalam, sambil tersenyum manis.
n hutang-hutang kalian." ucapnya, sambil ter
ngkan Mozayya memundurkan kepalanya sedikit, sambil meng
dmu, apa?!" Men
ipis, lalu menata
mbawa anak kalian, lalu hutang kalian lunas beserta b
Kemudian menatap Bu Ningsih serius. Setelahnya menatap Mozay
a load
ubungannya dengan saya?!" T
ya terhadap Mozayya, mengana
nya kamu cocok
kkan matanya, men
ozayya masih belum tahu hutang apa yang mereka mak
mangnya ayah punya hutang berapa sama pria ini
di maksud, sehingga dirinya ikut terseret, dan sebesa
n kepalanya. Enggan
enunduk, sambil mengge
nafasnya kasar, lal
hutang-hutang orang tua say
lalu tak terduga gelak tawa
sumbangan dari pemerintah untuk membayar hutang kedua o
aupun saya masih sekolah, tapi saya tidak mengharapkan uang dari
aya percaya? Tentu tidak
ngnya, lalu memalingkan
u dengan usulan yang saya berikan?" tanyanya,
"Saya setuj
jangan lupa, Mozayya lebih terkejut den
ipis, mendengar j
pa? Ayah becanda, kan?!" tany
er sedang di ujung tanduk. Tak tau harus berbuat, apa. Kalo memang ini satu-satunya jalan kelua
epalanya, menatap tak p
ti ini. Aku yakin, pasti ada jalan keluarnya. Yang jelas-jelas Ini itu bukan jalan keluar, t
PULUH JUTA, MAU
ya sesak. Sebisa mungkin ia bersikap tenang, ia tau ayahnya sedang emosi. Tapi, ia juga k
ah. Maafkan, ayah." lirihnya sambil menundu
ak Angga. Kemudian menatap dalam Moz
za, Ibu setuju dengan ayahmu." lirihny
u
g keputusan ayahnya. Ternyata, cinta sejati mereka cukup kua
apa. Tapi, apa kita harus mengambil keputusan secepat ini? Apakah kalian rela mel
hlah gadis k
kecil, saya sudah besar. Jadi, pan
akan menuruti apa kema
ius Artha bersamaan. Tak terkecuali
rang yang sedang menatapnya.
n. Jadi, kalian tidak perlu resah." u
dengan ucapanmu?" tanyanya
a; "
Angga bersimpuh lutu
dak perlu seperti, ini. Ini tidak baik."
menatap Mo
ya, sambil mengusap pelipis Mozayya lembut. "Saya bener-bener menyayangi anak ini, walaupun saya harus mengorbankan
saya tidak punya banyak waktu!" t
elas tahun, ini. Aku, belum pernah memberikan kebahagiaan kepada kalian. Lalu, sekarang aku sudah mengikuti kemauan kalian.
terdapat cairan bening, yang dengan satu
situlah kebahagiaan kami dimulai. Sampai detik ini kamu adalah simbol kebahagiaan,
ir yang menggenang di pelupuk ma
kapannya. Mengusap kepalanya lembut,
aafkan ayah,