Kenapa Kalian Membuang Ibu?
. Ibu ma
Semua itu adalah salahnya. Kalau saja, ia tidak mendesak Eliza untuk segera mengantarkannya ke kamar kecil, kejadiannya pasti tidak akan seper
a Eliza. Menganggap Eliza teledor mengurus a
apa,
ng yang memfokuskan di
. soal Zay tadi
a. Ia tidak peduli. Yang penting bagi Minah sekarang adalah bicara pada Agung. Baginya, di dunia ini, Agung s
eperti tenggelam pada kehidupan sendiri, tanpa peduli pada ibu yang sepanjang waktu merindu. Setelah ia sakit, bukannya mere
...." tutur Minah kemba
enuturan ibunya. Karena me
gak salah ...." jawab Agun
pi
pikirin. Toh, Zaydan
depan televisi. Ia sibuk memainkan mobil-mobilan,
ebaiknya kit
-
atan berubah ak
a Agung yang tiba-tiba. Awalnya ia pikir, suaminya itu sudah terlelap. Sejak
jang, lalu duduk bersan
gar pembicaraanku di telepon waktu itu?" pungkas Eliza. Pandangannya lurus ke depan,
, agar dapat leluasa m
emosi pada anak-anak. Orang tua semakin uzur, akan semakin mudah sedih dan tersinggung. Tiap
ti. Rasa lelah yang berlebihan, ditambah dengan emosi yang tidak terkendali, mungkin karena rasa ikhlas yang memang belum sepenuhnya berhasil ia tetapkan pada hati.
gaimana merawat ibu. Kakaknya juga harus merasakan, bagaimana rasanya, tengah malam harus terbangun karena sang ibu berteriak dari kamar sebelah. Mereka juga harus merasakan bagaimana rasanya, membersihkan tu
Seharusnya ia bisa lebih ikhlas. Karena di lain pihak, sebenarnya Allah sedang melimpahkan kebaikan padanya. Allah sedang membe
s," bisik Eliza den
a, lalu menenggelamkanny
Dek. Berusahalah ... Semua ini
yang bersih. Ia berjanji dalam hati, akan membuat segalanya lebih
tidur
, memberi isyarat Eliza untuk
. Bagi Eliza, di sanalah tempat ternyaman untuknya mela
-
etap di kamar. Ia duduk di satu-satunya kursi yang ada di kamar itu. Menghadap ke arah jendela, yan
engan bayangan ketiga anaknya saat masih kecil. Ketiganya masih berseragam merah putih, karena memang jarak antara ketiganya tidak begitu jauh. Kala itu, suaminya, Husni, masih ada dan sehat. Suaminya yang s
e adalah anak bungsu bagi ayahnya itu. Eliza lebih memilih mengala
a sang adik. Akan tetapi, Eva memilih acuh, tidak mempedulikan nasihat Minah. Lalu, Eliza akan berkata
erti masa kecil dahulu, Eliza tetap menjadi anak yang selalu mengalah. Ia tida
g bisa diterima Minah. Tidak akan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan, mulai dari diapers, vitamin, obat-obatan, hingga biaya terapi sese
kung anak bungsunya itu semakin
mengantarkannya ke panti jompo saja. Sudah te
u lama mereka tidak pulang, untuk sekadar melihat keadaannya. Bahkan, untuk menelepon padanya saja, ked
ang sudah sangat rapuh. Menghapus segala kerinduan yang ia pupuk dari hari k