Bukan Salesman Biasa
n Mas Ardhan untuk membayar s
han?" ulang Ardhan yang tak percaya d
Senyum mengembang seketika di bibir Ardhan, ia melupakan masalah kacamat
tuh waktu lama keduanya pun sampai di tempat tujuan, Ardhan dibawa ke ruang rapat. Di sana mereka membicarakan mengena
ang mengganggu pikiran lelaki itu. Penglihatan menjadi berbeda sekarang karena kac
i banyak waktu untuk menemukan jawabannya, sore ini dirinya masih harus pergi ke perusahaan terakhir. Keb
an ke perusahaan tersebut bagian frontlier langsung menyambutnya ram
ka mereka sudah berada di ruang pertemuan. Proses pembayaran pun berlangsung cepat, s
lain menanti dirinya, Sang atasan tersenyum lebar sembari berjalan ke arahnya. "Nah gitu dong
gagap, ia tak siap menerima pujian dar
pa, tiba-tiba perusahaan itu mau bayar?" tanya si
ungkin beliau kasihan pada saya," jawab Ardhan
akan tugaskan kamu untuk bertemu klien b
?" tanya Ardh
gka, kalau kamu berhasil mendapatkan kerjasa
rnya saya ...," ujar Ardhan seraya men
kata si boss berlalu begitu saja. Ardhan lantas meneruskan langkahnya ke ruang kerjanya.
imbalan yang didapatkannya sungguh besar. Sudah lama dirinya menantikan kesempatan untuk naik jabatan. "Ini memang kesem
memikirkan apa yang membuat kedua mata mereka berbeda. Jika dilihat secara gender, bukan hanya rekan wanitanya
ya sembari membawa tumpukan daftar klien yang lain. "Ini daftar klien yang kedua, usahakan semua
matamu jadi merah?" ujarnya memberanikan diri be
, kok tiba-tiba tanya begitu,"sahut wanita itu se
rtinya jahat dan biru itu baik," cicitnya. "Buktinya milik karyawa
h sang atasan. Sepertinya Pak Bobby tidak sabar untuk mendengar jawaban da
epat, Ardhan tak tahu bagaimana
elas lelaki paruh baya itu. Sang atasan memuji penampilan baru Ardhan, beliau mengatakan jika lelaki itu tampak l
Seorang lelaki berbadan tegap, ia merupakan teman baik Ardhan. "Dhan,
k Bobby tidak salah pi
baik dan lebih layak. Memangnya kamu bisa jawab semua pertanyaan mereka?" kata lelaki itu. Ucapan teman sep
nya itu merupakan tempatnya berkeluh kesah, Ardhan tak pernah iri atas penc
kalau kamu tiba-tiba gugup atau apa. Biar digan
ercayai orang lain. Pegawai yang lain tidak ada yang lebih mumpuni dibandingkan aku,"sahut Ard
yang biasa kamu lakukan. Kamu angkat kaki dari kantor ini, sece
annya itu, bagaimana jika ternyata ucapan tersebut menjadi kenyataan. Semua orang akan
akan dipecat. Mungkin memang lebih baik aku mundur saja,"pikirnya. Ardhan lan
bar buruk untuk kita, klie