180 Hari Menuju Akad
utku ingin berteriak tapi mulutku
ita pertanda setuju,
nolak, bahkan lidah ini terasa sangat kelu dan tidak
pihak telah setuju, kalau b
senyum indah yang tergambar di wajah mereka, tapi ti
i depan pintu, tapi lebih memilih diam, duduk di kursi
erbicara, Nak," ucap papa Gun
in sekali melihatmu menikah dan kami rasa Ustadz Fa
nginkan anak perempuannya berumah tangga
Ustadz Fahri," ucap mama
ah Mama
ari tempat dudukku, memasang wajah masam d
aku agar aku bisa melupakan kejadian hari ini, tapi semakin aku menutup mata semakin mata ini tidak ingin dipejamkan. Bahkan sampai satu minggu aku seperti mayat h
, jala
ari Arya tidak
ang terlihat mendung, seolah huja
telah menunjukkan pukul 16.00 Wib, waktu dimana
jal, hingga rasanya terlalu berat melangkahkan kaki kembali ke rumah. Tapi, mau tidak mau
an, aku kembali ke rumah de
a hari ini?' uca
elihat sudah banyak kendaraan berjejeran, terlihat juga famili
u sudah pul
arkirkan motorku dengan senyum sumringah
ial hari ini?" tanyaku
bahagia yang beliau bawa bersamanya. Sementara orang-orang tersenyu
stadz Fahri akan datang melamar mu se
elaki yang seminggu yang l
mastikan kalau lelaki yang akan menjadi tunangandalah lelaki yang baik dan t
seolah malaikat izrail datang untuk mencabut nyawaku. Seluruh tubuhku menggigil, mulai dari ujung rambut hingga ujung
arga calon tunanganmu akan
, wanita separuh baya itu memang sangat mengharapkan ku menikah, ja
tapi belum menikah, percuma punya banyak pacar tapi hanya dijadikan permainan bahkan sampai ditinggal nikah, bahkan yang parahnya mereka mengatakan kalau aku adalah wanita yang sangat pemilih dalam mencari pasangan. Ya, aku akui, aku memang memilih lelaki terbaik yang tidak hanya menjadi imamku di dunia, tetapi juga menjadi imamku di surga kelak. Rasanya sangat waja
tukan dan Tuhan belum menetapkan waktu terbaik untukku bertemu dengan jodohku. Bukan tidak ada yang melamar ku, tapi tetap saja hatiku belum terbuka dan bergetar untuk menerimanya. Pernah a
aman agama yang tinggi seperti Ustad
ku membuat kepalaku terasa tera
n sakit lagi, ingin juga aku berteriak dan memaki sangat keras, tapi aku bukanlah wanita
an ini. Ya, kali ini kedua orang tuaku kelewatan, bagaimana mung
Hidup yang kumiliki kini tidak lagi menjadi milikku, bahkan pend
mar, kemudian menghempaskan tubuhku di ra
ini sendirian, hingga kesedihan ini ku curahkan lewat buti
tu dimana jurang yang menjadi akhirnya. Jika aku melangkah maju maka keluargaku akan malu muka, j
dua orang tua dan murka Allah ada pada murka kedua orang tua. Namun bagaimanapun aku berpikir, tetap saja aku tidak bisa menjalankan ibadah terpanjang dengan lelaki yang tidak kusukai. Bagaimana mung
an-Nya, karena segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan manusia sudah diatur
t .
g bisa kulakukan adalah dengan merayu Tuhanku lewat jalur langit. Ya, jika manusia sudah tidak lagi bisa melakukan sesuatu, maka jalani dan pasrahkan saja kepada sang pencipta, karena jika memang apa yang terjadi dalam kehidupanku sekarang adalah ta
hanya keluarga dari kedua belah pihak saja yang datang untuk saling bertuka
lahan yang ku tanggung dalam sujudku, mengadu dan m
k keluarga tengah menentukan tan
kah?' batinku semakin teri