SEBUAH PENGAKUAN
emen mungil yang telah berhasil aku dapatkan dengan tidak mudah. Harus
h dimulai yang mengharuskan aku untuk lebih memusatkan perhatian. Aku ingin bisa secepatnya menyelesaikan kuliahku agar aku bisa berkumpu
Aku membongkar isi koper itu untuk aku pindahkan semua isinya ke dalam almari pakaian di kamarku. Di saat aku tengah berkutat dengan baju-ba
pencapaian ini. Dengan sarung itu ibu pernah membungkus tubuh mungilku dulu, untuk melindungiku dari dinginny
Teriakannya setiap pagi yang menjajakan barang dagangannya di pasar induk telah menjadi melodi merdu mengiringi tumbuh ke
an ibu itu hanya tertuju untukku. Semua kenangan itu kini malah memunculkan sebuah luka sekaligus rasa kecewa setelah ak
kami masih sangat membutuhkan perlindungannya. Ibuku berjuang sendiri sementara
am koperku. Ibu ingin agar aku tak melupakan segala yang pernah kualami bersamanya. Tentu saja semua fragmen
sebrengsek itu? Tapi mengapa selama ini ibu terkesan selalu
di tak adil bila aku tak memberinya kesempatan untuk menjelaskan. Haruskah aku menemuinya kembali, dan bertemu lagi dengan sosok yang seben
**
g salah satu brand ternama itu terletak di salah satu sudut Fifth Avenue. Nyaris aku tak mempercay
nsparan, aku melihat display butik yang eksotik memajang bermacam model pakaian yang kuyakini harganya tidaklah murah, yang saat ini
gumi sikap profesionalnya sangat berbeda saat ia bersama teman-temannya yang membuatnya menjadi liar. Aku masih saja termangu sampai kemud
ia memanggil salah seorang pegawainya dan mengucapkan sesuatu pada wanita muda berkulit tan yang
h tropisku saat salju kembali dimuntahkan dari langit New York yang masih saja kelabu
nyumnya dan kemudian mengambil mantel yang kulepaskan untuk ia gantung di seb
ntuk mengantarmu langs
akin terpampang jelas saat aku berada didalamnya. Setelah kami berada didalam sebuah ruangan
lama. Oh iya ngomong-ngomong kamu mau minu
ya sementara pandanganku terus kuedarkan ke sel
kir kopi?" tawarnya tet
duduk disebuah sofa besar
sebentar," ucapnya ke
icia yang nampak begitu rapi. Sampai kemudian tatapanku terhenti pada sebuah rak yang berisi
aku masih memakai baju TK. Tubuh mungil dan wajah polosku itu ia jadikan pajangan mengh
ipi tanya darimana ia mendapatkan fotoku ini? Aku langsung m
s. Sepertinya Patricia tetap mengingatku sebagai putranya walau kini ia telah melangkah dijalannya sendiri. Ken
ria paruh baya yang sedang memeluk dan mengecup Patricia. Pria di potret ini buka
a yang lebar. Pria berkulit putih dengan mata bulat berwarna biru terlihat begitu me
a yang lebih muda yang memperkenalkan dirinya dengan nama Xavier. Aku tak mau tahu kehidupan seperti apa yang saat ini Patric
akinkan diriku sendiri untuk bisa mempercayai segala ceritanya. Aku berharap aku tak membuat kesim
**