Penyesalan Ibu Mertua
idak bisa aku pungkiri, ada perasaan yang tidak nyaman menyeruak b
bu mint
wanita itu terus meminta uang kepadaku. Bukan ingin menjadi anak yang durhaka, t
n, Bu," jawabku d
. Kini, dia beralih berbicara denga
ang! Kamu, pasti p
kali ini. Biasanya, istriku akan mengomel ata
ni menemaniku. Walaupun, aku pernah melakukan kesalahan yang sang
kan? Jangan jadi, menant
ada istriku adalah menantu durhaka. Bah
ibu-ribut. In
negur wanita itu. Tentu saja, ibu tida
ut! Ibu cuma minta uang! Masa, ka
dak pernah meminta dengan cara yang baik. Hal itu yang terkadang, m
iba-tiba dan membuat aku berinsiatif untu
pergi! Sebelum ...
nafas panjang. Samapi kapan, wanita ini bisa mengerti. Jika,
Namun, saat ini. Aku melihatnya masih saja diam, se
ebri. Istriku malah memeprcepat langakh kainya dan mmebuatku s
Menantu durhaka! Kal
rakhir dari ibu. Mau bagaimana lagi, jika kam
atas motor. Aku masih bertanya-tanya, kenapa istriku hanya diam. Tida
g tengah aku bonceng. Hingga, kami telah memasuki area kantor. Aku me
apa?" tan
sesuatu yang sudah, Mas
a sampaikan, perasaanku tidak bisa dipungkiri. Ji
gejolak ini . Tidak mudah bagiku untuk
ku dengan senyuman. Akan tetapi, dia han
, Dek?" tanya
Masih ada bebeapa be
n mengatakan hal itu. Aku tidka ingin menghalangi
ku dan menciumnya secepat kilat dan pergi beralu begitu saja. Meningg
tuk meenangkan diri," gumamku di dalam batin.
di dalam rumah tangga yang berbasis pis
ntai itu, dengan cara mengalah dan membrikan
n, aku pun memepercepat langkah. Tidak ingin dimarahi
mbuatku merasa berkecil hati artaupun minder. Karena, aku akan bertanggu
kan siang pun telah tiba. Aku menun
ghinggapi hati ini. Aku hanya melihat kedatan
pastikan. Jika, istriku tengah berada di ruangan Pak Martin. Pemili
ungnya aku memiliki Febri Ayunda yang merupakan wanita yang banyak dikeja
ja pergi menemui istriku. Kali ini, aku telah bertekat kuat
iku dengan keturuan, aku yakin jika Febri
, Ibu Febri sedang ada me
kan memberi tahuku. Wanita itu, langsung duduk
makan siang yang telah dibuat oleh istri tercinta dan me
enar? Kalian suda
edak, kenapa wanita itu harus menyi
mun, jika dia ikut camur dengan masalah kami. Itu tidak etis
elan, Pa
san dengan nada mengejek, aku segera meng
itu, aku kembali bekerja. Dengan perasaan ya
satu per–satu mulai meninggalkan gedung kantor, be
ri, namun ada sebuah isyarat yang wanita
bertingkah?"