Tanpa Restu
mu sudah menyalamku. Lalu ibu mengambilkan makanan untuk ku dan meletakkannya di pangkuank
mua dosa pasti mendapatkan ba
atau karena kutukan dari orang tuaku yang tidak merestuiku untuk
nyelesaian da
lah jalan untuk men
dengan memakai
n agar aku bisa m
ang yang bisa
up lagi berada di altar ini, berdiri seperti badut dan dilihat dengan mata kasihan. Nas
untuk putus, seperti itulah saraf di otakku. Seperti akan putus dan menyebabkan dampak yang hebat. Aku tidak bisa m
sudah seribu tahun. Dua jam disini rasanya seperti s
aku keluar dari altar. Bibi membantuku berjalan karena kakiku yang sakit. Aku berjalan pelan dengan wajah ke bawah, seperti cara berjalan babi yang imut. A
eperti binatang adalah p
a karena berfokus pada apa yang ada di luar. Disepanjang jalan, air mata yang tadinya berhenti, da
ga yang tidak menerima sama sekali, bahkan membantah. Setiap pilihan tidak selalu sama. Pilihan kita tergantung situasi kita. Jadi
na teriakanku yang mengejutka
aik-baik sa
Hiraukan s
teriakan anda tadi. Saya pikir anda kenapa-kenapa!" Kata pen
berhenti menangis. Aku menyeka air mata
ITA BERSAMA? KENAPA...? KENAPA..? JAWABB!" Teriakku lagi di dalam
at supir itu dengan wajah kesal. Tapi, aku tidak terlalu yakin dengan waj
ther! Don't call me MOM!" Teriakanku itu sangat
berkata apapun. Aku tidak peduli dengan apa yang a
alan dan bajuku pun koyak. Untung saja aku tidak terseret karena baju yang tersangkut ini. Aku berteriak tapi dia tidak menyadarinya
taku kepada gaun itu, melihat ke
at akan membuka pintu, aku lupa
ponnya. Sayangnya tasku ada pada Bibi. Aku harap supir itu kembali sehingga dia bisa menyampaikan ba
rentangkan nya ke depan dengan bertumpu pada lutut ku. Tiba-tiba ada yang terjatuh. Terasa hangat dan warnanya putih. Sedikit berai
hukum hari ini
ir untuk memb
dewi ba
menghidupkan kran nya, airnya tidak keluar. Aku mencoba memutar keran ke arah sebaliknya, tapi tetap saja air ti
rshh
keluar bercucuran memba
toran burungnya setidaknya hilang. Sampai-sa
eb! Goyang aku terus." Kataku melawa
itu. Airnya sangat cepat. Aku harus menghentikannya dengan segera. Aku mencoba menutupi kran itu dengan tanganku. Aku tidak peduli betap
lihat bibi berada di meteran air. Ternyata yang mematikan kran itu adalah bibi, bukan tanganku. Kenapa aku tidak memikirkan hal itu tadi? Kenapa aku kesulitan un
n membuka pintu sambil menggeleng-gelengkan kep
ggal di luar negeri!" Kata Ayah. A