Terpaksa Menikahi Duda Lumpuh
Part 1
Senja buru-buru melangkahkan kakinya. Dia tidak boleh terlambat. Ketua rumah sakit memanggilnya secara langsung. Ini agak aneh karena orang dengan jabatan rendah seperti dia jarang berurusan dengan pejabat tinggi rumah sakit. Namun benar, Senja tidak bermimpi. Dia mendapat telepon pukul tiga pagi dan jam enam pagi dia sudah harus sampai di rumah sakit.
Jarak rumahnya dengan rumah sakit tempatnya bekerja sejauh lima belas kilometer. Tidak ada angkutan umum pagi buta seperti itu. Angkutan umum biasanya tersedia pukul tujuh pagi. Akhirnya, Senja terpaksa berangkat dengan sepeda tuanya. Sepeda tua yang menemani masa sekolah menengah atasnya.
Senja terengah-engah berjalan di lorong. Dia bukan hanya lelah karena telah mengayuh sepeda selama satu jam. Senja juga merasa kalau dia hampir saja terlambat. Ini masih pagi yang dingin tapi peluh mengucur deras di pakaian kerja wanita muda itu.
Senja sudah sampai di depan pintu ruangan ketua rumah sakit.
"Masuk!" sebuah suara terdengar setelah ketukan ketiga yang dilakukan senja.
Senja menghadap ketua rumah sakit dengan gugup. Dia mengingat-ingat lagi apakah dirinya ada membuat kesalahan atau semacamnya. Tapi tidak! Senja tahu kalau dia selama ini bekerja sesuai prosedur dan tidak melakukan pelanggaran yang membuatnya harus dipecat.
"Senja Dwi Utami!"
"Saya, Bu," ucap Senja dengan gugup. Ketua rumah sakit menatap lekat di balik kacamata tebalnya. Senja merasa tidak nyaman. Dia merasa seperti akan mendapat masalah besar.
"Dari laporan yang saya baca ... juga laporan teman-teman kamu. Katanya kamu ...."
"Saya janji tidak akan membuat kesalahan apapun lagi, Bu. Tolong, jangan berhentikan saya. Saya mohon." Belum sempat wanita di depannya menyelesaikan kalimatnya, Senja sudah bersujud di lantai.
Bu Mega yang merupakan ketua rumah sakit menyeritkan kening melihat pekerja medisnya bersikap aneh seperti itu.
"Kamu kenapa, Senja?" tanyanya heran.
Senja bangkit dari sujudnya di lantai.
"Ibu mau memecat saya kan?" tanya Senja dengan air mata yang hampir menetes.
"Siapa yang memecat kamu? Makanya kamu dengarkan dulu perkataan saya sampai selesai!" Bu Mega berkata dengan geram. Wanita itu sesungguhnya memiliki kesabaran seluas ember cucian. Kecil.
Senja nyengir. Wanita muda itu merasa lega karena dia tidak dipecat. Tapi, apa tujuan dia dipanggil ke sini?
/0/7451/coverorgin.jpg?v=ac0947f01476924d369e6f405fdae9fc&imageMogr2/format/webp)
/0/19192/coverorgin.jpg?v=e54dad19d00d05cf0bd66fdbc58f5c5e&imageMogr2/format/webp)
/0/14508/coverorgin.jpg?v=98e8c4aaf99418b9b32d635dfec6f032&imageMogr2/format/webp)
/0/8762/coverorgin.jpg?v=f677bc4b268d17fa6db2856e396bc520&imageMogr2/format/webp)
/0/9030/coverorgin.jpg?v=883fe3c7ef3c952d8025ab444c7ba36a&imageMogr2/format/webp)
/0/7027/coverorgin.jpg?v=75220ee91a5a06d65d76a3fd76c4fce3&imageMogr2/format/webp)
/0/15342/coverorgin.jpg?v=c921cbb156afc87fd6358d4c294a804c&imageMogr2/format/webp)
/0/3875/coverorgin.jpg?v=de24b1b8de202a788994e1db37dbf1b6&imageMogr2/format/webp)
/0/30175/coverorgin.jpg?v=db14e568f4c595c3e85e350081afdf2a&imageMogr2/format/webp)
/0/13831/coverorgin.jpg?v=83b5babe054d5e45caa619544604e536&imageMogr2/format/webp)
/0/25648/coverorgin.jpg?v=e7bc3da2e5cdd70d73b79c385d1d293b&imageMogr2/format/webp)
/0/9959/coverorgin.jpg?v=e7a636a98918d8fe2356929a5f97b700&imageMogr2/format/webp)