Namaku Julian Dewantara, tapi teman-teman lebih suka memanggilku Jul. Aku siswa kelas 11, dan sejak kecil, dunia basket telah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupku. Sejak usia dini, aku sudah terbiasa dengan pelatihan yang intensif, mendorong batas kemampuanku hingga tubuhku tumbuh lebih tinggi dari anak seusia-175 cm, dengan otot-otot yang terbentuk dari kerja keras, bukan sekadar genetik.
Soal wajah, kurasa biasa saja. Tapi entah kenapa, orang-orang sering bilang aku punya sedikit 'bule' di sana, Mata cokelatku, hidung yang sedikit lebih mancung dari rata-rata, dan kulit yang lebih cerah memang memberikan kesan itu. Mungkin karena ibuku pernah menikah dengan pria Italia, dan dari pernikahan itulah akhirnya lahirlah aku. Aku adalah buah dari cinta yang pernah mereka miliki, meski hubungan itu akhirnya tak bertahan lama. Setelah perceraiannya, ibuku membesarkanku sendirian, dengan kasih sayang yang tak pernah berkurang sedikit pun.
Ibuku, seorang wanita tangguh, sekarang membesarkanku sendirian. Dia menjalankan perusahaannya yang berkembang pesat, sering bepergian ke luar kota atau bahkan luar negeri. Meski begitu, komunikasi kami tetap terjaga. Aku belajar banyak darinya tentang kemandirian dan bagaimana menghadapi dunia dengan kepala tegak. Dalam kesibukannya, dia selalu memastikan bahwa aku adalah prioritasnya, dan itu memberiku kekuatan untuk menjadi lebih mandiri. Aku tidak ingin hanya dikenal karena penampilanku. Aku ingin orang melihatku sebagai seseorang yang memiliki nilai, seseorang yang bisa diandalkan, baik di lapangan maupun di luar lapangan.
Dan mungkin itulah yang membuat kehidupanku semakin menarik, di tengah segala tekanan untuk berprestasi dan menjaga keseimbangan antara menjadi diri sendiri dan memenuhi ekspektasi orang lain. Di tengah hiruk-pikuk itu, aku menemukan pelarian kecilku di rental PlayStation milik Tante Namira. Rental PS itu sudah berdiri sekitar dua setengah tahun yang lalu, saat suami Tante Namira, Om Hendi, masih di Indonesia. Enam bulan setelah rental itu buka, Om Hendi mendapat pekerjaan di Australia, dan sejak itu Tante Namira mengelola bisnisnya sendirian. Mungkin itu yang membuatku lebih sering datang ke sana-sesuatu yang membuat jantungku berdegup lebih kencang setiap kali melangkah masuk.
Tante Namira... ada aura yang sulit diabaikan darinya. Setiap gerakannya mengalir dengan anggun, seperti tarian yang tak terucap. Wajahnya selalu menyambut dengan senyum yang lembut, tetapi ada kilatan di matanya yang seolah menyimpan rahasia yang hanya bisa ditebak oleh mereka yang cukup berani untuk mencarinya. Rambut hitam legamnya yang tergerai hingga ke punggung seperti sutra yang mengundang sentuhan, dan ketika dia mengikatnya dengan gaya santai, leher jenjangnya terbuka, mengungkapkan kulit yang begitu halus, menggelitik imajinasi.
Tubuhnya, meski hanya setinggi sekitar 155 cm,tubuhnya adalah perpaduan sempurna antara kelembutan dan daya tarik yang menghipnotis. Pinggang rampingnya melengkung dengan cara yang membingkai pinggul berisinya, setiap langkahnya memancarkan feminitas yang menggoda. Dadanya yang kencang selalu terlihat jelas di balik blus sederhana yang dia kenakan, menciptakan siluet yang sulit untuk diabaikan.
Setiap kali aku duduk di sofa rental itu, berpura-pura sibuk memilih permainan, mataku sering kali tertarik pada sosoknya yang sedang menata koleksi CD atau memeriksa daftar pelanggan. Ketika dia membungkuk sedikit untuk merapikan sesuatu di meja, pandangan mataku dengan sendirinya tertuju pada belahan dadanya yang sedikit mengintip, dan aku harus menahan napas, menahan diri dari membayangkan hal-hal yang seharusnya tidak kupikirkan.
Percakapan sederhana dengannya pun kadang terasa seperti permainan berbahaya. Suaranya lembut, hampir berbisik, tetapi setiap kata yang keluar dari bibirnya membawa getaran yang memicu desir di dada. Ketika dia mendekat, aroma parfumnya yang lembut-campuran melati dan vanila-menggoda hidungku, mengisi ruangan dengan sensasi yang membuat pikiranku melayang.
Namun, sebuah siang yang biasa berubah menjadi awal dari sesuatu yang tidak biasa.
Siang itu, aku sedang merasa bosan. Tanpa rencana, aku memutuskan untuk pergi ke rental PlayStation, mencari hiburan karena ibuku sedang ada urusan perjalanan bisnis ke luar negri. Saat tiba, Tante Namira menyambutku seperti biasa dengan senyumnya yang lembut, senyum yang selalu berhasil membuat jantungku berdebar sedikit lebih kencang.
"Mau main PS? Langsung aja, Jul," katanya dengan nada ramah.
"Kok sepi, Tan?" tanyaku, mencoba memulai obrolan.
Tante Namira mengusap rambutnya yang tergerai, menguncirnya cepat dengan gerakan yang terasa begitu alami. "Tante baru buka, tadi ada urusan sebentar. Makanya agak telat."
"Oh, gitu..." jawabku sambil mengangguk. Aku masuk ke lorong kecil menuju ruang rental, tempat itu seperti biasa beraroma campuran khas: debu halus, sedikit bau keringat pemain lama, dan aroma manis parfum yang selalu melekat padanya.
Aku memilih konsol di sudut ruangan dan mulai bermain. Tak lama setelah itu, Tante Namira masuk. Dia mengenakan daster cokelat selutut yang sederhana tapi entah bagaimana terlihat begitu memukau saat melekat di tubuhnya. Rambutnya kembali tergerai, melambai ringan saat dia berjalan mendekati sofa usang di sudut ruangan.
"Julian," panggilnya lembut, membuatku menoleh. Ada nada berbeda dalam suaranya, lebih santai, bahkan sedikit manja.
"Iya, Tan?" tanyaku, meletakkan stik PS untuk menatapnya.
Tante Namira duduk dengan gerakan anggun, menyilangkan kakinya perlahan. Dia mengusap punggungnya dengan tangan, lalu menatapku dengan mata teduhnya yang membuatku merasa sedikit salah tingkah.
"Tante mau minta tolong, boleh?"
Permintaannya mengejutkanku. Tante Namira jarang, atau bahkan hampir tidak pernah meminta bantuan padaku. Biasanya dia mengurus semuanya sendiri.
/0/22021/coverorgin.jpg?v=40ba8dce77cf7c4da1bd8af23dfd3d9b&imageMogr2/format/webp)
/0/5370/coverorgin.jpg?v=2a674aa6924609945d54c52e1c44793b&imageMogr2/format/webp)
/0/3905/coverorgin.jpg?v=80685fced6d4403a026d3d4bb7660cff&imageMogr2/format/webp)
/0/3809/coverorgin.jpg?v=e7e077333046fba0f011a2436c21b55a&imageMogr2/format/webp)
/0/19258/coverorgin.jpg?v=2fa662005d446848bdf54df9bbc702a7&imageMogr2/format/webp)
/0/4383/coverorgin.jpg?v=f8992cfee7dd0fd8f7f126b008b47a08&imageMogr2/format/webp)
/0/2474/coverorgin.jpg?v=4a3ca59d465d6a60fb3b259f72248d08&imageMogr2/format/webp)
/0/2434/coverorgin.jpg?v=fa1d2dfdb4a9c229d62fd05e6170dc25&imageMogr2/format/webp)
/0/24027/coverorgin.jpg?v=00d82a3d6f2079c1d5a13fd023ac1e50&imageMogr2/format/webp)