/0/21824/coverorgin.jpg?v=bf38f2fc2a18bd5b408ddaf505dc4c5f&imageMogr2/format/webp)
“Aduh, kok kepalaku pusing banget ya. Aduh ... ini kenapa ya,” keluh Elina ketika dia merasa kepalanya kini terasa semakin berat.
“Kamu tadi minum apaan sih, Ell?” tanya Dinda yang melihat tubuh sahabatnya sedikit berkeringat saat ini.
“Gak ada kok. Aku cuma minum yang ada di sini doang ... tapi kenapa kepalaku rasanya berat banget ya. Nggak biasanya banget kayak ini,” jawab Elina sambil mulai memijat pelipisnya sendiri.
“Kok bisa gitu sih. Kayaknya ini bukan pertama kalinya deh kamu minum minuman ini kan. Dan biasanya nggak pernah sampai ngeluh tuh,” ucap Dinda yang kemudian memberikan tisu pada Elina untuk sedikit menyeka keringat yang ada di keningnya.
“Ell, kayaknya kamu perlu istirahat deh. Kamu mau ke kamar duluan atau tetap mau di sini aja? Mending ke kamar deh, Ell,” tanya Mega yang duduk bersama Elina dan Dinda sekaligus memberikan saran pada sahabat kekasihnya itu.
“Iya bener, Ell. Kondisi kamu kayaknya makin ga bener nih,” timpal Dinda yang mendukung ucapan Mega.
“Di sini aja deh dulu bentaran. Bisa makin bete aku ntar kalau sendirian di kamar,” jawab Elina yang kemudian segera menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dan mencoba untuk memejamkan matanya.
Elina yang baru saja putus dari kekasihnya membutuhkan hiburan untuk melupakan rasa sedihnya karena ditinggal pergi tanpa alasan oleh kekasihnya. Elina mengajak 2 orang sahabat baiknya itu untuk menikmati malam di sebuah klub malam dan pergi menginap di hotel yang ada di atas klub tersebut.
Dentuman suara musik yang semakin kencang kian membuat darah Elina mendidih saat ini. Badannya terasa semakin panas dan kepalanya juga semakin berat.
Padahal ini bukan pertama kalinya dia minum minuman yang sama seperti yang dia tenggak malam ini, tapi entah mengapa malam ini tubuhnya memberikan reaksi yang berbeda dari yang biasanya.
“Aduh kepalaku ini kenapa sih,” keluh Elina pelan sambil memegang kepalanya erat-erat.
“Ell, mendingan kamu istirahat deh. Kamu makin keliatan kayak orang teler tau ga,” saran Dinda.
“Nggak mau ah. Ntar aku ke inget lagi sama si brengsek itu,” tolak Elina.
“Tapi kamu kayaknya nggak sehat, Ell. Entar yang ada kamu makin sakit.”
“Iya Ell, bener apa yang dibilang sama Dinda itu. Mendingan kamu naik dulu deh, besok kita ke sini lagi kalau emang kamu masih pengen kita ke sini. Tapi beneran deh ... kondisi kamu nggak baik banget hari ini. Kalo perlu kita naik aja lah barengan kalo emang kamu gak mau sendirian di kamar,” sahut Mega yang mendukung saran dari Dinda.
Elina tidak menjawab apa yang dikatakan oleh Dinda. Dia melihat ke arah Dinda dan Mega secara bergantian.
Sepertinya apa yang dikatakan oleh Dinda tentang kondisi tubuhnya malam ini semua benar. Kondisi tubuhnya sangat tidak bersahabat sehingga membuat dia merasa sedikit sakit, padahal baru sebentar saja dia minum.
“Kayaknya aku emang harus istirahat deh. Badanku beneran gak enak. Panas banget,” ucap Elina sambil meraih tas miliknya.
“Perlu aku temenin gak?” Dinda menawarkan diri.
“Gak usah. Kamu di sini aja ama Mega. Aku mau langsung tidur.”
“Beneran gak mau dianterin ke kamar?” Mega juga ingin memastikan.
“Gak usah, aku masih bisa jalan kok. Din, ntar kalo aku gak bukain pintu ... kamu tidur di kamar Mega ya?” pesan Elina sebelum dia meninggalkan teman-temannya itu.
/0/11020/coverorgin.jpg?v=080fff4af68b2b59158d942512354e53&imageMogr2/format/webp)