Olivia, anak kedua dari tiga bersaudara ini tinggal bersama adik, ibu, dan ayah tirinya di sebuah perumahan. Semua berawal ketika ayahnya meninggal, sehingga ibunya memutuskan menikah lagi. Ayah tiri Olivia sangat berbeda dengan almarhum ayahnya. Jika almarhum ayahnya sangat mencintai ibunya, ayah tirinya kebalikannya.
Entah sebenarnya ayah tirinya itu cinta atau tidak kepada ibunya. Jika cinta kenapa ayah tirinya seringkali melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kepada ibunya. Jika tidak cinta, kenapa juga ayah tirinya menikahi ibunya. Kurang lebih sudah 10 tahun lamanya mereka menikah tetapi Olivia tak pernah sedikitpun melihat ibunya bahagia.
Hampir setiap hari, pertengkaran seringkali terjadi. Bukan hanya sekedar adu mulut, tetapi ayah tirinya berani bermain fisik. Berbagai kekerasan fisik ayah tirinya lakukan kepada ibunya mulai dari memukul, menampar, hingga melakukan tindak kekerasan lainnya. Olivia dan adiknya, Caitlin sudah berusaha membantu ibunya tetapi selalu kalah dengan ayah tirinya.
Jadi, ayah tirinya adalah seorang pecandu minuman keras dan narkoba. Ayah tirinya tak pernah mau bekerja dan hanya tahu meminta uang kepada Olivia dan ibunya. Meski sudah sering dilukai secara fisik dan mental, tetapi ibunya masih saja ingin bertahan dengan pria yang seperti itu.
Ingin menyelamatkan ibunya, Olivia mengajak adiknya, Caitlin pergi ke rumah Julie, kakak sulungnya yang sudah menikah. Julie menikah dengan seorang pria bernama Willy. Setelah menikah, mereka tinggal bersama di rumah yang sudah Willy sediakan.
Sesampainya di rumah Julie, Olivia dan Caitlin masuk ke dalam rumahnya untuk mengutarakan maksud dan tujuannya. Jadi, Olivia mengajak kedua saudaranya itu berdiskusi dan bersatu untuk menyadarkan ibunya. Selama ini, ibunya berada dalam pernikahan yang tidak sehat.
“Eh ada kalian. Ayo masuk,” ucap Julie ketika membuka pintu dan melihat dua adiknya datang.
Setelah Olivia dan Caitlin duduk di ruang tamu, mereka pun langsung berbicara tentang inti permasalahan kepada Julie. Terus terang Olivia ingin Julie membantunya untuk menyadarkan ibunya sendiri yang terjebak dalam pernikahan beracun. Ibunya seringkali tersakiti oleh lelaki yang tak pernah sadar diri.
“Kalian mau minum apa? Kakak buatin,” ucap Julie.
“Gak usah kak, mending kita langsung ngobrol aja. Sebenarnya aku sama Caitlin kesini karena ingin ngajak kakak menyadarkan Mamah,” ucap Olivia.
“Menyadarkan Mamah? Maksudnya?” tanya Julie.
“Masa kakak gak tahu sih? Dulu kan kakak lihat sendiri gimana perlakuan Om Burhan (Ayah tiri mereka, istri ibunya) sama Mamah kita,” ucap Caitlin.
“Kakak pikir Papah udah berubah,” ucap Julie.
“Stop! Jangan panggil pria itu Papah, dia gak pantas jadi Papah kita. Sampai kapanpun Papah kita cuma Papah Hilman (Ayah mereka yang sudah meninggal), bukan Om Burhan. Jangankan jadi Papah kita, jadi laki-laki aja dia gak pantes!” ucap Caitlin.
“Caitlin, kamu gak boleh kayak gitu. Walau Bagaimanapun, beliau adalah suami mamah. Itu artinya, beliau juga menjadi ayah kita. Terlepas dari bagaimana sikap dan perlakuannya sama kita, kita harus tetap menghormati dia sebagai ayah meskipun dia bukan ayah yang baik buat kita,” ucap Olivia.
“Buat aku, Papah yang sebenarnya udah meninggal itu masih hidup. Sedangkan, si Burhan yang masih hidup, aku anggap udah mati. Aku gak pernah sudi punya ayah gak beradab kayak gitu! Pokoknya aku mau Mamah segera bercerai sama si Burhan itu,” ucap Caitlin.
“Sabar.. Kita bisa bicarakan semua baik-baik tanpa perlu emosi. Kakak ngajak kamu ketemu kak Julie supaya kita bisa berdiskusi bukan malah membicarakan keburukan orang lain apalagi ayah tiri kita sendiri,” ucap Olivia.
“Sebenarnya, apa yang mau kalian diskusikan?” tanya Julie.
“Masa kakak gak ngerti juga sih? Harusnya kakak udah paham dong,” ucap Caitlin.
“Cukup Caitlin! Dari tadi kamu emosi terus, kalau kamu emosi terus, kapan masalahnya selesai? Sekarang kamu diem aja biar kakak yang ngomong sama kak Julie,” ucap Olivia.
“Tapi kak…,” ucap Caitlin.
“Kakak bilang diam ya diam!” ucap Olivia tegas.
Sebenarnya, Olivia sangat baik tetapi jika dia sudah marah, kemarahannya bisa sangat menakutkan. Kemarahan Olivia adalah hal yang Caitlin takutkan karena wajahnya bisa menyeramkan baginya. Setelah Caitlin diam, Olivia pun berbicara serius kepada Julie tentang ibunya.
“Aku kesini mau ngajak kakak untuk ngasih tahu Mamah supaya Mamah sadar dan bercerai dengan Papah. Selama 10 tahun pernikahan, Mamah gak pernah bahagia kak. Hampir tiap hari Mamah bertengkar sama Papah. Gak cuma sekedar adu mulut, Papah juga sering main tangan sama Mamah. Aku sama Caitlin sering lihat Mamah dipukuli sampai lebam,” ucap Olivia.
“Aku juga pernah lihat Papah lempar Mamah pakai vas bunga sampai kepala Mamah berdarah. Gak cuma itu, masih banyak kekerasan fisik yang Papah lakukan sama Mamah. Selama ini kita diam, karena Papah selalu mengancam kita untuk gak bilang sama siapa-siapa. Karena kalau ada orang lain yang tahu tentang kelakuannya, Papah bisa makin marah sama Mamah dan kita juga yang bakal kena,” imbuhnya.
“Masa Papah kayak gitu sih? Dulu pas kakak masih tinggal di rumah, kakak gak pernah lihat Papah melakukan kekerasan sama Mamah,” ucap Julie.
“Dulu kan kakak kerja dan jarang pulang. Mungkin kakak gak pernah lihat gimana kelakukan Papah sama Mamah. Lagian dulu pas kakak pulang, Papah pergi. Pas kakak pergi, Papah pulang. Jadi wajar kalau kakak gak pernah tahu atau bahkan lihat sendiri kelakuan kasar Papah sama Mamah,” ucap Olivia.
“Ya udah. Nanti kakak coba bicara sama Mamah,” ucap Julie.
“Kok nanti sih kak? Sekarang dong. Lagian kakak juga lagi libur kan,” ucap Caitlin.
“Iya-iya. Kita ke rumah sekarang,” ucap Julie.
Di Rumah
Julie, Olivia, dan Caitlin pergi ke rumah untuk bertemu ibunya. Sesampainya dirumah, mereka langsung masuk ke dalam rumah tapi malah dikejutkan oleh keadaan ibunya. Bagaimana mereka tidak terkejut? Ibunya terkapar bersimbah darah di lantai dalam keadaan sudah tak bernyawa.
“Mamahhhhhh,” teriak Julie, Olivia, dan Caitlin.
/0/3307/coverorgin.jpg?v=f41bcfdf6cadf6cfc3f64f152d49c541&imageMogr2/format/webp)
/0/6187/coverorgin.jpg?v=72d677abcbdba6d5214345bafe08895f&imageMogr2/format/webp)
/0/3025/coverorgin.jpg?v=41980f9cd0993da3b1c9d25124e7b0ca&imageMogr2/format/webp)
/0/16953/coverorgin.jpg?v=cb72b12389e190b754db1d7db1b1f154&imageMogr2/format/webp)
/0/3411/coverorgin.jpg?v=fd765f710e707383010bae55f6cac4c7&imageMogr2/format/webp)
/0/5475/coverorgin.jpg?v=1c928080917c2e8e1c5bf2ba68a13220&imageMogr2/format/webp)
/0/3262/coverorgin.jpg?v=ba0d530e17081e7c2a621caef06923d2&imageMogr2/format/webp)
/0/29175/coverorgin.jpg?v=8d55e2575b25406d48e476ec8e570797&imageMogr2/format/webp)
/0/2362/coverorgin.jpg?v=6d2128527716cfd349a5acec8978df7e&imageMogr2/format/webp)
/0/2949/coverorgin.jpg?v=0de6347e304d2780a4ea09a260e11c82&imageMogr2/format/webp)
/0/2352/coverorgin.jpg?v=71b52e24adf9494be34d4e56908d40fe&imageMogr2/format/webp)
/0/7540/coverorgin.jpg?v=64ba578be9dfd13513fb31866dbcd0fd&imageMogr2/format/webp)