/0/26688/coverorgin.jpg?v=c4b3c2c782fc14e4cf02f18cc7392d82&imageMogr2/format/webp)
Widya Ayu Ningrum (24 Tahun)
Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja.
Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono yang sekarang baru menginjak bangku Sekolah menengah pertama. Namun Evan sendiri semenjak masuk SMP, Evan tinggal dirumah orang tuanya yang memang dimana jarak antara rumah orang tua Widya dengan sekolah Evan belajar lumayan dekat dibanding rumah yang Widya tempati. Evan kadang mengunjungi ibunya tiap malam minggu dan selalu menginap. Evan akan kembali pulang ke rumah nenek atau ibu Widya pada Senin pagi. Sebenarnya Widya merasa sangat kesepian setelah ditinggal sang suami, kini anak semata wayangnya terpaksa harus ia titipkan di rumah ibunya semata-mata hanya untuk mengirit pengeluaran yang mulai memburuk sejak ditinggal meninggal oleh Harjo.
Widya sebenarnya bisa memperbaiki masalah yang dihadapinya demgan cara menikah kembali. Widya cantik, mulus dan untuk badannya sendiri sangatlah terawat dan kalaupun Widya ada niatan untuk mencari pria pengganti Harjo pasti dengan cepat bisa Widya dapatkan. Sayangnya Widya belum memikirkan hal itu sampai 3 tahun ini. Ia hanya fokus pada anak serta kehidupannya.
Widya belum memikirkan akan sosok pengganti ayah bagi Evan, tapi sejauh ini sudah banyak lelaki yang mendekati Widya untuk mempersuntingnya dengan menerima statusnya sebagai janda anak satu, bahkan ibunya sendiri menyarankan Widya untuk menikah kembali karna umur Widya yang masih muda tersebut, tapi lagi-lagi Widya tolak dengan halus.
Dari segi bisnis. Widya mempunyai bisnis sampingan berupa jasa Katering yang selama ini ia kerjakan, tapi sekarang sudah mulai tak pasti ada pesanan yang masuk. Karna hal itu Widya benar-benar memutar otak supaya semaksimal mungkin ia bisa membiayai terus sekolah anaknya dan juga membiayai kehidupan dirinya sendiri pula.
Bukan ibu Widya maupun saudaranya tak mau membantu, mereka sudah sangatlah sering menawarkan bantuan tetapi dari pihak Widya nya sendiri menolak halus dan lebih berusaha sendiri sebisa mungkin karna ini memang tanggung jawabnya sebagai orang tua bagi anaknya.
Seperti saat ini, Evan datang mengunjungi Widya dengan kabar yang membuat Widya buntu. Dimana Evan memberitahukan ibunya bahwa uang SPP yang sudah 4 bulan belum dibayar sudah kembali di tanyakan oleh pihak sekolah. Sebenarnya kalau Widya meminta bantuan ibunya pasti semua masalah akan selesai tapi kembali lagi ke ego Widya dengan alasan Tanggung Jawab.
“Nanti mama cari uangnya, kamu bilang aja dulu sama kepala sekolah buat kasih mama waktu lagi”, ucap Widya masih mencoba untuk tersenyum.
“Tapi kata kepala sekolah mama hanya dikasih waktu sampai bulan depan, kalau bulan depan mama ga bisa bayar katanya untuk sementara Evan dilarang untuk masuk sekolah sampai mama bisa bayar semuanya”, tutur Evan pada Widya.
“Iya, mama bakal usaha secepatnya. Kamu ga usah pikirkan hal ini, kamu yang penting belajar aja yang tajin biar jadi orang pintar terus jadi orang yang sukses”, ucap Widya pada anaknya. Evan mengangguk.
“Yaudah makan dulu gih”, suruh Widya.
“Mama tau aja kalo Evan belum makan. Hihihihi…”
“Yakan emang udah kebiasaan kamu kalo hari Sabtu langsung ke rumah tanpa balik ke rumah nenek dulu”. Evan hanya tersenyum lebar sambil berlari pelan ke arah kamarnya untuk berganti pakaian.
“mah, Evan menginap disini ya selama libur satu minggu ini”
Sesaat setelah anaknya masuk ke dalam kamar, ponsel Widya mendapat pesan masuk dari ibunya yang bertanya tentang apa cucunya sudah ke rumah Widya atau belum. Seperti itulah ibu Widya terhadap anaknya. Evan oleh neneknya sangatlah dimanja, tapi walau dapat perlakuan seperti itu dari neneknya, Evan tak menjadi seorang anak yang manja pula. Karna rasa sayang neneknya terhadap Evan, jika Evan pergi entah kemana pasti selalu ia khawatirkan.
Sore harinya ketika Widya berada di depan rumah sedang mengisi waktu luangnya merawat tanaman, tetangga rumahnya menyapa Widya dengan sapaan ala ibu-ibu rumah tangga.
“rajin banget bu Widya ini”
“Eh, iya bu buat isi waktu luang aja ini”
“tanaman tiap sore disiram, tapi yang siram kangen disiram juga ga nih? Hehehe”, canda tetangganya itu yang bernama bu Nonik.
“ibu bisa aja. Ibu juga rajin tiap sore pasti olahraga gitu. Biar singset ya bu”, balas canda Widya.
Bu Nonik yang awalnya sedang lari kecil sore menghentikan kegiatannya dan mengobrol bersama Widya di depan rumah.
“kelihatannya lagi bingung banget ibu Widya ini. Kelihatan jelas loh dari mukanya”
Widya tersenyum, “iya ini bu. Saya lagi bingung soalnya uang SPP Evan sudah 4 bulan belum dibayar. Sedangkan Katering saya juga udah merosot, hutang bank juga lagi dikejar-kejar”, ujar Widya.
Bu Nonik terdiam setelah mendengar masalah yang Widya alami. Bu Nonik terlihat berpikir untuk membantu bagaimana caranya masalah tetangganya itu bisa diselesaikan.
“Bu Widya mau dengerin saran saya ga?”, Tanya bu Nonik.
“Saran apa, bu? Kalo emang bisa membantu mungkin saya bisa terima saran bu Nonik”
“Giman ya bilangnya. Hmmm… Sebenernya saya sih belum pernah, tapi teman saya sudah coba cara ini dan cerita ini juga teman saya yang ceritain”
“semacam…. semacam pasang pelaris gitu, Cuma bukan pelaris jualan, tapi pelaris rezeki katanya. Teman saya udah coba hal itu dan memang benar hanya beberapa minggu setelahnya teman saya itu kaya ketiban durian runtuh. Yang awalnya banyak hutang malah sekarang bisa beli mobil bagus”, ujar bu Nonik.
“ah ga, bu. Itu sama saja dosa. Ga mau saya, bu kalo kaya gitu”, tolak Widya.
“saya kan Cuma kasih saran aja, bu. Kalo ibu pikir-pikir lagi juga dari mana ibu bisa dapetin uang buat bayar SPP Evan? Iya buat SPP emang ga terlalu besar, tapi coba ibu bayangin gimana bayar hutang bank yang jumlahnya bukan satu dua juta aja. Kalo ga salah hutang peninggalan pak Harjo kan diatas 200 Jt. Memang dicicil, tapi hutang segitu bisa berapa tahun baru lunas, bu?”, ucap bu Nonik.
“Ya saya sih ga paksa, Cuma coba ibu pikirin lagi deh. Kapan lagi bisa dapat duit dalam waktu ga terlalu lama dan dalam jumlah besar”
Widya mencoba mencerna ucapan bu Nonik. “kalau semisal. Semisal ini ya, kalo emang bayar buat pasang kaya gitu berapa, bu?”
“kalo buat bayar sih kata teman saya gratis, cuman…cuman kata teman saya proses pemasangan pelaris itu berat, bu. Ga tau berat dalam segi apa, soalnya teman saya ga kasih tau kaya apa prosesnya”
“pernah bilang juga sih kalo proses pemasangannya itu enak dan setelah proses pemasangan pun juga harus tetap melakukan ritual rutin katanya buat jaga kualitas pelaris yang dipakai”, ujar bu Nonik.
“Enak? Bersetubuh kah?”, kaget Widya.
“kalo untuk itu saya ga tau, bu. Tapi ada kemungkinan juga prosesnya seperti itu karna memang teman saya pas jelasin ada kata-kata kalo semakin sering disiram akan semakin bagus. Nah mungkin yang dimaksud disiram itu ya hal yang berhubungan dengan Bersetubuh”
“Tapi tadi katanya setelah proses pemasangan, harus tetap melakukan ritual buat jaga kualitas pelaris yang dipakai. Berarti dengan kata lain harus bersetubuh secara rutin dengan orang yang memasangkan itu?”, ucap Widya dan tanpa bu Nonik sadari entah kenapa karna pembicaraan tersebut, kedua puting Widya terasa semakin mengeras.
“ya mungkin, saya kan belum pernah coba, bu. Tapi kalo emang kaya gitu kan berarti enak juga toh, bu. Dapat uang banyak iya, dapat yang enak-enak juga iya”, balas bu Nonik dengan tersenyum meledek.
“kaya wanita murahan dong, bu. Tiap dipakai terus dapat uang”
“Ya beda lah, bu. Disini memang kalo bersetubuh dapat uang kasaranya, tapi kalo ga bersetubuh juga masih bisa dapat uang, tapi ga sebanyak kalo bersetubuh. Cuma kalo seterusnya ga bersetubuh ya lama-lama ga dapet uang sama sekali. Intinya pelaris ya ditanam di tubuh orang itu supaya menghasilkan uang harus dikasih makan dan makanan dia itu ya sperma lelaki, mungkin? Ya saya juga ga bisa simpulin kalo proses ada bersetubuh apa ga, tapi buat kemungkinannya kaya gitu”, sanggah bu Nonik.
“Kalau bu Widya berubah pikiran dan mau coba bisa bilang sama saya, nanti saya hubungin teman saya itu buat minta alamat orang yang bisa bantu memasangkan ke bu Widya ini”, lanjut bu Nonik.
“Saya pikir-pikir dulu deh, bu buat hal ini”, ucap Widya.
“Iya, bu orang saya juga ga paksa. Yaudah kalo gitu saya pulang dulu deh, udah mau Maghrib soalnya”, ujar bu Nonik pamit.
“SPP Evan bakal ga ada masalah dan semua hutang pun bakal lunas. Coba dulu apa ga ya?”, pikir Widya.
Makan malam telah selesai disantap. Widya terlihat bersandar di tempat tidur sambil memikirkan saran yang dikasih oleh bu Nonik sore tadi. Widya bingung apakah ia akan mengambil jalan pintas tersebut atau harus bersusah payah dengan usahanya sendiri. Kalo untuk meminta bantuan ibunya itu tak terpikirkan oleh Widya karna memang kembali tak mau terlihat sangat menyusahkan di depan orang tuanya.
Sedari tadi Widya melamunkan saran yang ia dapat, hingga ia terpikirkan obrolan di bagian proses pemasangan. Tanpa sadar tangan kananya merambat masuk ke dalam celana tidurnya dan sedikit demi sedikit mulai memasukkan jarinya ke dalam lubang memeknya. Entah kenapa ia merasa sangat terangsang ketika teringat obrolan sore tadi dan ia terangsang jika membayangkan dirinya melakukan proses pemasangan tersebut dan harus bersetubuh dengan pria lain yang sama sekali tak ia kenal itu.
“Sshhhhh……”
Tanpa Widya sadari kembali, mulutnya mengeluarkan desahan kecil sambil memikirkan dirinya sedang disetubuhi oleh entah siapa pria itu. Membayangkan bagaimana dirinya disetubuhi dan seperti apa rasanya bersetubuh dengan pria lain selain oleh suami sah nya. Bahkan laju keluar masuk jarinya semakin cepat ingin mengejar kenikmatan.
“Ssshhh….enakkk….aku kangen…kamu…mas…sshhhh…”
“mass…Harjo…oowwhhhsss…”
Widya makin terbawa oleh suasana. Dari sebuah obrolan menjadikannya sebuah fantasi yang sama sekali belum pernah ia pikirkan selama ini. Sebuah fantasi dengan membayangkan dirinya tengah di sebadani oleh lelaki yang bukan suami sahnya dan lelaki tersebut lelaki yang tak ia kenal dan baru pertama kaki ia temui. Nafasnya tersengal, badannya panas dingin dan perasaannya merasakan hal yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Mungkin karna sudah 3 tahun ini Widya sama sekali tak melakukan hubungan badan ataupun masturbasi, dirinya dengan cepat bisa meraih orgasme yang pernah ia rasakan dulu, walau rasa yang didapat tak sebanding dengan benda yang semestinya memasuki lubangnya itu.
CLOK!!! CLOK!!! CLOK!!!
“Aakkkhhhh….oowwsshhhh…..”
Orgasme pertama dalam kurun waktu 3 tahun akhirnya bisa Widya keluarkan. Terlihat jelas seprei sangat basah akibat orgasme pertamanya itu yang selama ini tak ia keluarkan.
HOSH!!! HOSH!!! HOSH!!!
Widya mencoba mengatur kembali nafasnya sehabis gelombang orgasme telah ia alami. Pada memeknya ia merasakan panas karna gesekan dan kocokkan jarinya sendiri pada memeknya.
“Aku tau ini dosa, tapi aku sudah tak tau harus seperti apa lagi. Akan aku ambil saran bu Nonik itu. Ya, aku harus ambil”, ucap Widya setelah gelombang orgasme mereda.
Keesokannya, hari minggu sehabis belanja sayuran pagi. Widya berjalan beriringan bersama bu Nonik dengan sebuah kantung plastik berisi bahan-bahan makanan di tangannya. Widya mulai mengutarakan tentang niatnya untuk mengambil saran yang diberikan oleh bu Nonik kemarin sore di depan teras rumahnya.
Awalnya bu Nonik kaget karna Widya mau mengambil cara tersebut, tapi di lain hal bu Nonik merasa senang akan keputusan yang Widya ambil tersebut. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh bu Nonik akan Widya.
“bu Widya beneran?”, tanya bu Nonik.
Widya mengangguk, “saya sudah bingung harus seperti apa lagi, bu. Saya bakal coba cara yang bu Nonik sarankan, walau saya sendiri juga sadar betul bahwa apa yang akan saya lakukan ini dosa yang penting anak saya bisa hidup dan bisa bersekolah tanpa ada masalah lagi, tanpa ada rasa malu atau minder karna orang tuanya tak bisa bayar uang SPP yang jumlahnya sebenarnya tak seberapa. Saya ga mau anak saya susah dan merasa malu, bu”, ujar Widya.
“Kalau keputusan bu Widya memang seperti itu, saya nanti bakal coba tanya detailnya lagi sama teman saya itu. Bu Widya tunggu aja kabar dari saya, kalo sudah nanti saya bakal ke rumah ibu buat kasih tau”. Widya mengangguk.
Sebelum bu Nonik masuk ke area pekarangan rumahnya, bu Nonik berbicara, “tapi ibu juga harus siap dengan prosesnya”. Widya menoleh, “iya, bu. Saya siap”. Jawab Widya.
Sore harinya Widya beserta anaknya, Evan berada di rumah ibunya Widya setelah siang tadi bu Nonik datang ke rumah untuk memberi tahu semua informasi yang ia dapatkan dari temannya. Tujuan Widya datang ke rumah ibunya semata-mata hanya ingin berpamitan untuk pergi sementara waktu ke suatu tempat dengan alasan mengajak Evan berlibur sebentar disaat sekolah libur.
Ibu Widya ingin ikut bersama anak beserta cucunya itu, namun Widya beralasan kalau liburan kali ini ia lakukan khusus untuk liburan keluarga antara anak dan ibunya. Tentunya Widya bilang dengan halus dan sopan pada ibunya, hingga sang ibu mengerti dan memperbolehkan mereka untuk pergi. Seperti seorang nenek yang sayang pada cucunya, ibu Widya memberi uang jajan untuk Evan karna ibu Widya tau pasti kalo Widya pasti tak akan mau menerima uang darinya, maka dati itu sang ibu hanya memberi pada Evan, cucu tersayangnya itu.
“Widya juga mau izin menginap di sini dulu, bu. Besok pagi kita berangkat soalnya”, ujar Widya.
“Rumah ibu, rumah kamu juga ngapain harus minta izin. Kamu menginap disini ataupun tinggal disini sekalipun juga ibu malah senang, Wid”
Widya menaruh beberapa barang bawaannya ke dalam kamar dan tak lama kembali menemui ibunya untuk melanjutkan mengobrol hal ringan sambil melepas kangen karna Widy jarang bertemu dengan ibunya, walau sebenarnya rumahnya dengan rumah ibu tam terlalu jauh, hanya memerlukan waktu setengah jam perjalanan.
“Kamu masih belum ada niatan buat cari pengganti Harjo, Wid? Maaf ibu tanya kaya gini lagi, ibu Cuma mau kalau kamu bisa hidup lebih baik lagi kalau ada sosok pria disampingmu”
“Maaf, bu. Buat sekarang Widya masih belum memikirkan hal itu, karang Widya memang merasa terlalu berat untuk Widya jalani sendiri, tapi hal itu masih belum terlalu mengganggu Widya”
“Banyak pria yang udah datang ke depan ibu buat deketin kamu, bahkan tak sedikit juga pria yang langsung ingin melamar kamu, Wid”
“aku tau akan hal itu, bu. Widya masih memikirkan, Widya bakal cari pengganti, tapi belum untuk sekarang”
Ibu Widya mengusap lembut tangan mulus Widya, “yaudah gapapa, semua kan kamu yang jalani. Kalo kamu merasa belum waktunya ya ga papa. Toh ibu juga selalu dukung apa yang kamu lakukan. Ibu hanya sayang sama kamu, sama cucu ibu juga”. Widya memeluk tubuh ibunya dari samping sambil menempatkan kepalanya diantara leher dan dada ibunya. “Makasih, bu”. Dan dibalas usapan lembut oleh ibunya di kepala Widya.
—
Pagi dimana keberangkatan Widya ditemani oleh anaknya, Evan telah tiba. Widya beserta anaknya berpamitan kepada kedua orang tuanya an pergi menggunakan angkutan umum menuju ke terminal bus karna tempat yang akan dituju memang memerlukan jasa angkutan bus karna lumayan jauh.
Sekitar setengah jam perjalanan menggunakan angkutan umum akhirnya ibu beserta anak tersebut telah sampai di dalam terminal bus. Dimana selama perjalanan tadi Widya kurang merasa nyaman karna tepat didepanya duduk seorang pria sambil memegang ponselnya dengan gelagat seperti sedang merekam dirinya, karna i bisa melihat betul arah dari kamera yang ditunjukkan padanya, tapi itu hanya perasaannya saja jadi ia tak berani untuk menugur pria tersebut.
Widya mencari bus yang bisa mengantarkan dirinya ke tempat yang akan ia tuju. Ternyata tempat tersebut sangatlah jarang dilewati oleh rute bus yang ada, dengan susah payah Widya bertanya kesana kemari untuk hal tersebut. Hingga akhirnya ia mendapatkan bus yang ia harapkan, namun dengan bayaran yang lumayan mahal.
“Maaf aja, bu. Rute yang akan ibu lewati memang jauh dan lumayan pelosok, jadi yang harus ibu bayar ya segitu dan lagian bus yang melayani rute tersebut memang sangatlah jarang, kalau ibu merasa keberatan ibu bisa cari bus lain dan itupun kalau dapat”, jelas calo bus.
Widya terlihat berpikir dengan apa yang dijelaskan oleh bapak tersebut. Ada benarnya juga si bapak karna sedari tadi ia sangatlah sulit mencari bus yang bisa mengantarkan dirinya dan sekalinya dapat dengan harga mahal.
“Yaudah, pak saya mau”, putus Widya.
Si calo terlihat tersenyum senang karna penumpang yang ia dapat bertambah. “Bus sebentar lagi bakal berangkat, bu. Untuk busnya yang warna putih, nomor 23DF”, ucap si calo sambil menunjuk le arah bus yang dimaksud.
Dengan sigap si calo membantu membawakan barang bawaan milik Widya dan memasukkannya ke bagasi samping bus. Sementara Widya dan Evan masuk untuk duduk di tempatnya. Baru saja duduk, terlihat seorang pria bertubuh besar dengan kulit lumayan hitam mendekati Widya untuk meminta tiket bus dan tak lama setelahnya bus pun langsung berangkat seperti yang si calo katakan tadi.
Widya duduk di bangku bagian tengah dan ia melihat sekeliling ternyata hanya ada beberapa penumpang yang ada di dalam bus. Mungkin karna rute yang ia tuju lumayan pelosok dan sekarang hari biasa jadi penumpang yang ada bisa dihitung dengan jari, malah bisa dibilang sepi.
Di bagian depan terdapat ada 2 bangku diisi pasangan, dibangku sebelahnya 1 laki-laki, dibelakangnya terisi 2 pasangan lainnya dan 2 laki-laki. Sementara dibangku panjang paling belakang terdapat 3 laki-laki. Di dalam bus berarti terdapat 16 penumpang termasuk dirinya. Laki-laki ada 11 termasuk anaknya dan ditambah lagi kernet beserta sopir bus berarti ada 13 laki-laki. Sementara perempuan yang ada hanya 5 orang.
Bus mulai melaju mengarah ke tempat tujuan. Evan yang memang sangat gampang mabuk kendaraan tak bisa menahan rasa mualnya. Evan sedikit demi sedikit mengeluarkan makanan yang ia makan sebelum berangkat tadi. Dengan telaten Widya mengurut tengkuk Evan.
HOEK!!! HOEK!!!
“ini dihirup kayu putihnya biar sedikit mendingan”, ucap Widya sambil mengarahkan botol kayu putih ke hidung Evan.
“Apa tempatnya masih jauh, mah?”, tanya Evan disela menghirup aroma kayu putih.
“besok pagi baru sampai, nak. Sabar ya”
“jadi Evan bakal seharian di dalam bus, mah? Evan ga tahan”, keluh Evan atas rasa mabuknya.
“Maaf ya nak, tempatnya jauh soalnya. Mama lupa kalo kamu gampang mabuk kendaraan. Kalo mama ingat pasti mama bakal ajak orang lain buat temani mama”, ucap Widya merasa bersalah.
“yaudah, kamu tidur aja biar mabuknya ga terlalu berasa”, lanjut Widya.
Evan mencoba menuruti perkataan mamanya dan mencoba untuk tidur. Tak lama Evan berhasil memejamkan matanya dengan lelap disamping Widya. Perjalanan masih jauh dan bus yang ia tumpangi baru keluar dari kotanya sendiri. Widya yang teringat perjalanan memakan banyak waktu lalu memutuskan untuk ikut memejamkan mata.
Widya tertidur selama perjalanan lumayan lama, saat ia bangun ternyata Evan sudah terlebih dahulu bangun dan juga bus akan segera berhenti untuk beristirahat sejenak.
Saat bus benar-benar berhenti, Evan melihat jam tangannya yang telah menunjukkan pukul 19.19. Widya menawarkan Evan untuk ikut turun dari bus, namun Evan menolak karna ia merasa mengantuk. Akhirnya Widya hanya bertanya apakah ada yang mau dibelikan dan Evan hanya meminta beberapa makanan. Widya turun dari Bus beserta dengan para penumpang lainnya.
HOAM!!!
Karna merasa mengantuk kembali akhirnya Evan memutuskan untuk tidur sampai mamanya kembali.
Evan kembali terbangun dari tidurnya karna ia dikagetkan oleh suara klakson bus yang keras. Saat ia lihat sekeliling ternyata hanya ada beberapa orang yang sudah masuk dan duduk kembali di dalam bus sambil makan ada juga yang tidur. Evan melihat ke luar jendela bus dan sesekali melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 20.16, dengan kata lain bus yang ia tumpangi telah berhenti hampir 1 jam dan begitu juga mamanya yang belum kembali ke sampingnya.
“memangnya kalo berhenti selama ini ya?”, bingung Evan yang dimana baru pertama kali ini naik bus.
Disaat dirinya dalam bingung, Evan merasakan bahwa ia ingin buang air kecil. Dengan segera Evan turun dari bus dan menuju toilet. Saat dirinya sedang buang air kecil terdengar dari luar ada dua orang pria sedang berbicara.
“seriusan lu?!”
“seriuslah, gila memeknya enak banget. Kapan lagi bisa rasain memek bini orang. Udah kaya gitu gratisan lagi. Bodinya mantap banget, mulus, toketnya bikin gemas. Nama sama badanya pas”
“sial, jadi pengen gue. Namanya siapa emang?”
“namanya Widya, lebih baik lu ke belakang, di tempat sopir bus biasa pada istirahat. Lu liat sendiri Sono. Kalo pengen cobain aja mumpung gratisan. Dibelakang juga kayaknya itu perempuan masih pada dipake”
“Tapi kalo lu mau ikut sodok itu memek pasti lu kebagian pas memeknya udah penuh sama peju. Orang tadi pada buang di dalam semua, termasuk gue. Gue juga tadi buang ini peju di dalem memeknya itu”, sambungnya.
“bodo amat lah yang penting gue bisa ikut buang peju ke memek gratisan. Siapa tau juga nanti gue bisa bikin hamil bini orang”
Setelahnya tak ada suara lagi dari mereka dan Evan yang sudah selesai buang air kecil pun bergegas ke tempat yang dimaksud entah siapa pria tersebut. Evan merasa terganggu karna nama yang pria tersebut sama dengan nama mamanya.
Memang benar di halaman belakang rest area terdapat satu bangunan petak yang berjarak dari area Rest area. Tapi dari yang Evan lihat rumah tersebut terlihat tak ada orang, hanya lampu rumah tersebut terlihat menyala.
Dengan langkah penasarannya Evan mendekat ke arah bangunan tersebut. Dari kejauhan terlihat sunyi, tapi pas dirinya sudah dekat dengan bangunan tersebut mulai terdengar suara seperti rintihan dan desahan. Bukan hanya itu, terdengar juga beberapa suara pria berbicara dan juga tertawa. Suara yang di dengar menggambarkan bahwa orang yang berada di dalam bangunan petak tersebut lebih dari 4 orang.
Evan mencari cara untuk bisa melihat ke dalam lewat ventilasi udara samping. Saat dirinya melihat ke arah dalam, jantungnya langsung berdetak kencang dimana ia melihat mamanya dengan hanya memakai baju tetapi bagian kedua payudaranya keluar dengan bebasnya dan celananya telah dilepas dalam posisi menungging diatas kasur lantai yang lusuh. Dibelakang terdapat pria telanjang yang ia ketahui sopir bus yang mengantarkannya tengah memaju mundurkan pantatnya menubruk pantat mamanya dengan telanjang bulat sambil sesekali tangannya menampar pantat Widya. Sedangkan di arah depan si kernet tengah memaksa keluar masuk kontolnya dengan kasar sambil menjambak rambut Widya.
PLOK!!! PLOK!!! PLOK!!!
“Aakkkhhhh…Aakkkhhhh…enak banget ini memek…sshhhh… Bu Widya janda kan? Tenang aja bu…ssshhh…malam ini rasa haus ibu bakal kita hilangkan dengan kontol besar kita…sshhhh….”
GLOK!!! GLOK!!! GLOK!!! Suara mulut Widya tengah mengoral kontol si kernet bus.
“ini kontol saya bu Widya. Makan yang banyak. Malam ini dan di perjalanan ini bu Widya bakal kita kasih makan kontol sampe kenyang. Sshhhh….Aakkkhhhh…”
Kedua pria tersebut tengah memasukkan kedua kontolnya di kedua lubang Widya dan sementara itu di sisi kanan maju seorang pria yang baru dayang dan kemungkinan pria itu yang Evan dengar tadi di toilet, ia maju sambil mengocok pelan kontolnya yang mulai tegang kembali. Ia kocok kontolnya diatas punggung Widya sambil sesekali mengoleskannya di kulit punggung Widya. Di pojok ruangan terdapat satu pria yang sepertinya sudah kebagian terlebih dahulu menikmati tubuh Widya dan mulai berpakaian kembali.
“Kontol suami ibu kecil ya? Ssshh…makanya ibu cari kontol yang bisa puasin…anjing…sssshhhhh….”
“Ga, pak….sshhhh….ga”
“kalo…kontol suami ibu ga kecil…berarti ibu memang seorang yang binal…”
“saya….Aakkkhhhh….saya janda, pak….Aakkkhhhh… Suami saya sudah meninggallhhhhh…”
Si sopir tersenyum, “kalo gitu ibu jadi istri saya sajaahhh…nanti bakal saya kasih kontol tiap hari…ssshhhhh”
“ga mau paakkgghhh….sshhhhh…”
/0/8366/coverorgin.jpg?v=7f911a9bc8a5fc1b2c82524542a66ba8&imageMogr2/format/webp)
/0/8543/coverorgin.jpg?v=3035e58b4e03e73dbf156abae74648d1&imageMogr2/format/webp)
/0/10919/coverorgin.jpg?v=b951d35476e971d09eb6f17859596274&imageMogr2/format/webp)
/0/2489/coverorgin.jpg?v=6b31df2b22d4c53b3731b2584080db0b&imageMogr2/format/webp)
/0/15588/coverorgin.jpg?v=611b3d4c8d11aacf8d7e8fda5cd71503&imageMogr2/format/webp)
/0/14428/coverorgin.jpg?v=e673db163036ee391c656ce0b40786ba&imageMogr2/format/webp)
/0/7259/coverorgin.jpg?v=43b34832028bef817477500c65accbf5&imageMogr2/format/webp)
/0/7194/coverorgin.jpg?v=4ff094347bed047f5498cb232d936bd6&imageMogr2/format/webp)
/0/5990/coverorgin.jpg?v=cf8e85a15d831094e7493879013ec767&imageMogr2/format/webp)