/0/16821/coverorgin.jpg?v=12a7363d56d48ac65197b270d1e45d7e&imageMogr2/format/webp)
Perkenalkan Namaku Reggie, biasa dpanggilnya Egi. Dulu aku ini anak baik-baik. Paling bandel cuma nonton bokep. Pacaran ga berani ga ada nyali. Main game kesukaanku. Tapi hobiku sebenarnya adalah belajar.
Aneh gak? Itulah yang sebenarnya. Sampai pada kisah ini, pada waktu aku telah lulus SMA waktu umur 18 tahun.
Kisah ini bermula ketika aku hendak daftar ulang kuliah di salah satu universitas kota Bandung. Karena aku masih belum berpengalaman pergi-pergi sendirian dan karena Mama Papaku sibuk, mereka meminta Pamanku yang mengantar aku. Pas nya lagi, ternyata Pamanku memang sedang berada disana di kota B, sedang bertugas untuk LSM besar tempat dia bernaung.
Karena berbagai hal, sesampainya aku di kota B hari sudah gelap. Aku menelpon Pamanku untuk meminta jemputan di terminal. Rencananya aku menginap di kosan Pamanku saja, besok baru mendaftar ulangnya.
Kami bertemu di sebuah warung di terminal, rupanya ia sudah semenjak sore menunggu disitu. Ia tidak sendirian pula. Ada gadis yang menarik mata pria disebelahnya. Pamanku mengenalkanku padanya.
Tangan lentik gadis cantik itu mengulur padaku.
"Reggie...," kataku kaku.
Perempuan berkulit putih dengan rambut hitam lurus sebahu itu tersenyum ramah, ia tidak menyebutkan namanya.
"Ini temen Mamang, Gi....' kata Pamanku. "Evi namanya... Tante Evi lah kalo kamu manggilnya"
"Ih... masa Tante... emang aku udah tua..." ia tersenyum. "Panggilnya Teteh aja....' sambungnya lagi.
Aku mengangguk mengiyakan saja. Dalam hati aku masih bingung, siapakah dia ini? Apa Pamanku punya istri lagi? menjijikan... bi Nur istri Paman Cahya yang sah kemana. pikirku.
Tapi tak mau kupikirkan lagi. Ditawari makan aku langsung memesan soto. Bodo amat ah, aku tak mau campuri urusan, kataku dalam hati sambil makan.
Setelah aku makan, pamanku berbisik padaku.
"Mana ada ga titipan si Papa buat Mamang?"
Aku termenung dulu, mengingat ingat.
"Oh, iya lupa Egi...."
Aku mengeluarkan amplop dari tasku. Pamanku merebut begitu saja. Dibukanya isinya, ia menghitung. Lalu setengah diberikannya pada Evi.
"Nih, itu sama ongkosnya ya sekalian?"
Teh Evi tersenyum mengangguk.
"Makasih," jawabnya.
Aku melihat setidaknya 500 ribu dipegang perempuan itu lalu masuk kedalam saku celana jeannya, sementara sisanya 500 ribu masuk ke kantung saku seragam LSM milik pamanku.
"Hayu Gi... kita cao...," sahut Pamanku bersemangat.
Didalam mobil sedan butut tahun jebot milik pamanku mereka mengobrol seru didepan. Aku menghabiskan waktu dengan melihat-lihat sekitar, mencoba mengingat-ingat jalan yang kami lalui. Biar hafal nanti kalau kesini sendirian.
"Oh... jadi ini teh anak dokter Linda...' Teh Evi menoleh padaku.
'Iyaah...." jawab pamanku.
Aku mengangguk ramah.
"Kenapa emangnya?" tanya Mang Cahya.
"Gapapa, hihi ganteng... hahahaha...." Teh Evi tertawa sambil menutup mulutnya.
"Mirip Mamangnya ya?"
"Ih... ini mah mirip Mamanya atuh putih... si Akang mah mirip Papanya... item hahaha."
"Iiya kan memang Kakak saya."
Mereka membicarakan Papaku yang kakaknya Mang Cahya. Papaku juga Dokter sama dengan Mamaku. Pada saat itu Papaku menjabat sebagai Kepala di RSUD di kota kami.
"Si Mama teh orang Tionghoa bukan A Egi?" tanya Teh Evi.
"Iya setengah...." jawabku, "Dari si Kakek yang Tionghoa mah, nenek asli urang sunda...."
"Ooooh sama atuh yah sama Teteh.... Teteh juga kan Papa Teteh orang Tionghoa...."
"Cuma beda nasiib..." sela Pamanku.
"Hahaha...." kami semua tertawa bersama.
"Ko Teteh bisa kenal sama Mama saya. emang orang mana aslinya?" tanyaku penasaran.
Teteh dan Pamanku tertawa.
"Iya sama... orang sana juga Egi... tadi baru datang juga pake bis... cuma dia mah sore, kalo kamu janjina sore, datang-datang udah Isya.... huuuh..." jawab Pamanku.
Aku cengengesan, Teh Evi tertawa, kini tak lagi sambil menutup mulutnya. Ia membalik untuk melihat wajahku. Dimatanya terlihat pula senyumnya padaku.
Dia cantik, pake kaos u can see ketat, dimasukin kedalam celana jean yang menampilkan lekuk pantat, membentuk bodi ramping, ukuran dadanya pas. Rambutnya digerai sebahu lebih dikit. pakai poni untuk tirai wajahnya. 'Haduuuh... lumayan buat bahan coli nih....' kataku dalam hati.
'Dimana Pamanku yang begajulan bisa menemukan perempuan seperti ini', pikirku
Mobil memasuki pelataran sebuah cafe yang didekorasi dengan batang bambu.
"Mau kemana kita Mang?" tanyaku.
/0/4771/coverorgin.jpg?v=8ec0d29754a1f5159cce6c56379d94fc&imageMogr2/format/webp)
/0/2043/coverorgin.jpg?v=93e3a3639434d4fc342eaf71edd5293d&imageMogr2/format/webp)
/0/5842/coverorgin.jpg?v=6bca322e6302fcbc373878aa6a6a44ff&imageMogr2/format/webp)
/0/14523/coverorgin.jpg?v=129a31041e33c9d78477eab5582de025&imageMogr2/format/webp)
/0/7283/coverorgin.jpg?v=29d30265eeb9a6e81817e68ef00eefd9&imageMogr2/format/webp)
/0/2069/coverorgin.jpg?v=69f7d7217a48454e0cba6e5f5bede189&imageMogr2/format/webp)
/0/10919/coverorgin.jpg?v=b951d35476e971d09eb6f17859596274&imageMogr2/format/webp)
/0/2405/coverorgin.jpg?v=5044edabc23d39b6a5820498c64edb91&imageMogr2/format/webp)
/0/24425/coverorgin.jpg?v=5ad03cadca02a9d55f0ca466352ed9e0&imageMogr2/format/webp)
/0/13428/coverorgin.jpg?v=f5f1ee039192fbc2be110670d4476ba9&imageMogr2/format/webp)
/0/6525/coverorgin.jpg?v=fe530da2cdf1be08e81fc74c4b6bed3b&imageMogr2/format/webp)