Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Hari itu adalah musim panas yang membuat gerah. Hujan yang sempat turun membuat cuaca semakin lembab. Sementara bus penuh sesak dengan orang-orang di dalamnya.
Julita Lisna terlihat turun dari bus itu sambil membawa kopernya. Saat dia melihat ke sekeliling, tatapannya mendarat pada Benjamin Lisna -- pria itu sedang berdiri di pintu keluar terminal bus. Dia tampak jauh lebih tua sekarang, dan rambutnya telah memutih. "Ayah," panggilnya, sambil menggigit bibir.
"Ayo, kita pulang. Ibumu telah memasak semua makanan favoritmu untuk menyambutmu." Benjamin tersenyum, sudut matanya berkerut karena kerutan. Kemudian pria itu mengambil koper dari tangan Julita dan memasukkannya ke bagasi mobil.
Namun, tindakan itu membuat napas Julita tersendat.
Benjamin dan Fiona Damanhuri bukanlah orang tua kandungnya karena dirinya hanya anak angkat mereka. Pasangan itu berhenti merawatnya seperti anak mereka sendiri setelah melahirkan seorang putri.
Dia tahu alasan sikap baik dan antusias Benjamin padanya hari ini karena dia dan Fiona mengharapkan dirinya untuk menikahi seseorang, menggantikan adik perempuannya.
Mobil itu pun melaju melalui pusat kota yang ramai dan memasuki sebuah komunitas vila yang mewah.
Kota Alba telah banyak berubah dalam beberapa tahun terakhir ini.
Begitu sampai di tempat tujuan, Benjamin membuka pintu dan memasuki vila sambil membawakan koper Julita.
Julita pun mengikutinya masuk. Begitu menginjak karpet vila itu, dia langsung mendengar seorang pelayan berteriak, "Astaga! Keluar! Kamu mengotori karpetnya. Aku baru saja menggantinya hari ini. Lihat sepatumu! Penuh dengan lumpur. Kamu merusak semuanya."
Julita pun tersentak ke belakang karena mendengar suara yang memekakkan telinga itu.
Dia lalu melangkah keluar rumah dan melihat ke sepatunya. Namun, dahinya segera berkerut ketika dia menyadari bahwa sepatunya tidak kotor.
Pelayan itu sengaja menghinanya.
Saat itu juga, terdengar suara langkah kaki lembut yang bergema di seluruh vila.
Jeslyn Lisna menuruni tangga, memutar-mutar sehelai rambut dengan jarinya sambil melihat ke arah pintu dengan wajah gembira. Namun, senyum di wajahnya langsung membeku saat dia melihat kehadiran Julita di sana.
Dia sudah tidak melihat kakak perempuannya itu selama beberapa tahun - orang tuanya meninggalkan Julita di pedesaan untuk dibesarkan oleh orang lain. Saat ini, dia merasakan gelombang rasa iri yang menyerbu dirinya karena melihat bahwa Julita menjadi lebih cantik sekarang. Jeslyn memang selalu iri pada Julita dan membencinya karena menjadi anak yang paling cantik di antara mereka berdua. Kesenjangan di antara keduanya semakin tumbuh seiring berjalannya waktu.
Jeslyn pun segera memalsukan senyum dan menatap pelayan itu. "Kenapa kamu tidak membiarkan kakakku masuk?"
"Sepatunya penuh dengan lumpur," ucap pelayan itu dengan jijik.
"Tidak masalah. Kamu harus membiarkan kakakku masuk ke rumah bahkan jika dia telah menjadi seorang pengemis tanpa rumah. Kalau tidak, bagaimana kami bisa membicarakan bisnis kami?"
Kata-kata Jeslyn diliputi dengan ejekan. Dia pun berbalik dan berjalan ke ruang keluarga, tanpa repot-repot melihat ke arah Julita.