Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
“Sena ... nikah, yuk.” Dahi Sena mengernyit kala mendengar ajakan nikah dari tetangga rumahnya. Dia yang masih berusia dua puluh diajak nikah oleh lelaki yang hampir kepala empat?
“No way!” balas Sena sembari membalik tubuhnya dan mengibaskan rambutnya di hadapan lelaki itu. Dia segera masuk ke dalam rumah miliknya dan menutup pintu dengan sangat keras.
Lelaki itu pun hanya terkikik saat melihat kekesalan Sena. Sangat menyenangkan ternyata membuat gadis itu kesal. “Sena ... Sena ... kamu kok ngegemesin banget, sih.” Setelahnya om-om itu segera masuk ke dalam rumahnya yang bersebelahan dengan milik Sena.
“Dasar duda mesum. Masak ngajak nikah anak kuliah, sih? Nggak sadar umur apa, ya? Bener-bener kelakuan masih kayak ABG puber aja,” gerutu Sena saat memasuki rumahnya.
Namanya Sena Aurellia Subrata, umurnya masih dua puluh tahun dan dia juga masih kuliah semester empat di salah satu universitas negeri di Jakarta. Dia tinggal sendiri di rumah itu, rumah milik bibinya yang nganggur karena sang bibi dan keluarga memilih tinggal di luar negeri, mengikuti sang suami yang ditugaskan ke Thailand.
“Apa dia pikir, gadis perawan kayak gue gini, mau apa sama duda tua kayak dia? Jangan harap!” Sena mengambil buku yang ada di atas nakas, dia segera menggunakan buku itu sebagai pengganti kipas karena kebetulan kipas di rumah itu sedang rusak.
Sena tinggal di sebuah perumahan kecil tipe 36 yang tiap rumah saling berdempetan. Dan sialnya, tetangga samping rumah itu adalah seorang duda mesum berusia 37 tahun. Meski wajahnya sangat menipu, karena dia terlihat sepuluh tahun lebih muda.
Sena sudah tinggal di sana sejak dua tahun yang lalu. Sena hanyalah seorang gadis desa yang mendapat beasiswa untuk kuliah di salah satu universitas negeri di Jakarta. Dia anak terakhir dari tiga bersaudara. Dua kakaknya laki-laki yang sangat posesif padanya, karena dia adalah adik satu-satunya.
“Kenapa, sih, gue mesti dapet tetangga kayak gitu?” keluhnya, “tadinya hidup gue udah adem ayem banget. Kenapa tiba-tiba, itu duda jadi tinggal di sebelah gue coba?” lanjutnya.
Duda itu memang tetangga baru Sena yang baru tinggal di tempat itu sebulan yang lalu. Tetapi, yang membuat Sena kesal adalah dia selalu mengajak Sena untuk menikah, sejak pertama bertemu. Gila bukan?
“Mana kalau hidupin musik keras banget.” Sena sedari tadi mencoba bersabar dengan suara musik yang sungguh mengganggunya, hingga membuat telinganya hampir saja pecah. “Argh ...! Duda mesum berengsek ...!”
“Hatchi ...!” Tiba-tiba saja Tristan bersin saat berada di kamar mandi. Dia saat ini tengah mengguyur tubuhnya di bawah shower. Udara Jakarta yang panas sungguh membuatnya ingin mandi berkali-kali.
“Apa aku mau flu, ya?” gumamnya seorang diri. Dia berkali-kali bersin saat sedang mandi dan itu terasa sangat menjengkelkan. Buru-buru dia menyelesaikan mandinya dan keluar hanya menggunakan handuk yang dia lilitkan di pinggang.
Dia keluar dari kamar mandi, menuju ke dapur. Dia harus kembali beradaptasi dengan udara Jakarta yang panas. Rasanya haus menerpa tenggorokan. Tristan membuka kulkas dan meneguk air mineral yang memang dia sengaja letakkan di dalam sana.
“Tok ... tok ... tok ...!”
“Om ... Om .... Buka pintunya! Musiknya kecilin dikit, dong. Budeg kuping gue!” Sena berteriak dengan kencangnya sembari terus menggedor pintu. Dia begitu kesal dengan ulah tetangga yang seolah tidak memiliki tetangga itu. Apa dia pikir, di sebelahnya tidak tinggal manusia apa?